MARKET NEWS

Rupiah Hari Ini Berakhir Menguat ke Rp16.253 per USD

Anggie Ariesta 02/06/2025 16:04 WIB

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berakhir menguat pada akhir perdagangan Senin (2/6/2025) atau 73,5 poin atau sekitar 0,45 persen ke level Rp16.253 per USD.

Rupiah Hari Ini Berakhir Menguat ke Rp16.253 per USD (FOTO:iNews Media Group)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berakhir menguat pada akhir perdagangan Senin (2/6/2025) atau 73,5 poin atau sekitar 0,45 persen ke level Rp16.253 per USD.

Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, kekhawatiran akan eskalasi perang dagang AS-China meningkat setelah Presiden Donald Trump menuduh pemerintah Xi Jinping melanggar kesepakatan dagang baru-baru ini, yang ditegur Beijing.

"Pasar juga terguncang oleh kenaikan tarif impor baja dan aluminium Trump, yang membuat investor tidak yakin atas kebijakan AS," kata Ibrahim dalam risetnya, Senin (2/6).

Selain itu, meningkatnya aksi militer antara Rusia dan Ukraina, menjelang perundingan damai, juga membebani sentimen, sementara laporan menunjukkan bahwa Washington sedang mempertimbangkan tarif dagang yang ditujukan ke China dan India untuk mengurangi pembelian minyak Rusia.

Hari ini, China "dengan tegas menolak" tuduhan Trump bahwa negara itu telah melanggar ketentuan kesepakatan dagang pertengahan Mei yang ditandatangani di Jenewa. 

Kementerian perdagangan China mengatakan tuduhan Trump tidak masuk akal, dan bahwa Beijing akan terus melindungi kepentingannya.

Trump tidak menyebutkan secara spesifik pelanggaran China apa saja. Tanggapan China menambah tanda-tanda ketegangan baru-baru ini dalam hubungan AS-China, terutama setelah pejabat AS mengakui minggu lalu bahwa perundingan dagang antara keduanya telah "terhenti."

Komentar tersebut, ditambah dengan kritik berulang China terhadap kontrol AS pada industri chipnya, memicu kekhawatiran yang meningkat bahwa hubungan dagang antara keduanya memburuk, dan bahwa tidak ada kesepakatan perdagangan yang langgeng akan tercapai dalam waktu dekat.

PMI China yang dirilis selama akhir pekan mengecewakan, aktivitas bisnis di negara itu tetap tertekan. Sektor manufaktur China menyusut untuk bulan kedua berturut-turut pada bulan Mei, karena pesanan luar negeri tetap berada di bawah tekanan dari tarif AS. Lemahnya PMI non-manufaktur juga menunjukkan bisnis domestik berada di bawah tekanan, menyoroti sedikit perbaikan dalam tren disinflasi China yang terus-menerus.

Dari sisi domestik, tren kontraksi Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terus berlanjut pada Mei 2025 yang tercatat di level 47,4 atau masih di bawah ambang batas normal yakni 50. Namun, angka ini meningkat dibanding bulan sebelumnya sebesar 46,7.

Berdasarkan laporan S&P Global, sektor  manufaktur Indonesia terus mengalami penurunan pada pertengahan menuju triwulan kedua dipicu turunnya output dan permintaan baru yang terus melemah sejak April lalu. Penurunan permintaan pesanan baru pada Mei 2025 merupakan kondisi terparah dalam waktu hampir 4 tahun terakhir yang menyebabkan anjloknya volume produksi.

Kinerja ekspor juga disebut terus menurun, sementara perusahaan manufaktur nasional masih berupaya menyesuaikan inventaris dan tingkat pembelian menanggapi kondisi permintaan yang lemah. Kendati demikian, jika melihat tingkat keyakinan pengusaha disebut masih menguat lantaran perkiraan output produksi yang masih menguat dan upaya menyerap tenaga kerja.

Lebih terperinci, laporan S&P Global menjelaskan kinerja ekspor terus turun pada Mei, sementara kondisi permintaan yang tidak bergerak mendorong perusahaan menahan pembelian dan menyesuaikan inventaris. Permintaan global juga terus menurun, meskipun pada laju yang lebih lambat, dan produsen melaporkan penurunan ekspor khususnya ke AS.

Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.200 - Rp16.250 per USD.

(kunthi fahmar sandy)

SHARE