Rupiah Dibuka Turun ke Rp16.311 per Dolar AS, Jadi Mata Uang Terlemah di Asia
Nilai tukar rupiah mengawali perdagangan hari ini, Senin (9/6/2025) pagi, dengan penurunan 0,16 persen ke Rp16.311 per dolar AS.
IDXChannel - Nilai tukar rupiah mengawali perdagangan hari ini, Senin (9/6/2025) pagi, dengan penurunan 0,16 persen ke Rp16.311 per dolar Amerika Serikat (AS). Hal tersebut menjadikan rupiah sebagai mata uang terlemah di kawasan Asia.
Di pasar non-deliverable forward (NDF), tekanan terhadap rupiah juga terlihat jelas. Berdasarkan data dari Refinitiv, pada pukul 06:20 WIB, kurs rupiah tercatat mengalami koreksi di berbagai tenor perdagangan.
Perlu diketahui, NDF merupakan instrumen keuangan yang memperdagangkan mata uang asing untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kurs yang telah disepakati sebelumnya. Meskipun pasar ini belum tersedia di Indonesia, perdagangan NDF banyak terjadi di pusat-pusat keuangan global seperti Singapura, Hong Kong, New York, dan London.
Pergerakan di pasar NDF kerap memengaruhi ekspektasi dan psikologis pelaku pasar di perdagangan spot, sehingga fluktuasi di NDF sering kali menjadi acuan.
Menjelang pembukaan awal pekan ini, rupiah sempat menguat tipis pada Kamis (5/6/2025) ke level Rp16.270 per dolar AS, atau naik 0,09 persen.
Namun, pasar kemudian ditutup pada Jumat (6/6) dan Senin (9/6) karena libur Hari Raya Idul Adha 1446 H dan cuti bersama.
Tekanan terhadap rupiah di pasar NDF terindikasi dari kurs satu bulannya yang berada di Rp16.325 per dolar AS.
Untuk tenor dua bulan, berada di kisaran Rp16.341, dan dalam jangka enam bulan, rupiah berada di posisi Rp16.415 per dolar AS. Hal ini menandakan potensi koreksi lebih lanjut dalam waktu mendatang.
Pelemahan nilai tukar rupiah ini turut dipicu oleh rilis data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan. Data yang diumumkan pada Jumat lalu menunjukkan bahwa perekonomian AS menambahkan sekitar 139.000 pekerjaan selama Mei, melebihi estimasi konsensus sebesar 126.000.
Namun, optimisme ini agak mereda karena adanya revisi penurunan terhadap angka ketenagakerjaan di April
Penguatan indeks dolar AS (DXY) setelah rilis data tersebut menjadi faktor tambahan yang menekan nilai tukar rupiah. Meskipun begitu, kekhawatiran atas perlambatan ekonomi AS dan negosiasi tarif yang sedang berlangsung juga menjadi perhatian pelaku pasar, terutama dalam kaitannya dengan arah kebijakan Federal Reserve (The Fed) selanjutnya.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, tekanan terhadap dolar AS sempat muncul dari data penggajian ADP yang menunjukkan pelemahan signifikan di pasar tenaga kerja.
“Ini menandakan adanya kemerosotan besar di pasar tenaga kerja," ungkap Ibrahim pada Kamis (5/6/2025).
Ia juga menyoroti ketidakpastian mengenai arah kebijakan tarif di AS. “Terutama setelah presiden menggandakan tarif baja dan aluminiumnya menjadi 50 persen minggu ini,” ujarnya.
Ibrahim memproyeksikan dalam waktu dekat pasar masih mencermati data ekonomi AS serta perkembangan diskusi antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping.
Ia memperkirakan rupiah bergerak fluktuatif dalam kisaran Rp16.230 hingga Rp16.290 per dolar AS pada pekan ini.
(Febrina Ratna Iskana)