Proyeksi Harga Minyak Sepekan, Analis Soroti Level Ini
Harga minyak mentah WTI ditutup di atas rata-rata pergerakan 200 hari (MA-200) pada Jumat (23/8).
IDXChannel - Harga minyak dunia bergerak stabil pada Jumat (23/8/2025) pekan lalu, di tengah ketidakpastian terkait kemungkinan tercapainya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina. Meski demikian, harga minyak mencatat kenaikan mingguan pertama dalam tiga pekan terakhir.
Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik 0,2 persen ke level USD63,66 per barel, membukukan kenaikan mingguan 2,7 persen. Sementara itu, Brent bertambah tipis 0,1 persen menjadi USD67,73 per barel, naik 2,9 persen dalam sepekan.
“Semua orang menunggu langkah berikutnya dari Presiden Trump,” ujar analis komoditas UBS, Giovanni Staunovo, dikutip Reuters. “Tampaknya dalam beberapa hari ke depan belum akan ada perkembangan berarti,” imbuh Staunovo.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyampaikan pada Jumat bahwa dirinya akan melihat apakah Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dapat bekerja sama untuk mengakhiri perang.
Namun, proses negosiasi yang berjalan lambat membuat pasar tetap cemas. “Masih ada ketidakpastian soal kemungkinan gencatan senjata, dan perundingan tidak secepat yang diharapkan pasar,” kata analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Proyeksi Harga
Harga minyak mentah WTI ditutup di atas rata-rata pergerakan 200 hari (MA-200) pada Jumat (23/8), menandai pergeseran teknikal penting yang kini menjadi support di level USD63,26 per barel.
Menurut analis FXEmpire James Hyerczyk, kondisi ini mencerminkan aksi beli spekulatif ringan serta penutupan posisi jual (short covering), yang membantu harga bergerak menuju zona resistance.
Hyerczyk menilai, untuk melanjutkan penguatan, harga perlu menembus serangkaian level resistance di USD64,56, USD65,00, dan USD66,18. Jika level terakhir berhasil ditembus, peluang kenaikan bisa lebih cepat, dengan target berikutnya di USD69,69 yang merupakan puncak harga pada 30 Juli lalu.
Dia menambahkan, selama bertahan di atas USD63,26, tren teknikal cenderung mendukung penguatan. Namun, jika harga jatuh di bawah USD61,12, ada risiko koreksi lebih dalam hingga USD56,09.
Selain faktor teknikal, sentimen geopolitik kembali mewarnai pasar minyak. Upaya perdamaian Rusia-Ukraina berjalan lambat, sementara serangan Ukraina terhadap kilang minyak Rusia dan stasiun pompa Unecha di jalur pipa Druzhba menimbulkan kekhawatiran gangguan pasokan ke Eropa Timur.
Aliran minyak ke Hungaria dan Slovakia diperkirakan tertunda hingga lima hari, memperbesar premi risiko geopolitik.
Dari sisi fundamental, data Energy Information Administration (EIA) menunjukkan penurunan stok minyak mentah AS sebesar 6 juta barel pada pekan yang berakhir 15 Agustus, jauh di atas perkiraan penurunan 1,8 juta barel.
Sementara itu, jumlah rig minyak dan gas AS turun lagi menjadi 538 unit, penurunan keempat dalam lima pekan terakhir, yang berpotensi menahan pertumbuhan pasokan ke depan.
Selain geopolitik, perhatian investor juga tertuju ke konferensi ekonomi Jackson Hole di Wyoming, yang menjadi sorotan terkait arah kebijakan suku bunga bank sentral AS.
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell memberi sinyal kemungkinan pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan depan. Meski begitu, ia belum memberikan komitmen jelas, hanya menekankan risiko meningkatnya tekanan inflasi dan pelemahan pasar tenaga kerja.
Pemangkasan suku bunga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak, yang pada akhirnya berpotensi mendukung harga.
“Jika harga berhasil menembus level USD66,18 secara konsisten, potensi aksi beli lanjutan bisa terbuka. Pelaku pasar disarankan mencermati level-level resistensi dengan saksama serta mengikuti perkembangan diplomatik dan pernyataan The Fed sebagai pemicu pergerakan jangka pendek,” kata Hyerczyk. (Aldo Fernando)