Resmi! Indonesia Dapat Utang Rp7 Triliun dari Bank Dunia
Indonesia pun resmi mendapatkan pinjaman utang senilai USD500 juta atau setara Rp7 triliun dari bank dunia untuk memperkuat ketahanan keuangan dan fiskal. Â
IDXChannel - Indonesia adalah negara dengan risiko bencana yang tinggi, sehingga memerlukan kesiapan (country readiness) yang komprehensif dan memadai dalam menghadapi bencana, salah satunya pendanaan. Melihat hal itu, Indonesia pun resmi mendapatkan pinjaman utang senilai USD500 juta atau setara Rp7,05 triliun (kurs Rp 14.100) dari bank dunia untuk memperkuat ketahanan keuangan dan fiskal.
Raihan pinjaman utang tersebut nyatanya disetujui Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada Jumat (22/1/2021), pinjaman ini diklaim akan membantu negara untuk membangun dan memperkuat respon dalam hal keuangan akibat bencana alam, risiko iklim, dan guncangan terkait kesehatan.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan berbagai guncangan maupun bencana terus mengancam kemajuan pembangunan Indonesia. Sejak 2014-2018 pemerintah pusat sudah menghabiskan dana USD90-500 juta setiap tahun untuk tanggap bencana dan upaya pemulihan, sementara itu selama periode yang sama pemerintah daerah menghabiskan sekitar USD250 juta.
Dalam menghadapi risiko bencana, Pemerintah selalu menyiapkan Dana Cadangan Bencana dalam APBN sebagai bentuk kesiapsiagaan apabila terjadi bencana. Namun demikian, upaya ini perlu dilengkapi dengan kebijakan pendanaan yang bersifat proaktif untuk menurunkan dan memindahkan risiko yang dihadapi masyarakat dan keuangan negara. Hal ini dilakukan melalui peningkatan pendanaan kegiatan mitigasi bencana dan pengasuransian aset masyarakat dan pemerintah baik pusat maupun daerah.
Dilansir keterangan dari laman resmi Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Jumat (22/1/2021), salah instrumen utama Strategi DRFI pemerintahan adalah inovasi skema pendanaan kolaboratif Pooling Fund Bencana (PFB).
PFB akan dikelola oleh unit pengelola dana yang berbentuk Badan Layanan Umum di lingkungan Kementerian Keuangan. PFB menyentuh mulai dari tahap prabencana, darurat bencana, hingga pascabencana.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kemenkeu, Febrio Kacaribu mengatakan Pemerintah Indonesia akan terus berinovasi dalam memitigasi risiko, menangani bencana, serta memulihkan pembangunan pasca bencana. "Dengan adanya PFB, respons di bidang pendanaan ini diharapkan lebih tepat sasaran dan tepat waktu,” kata Febrio Kacaribu di Jakarta, Jumat (22/1/2021).
Untuk mendukung Pemerintah Indonesia dalam membangun PFB, Grup Bank Dunia telah menyepakati program Investment Project Financing with Performance-Based Conditions (IPF-PBCs) senilai USD500 juta. Program ini akan disertai hibah senilai USD14 juta dari Global Risk Financing Facility (GRIF), dimana USD10 juta dikelola oleh Kementerian Keuangan.
Program ini mengawal reformasi kebijakan dan akan digunakan untuk membangun kapasitas keuangan dan kelembagaan PFB serta perbaikan tata kelola pendanaan penanggulangan bencana. Tiga fokus utamanya adalah: (i) pendirian dan operasionalisasi PFB; (ii) peningkatan kesiapsiagaan untuk respons terhadap bencana yang lebih efektif di seluruh instansi pemerintah; dan (iii) pembangunan kapasitas dan sistem PFB untuk mendukung pendanaan penanggulangan bencana secara efektif.
”Sebagai Executing Agency program tersebut, BKF akan merumuskan kebijakan serta mengkoordinasikan pembentukan PFB dan pelaksanaan reformasi kebijakan yang menjadi komitmen dalam program ini," ujar Febrio.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko, Kemenkeu, Luky Alfirman, menambahkan, selain sebagai modality untuk memperkuat kesiapan dalam menghadapi bencana, IPF-PBCs juga telah menambah instrumen pembiayaan yang dimiliki dalam penyediaan budget support.
"Agar instrumen ini dapat dimanfaatkan dengan baik diperlukan sinergi antar unit, sehingga apa yang menjadi performance sebagai syarat pemanfaatan fasilitas ini dapat di-deliver sesuai dengan jadwal yang disepakati," kata Luky. (*)