Putin Wajibkan Negara-negara 'Bukan Sahabat' Bayar Gas Rusia Dalam Rubel
Setelah banyak disudutkan oleh sejumlah sanksi perdagangan yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya, Rusia kini seolah ingin melakukan s
IDXChannel - Setelah banyak disudutkan oleh sejumlah sanksi perdagangan yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara sekutunya, Rusia kini seolah ingin melakukan serangan balik.
Hal ini terlihat dari kebijakan baru yang diterapkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang meminta negara-negara 'tidak bersahabat' dan masih mengimpor kebutuhan gas darinya, agar melakukan pembayaran menggunakan mata uang domestik Rusia, rubel.
"Jika Anda menginginkan gas kami, maka belilah (menggunakan) mata uang kami," ujar Putin, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (23/3/2022).
Kebijakan baru yang diambil Putin ini dinilai cukup berani dan provokatif, mengingat pergerakan harga gas di Kawasan Eropa saat ini cenderung melonjak, sehingga dikhawatirkan bakal semakin memperbesar potensi terjadinya krisis energi di kawasan tersebut.
Sebagaimana diketahui, AS dan sejumlah negara Eropa memang telah menjatuhkan sanksi berat terhadap Rusia, sebagai respon atas invasi yang dilakukan Negeri Beruang Merah ke Ukraina, 24 Februari 2022 lalu. Namun demikian, di lain pihak, negara-negara Eropa pada saat yang sama juga sangat menggantungkan pasokan kebutuhan gasnya dari Rusia.
Gas Rusia tercatat berkontribusi hingga 40 persen terhadap total konsumsi Eropa. Impor gas Uni Eropa pada tahun ini saja terus berfluktuasi antara 200 juta hingga 800 juta euro (880 juta dolar AS) per hari.
"Rusia tentu saja akan tetap memasok gas alam sesuai dengan volume dan harga yang telah disepakati dalam kontrak. Perubahan hanya soal mata uang yang digunakan dalam pembayaran, karena kami hanya ingin (dilakukan menggunakan) rubel," tutur Putin.
Dengan kondisi demikian, negara-negara Uni Eropa dikabarkan mulai berbeda pendapat, terkait respon yang bakal diberikan menyusul pewajiban pembayaran menggunakan rubel itu. Juga, soal perlu atau tidaknya Rusia diberikan sanksi tambahan dalam hal energi.
Sementara Rusia sendiri juga masih dipertanyakan oleh sejumlah pihak, apakah cukup berani untuk secara sepihak mengubah kontrak perdagangan gasnya dengan negara lain, untuk memasukkan klausul kewajiban penggunaan mata uang rubel dalam pembayarannya.
Tak sekadar membalas serangan, langkah Rusia mewajibkan penggunaan rubel pada dasarnya bisa dipahami sebagai langkah Putin untuk mempertahankan nilai tukar mata uang tersebut di level global. Hal ini terbukti bahwa pasca pengumuman Putin disebarluaskan, posisi rubel seketika menguat secara mengejutkan, dengan menembus level 95 terhadap dolar AS, yang merupakan level tertinggi dalam tiga minggu terakhir.