MARKET NEWS

Rupiah Hari Ini Ditutup Menguat ke Rp16.413 per Dolar AS Didorong Konflik AS-Iran

Anggie Ariesta 20/05/2025 15:45 WIB

Nilai tukar rupiah hari ini, Selasa (22/5/2025), ditutup menguat 20,5 poin atau sebesar 0,12 persen ke level Rp16.413 per dolar AS.

Rupiah Hari Ini Ditutup Menguat ke Rp16.413 per Dolar AS Didorong Konflik AS-Iran. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel - Nilai tukar rupiah hari ini, Selasa (22/5/2025), ditutup menguat 20,5 poin atau sebesar 0,12 persen ke level Rp16.413 per dolar AS. Penguatan ini juga didorong oleh konflik Amerika dengan Iran.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menjelaskan, pernyataan Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Majid Takhtravanchi, pada Senin, yang menyebut pembahasan program nuklir Iran akan tidak menghasilkan apa-apa jika Washington bersikeras pada pemangkasan aktivitas pengayaan uranium sepenuhnya, menjadi perhatian pasar

"Pernyataan tersebut muncul setelah utusan khusus AS Steve Witkoff menegaskan kembali pada hari Minggu bahwa Washington akan mengharuskan setiap kesepakatan baru untuk menyertakan pakta untuk menahan diri dari pengayaan, pendahulu pengembangan bom nuklir," tulis Ibrahim dalam risetnya, Selasa (20/5/2025).

Selain itu, pasar global tengah mencermati potensi pengesahan RUU pemotongan pajak di DPR AS minggu ini. Para kritikus RUU tersebut mengkhawatirkan dampaknya terhadap defisit fiskal AS yang dapat memicu risiko bagi ekonomi terbesar di dunia.

Dari Asia, Bank Rakyat China telah memangkas suku bunga acuan pinjaman utama sesuai ekspektasi, yang membawa suku bunga semakin mendekati rekor terendah. Pemangkasan ini mengisyaratkan kesediaan Beijing untuk memberikan lebih banyak stimulus moneter demi mendukung perekonomiannya.

Namun, optimisme di pasar China sedikit tertahan oleh peringatan dari Beijing terkait pembatasan ketat AS terhadap ekspor chip ke China, yang dianggap mengancam kemajuan deeskalasi perdagangan antara kedua negara.

Dari sentimen domestik, para ekonom memperingatkan pemerintah untuk tetap waspada terhadap rasio utang yang kini berada di kisaran 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Meskipun angka ini masih jauh dari ambang batas 60 persen sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan rasio utang pemerintah per akhir Maret 2025 mencapai 40,91 persen dari PDB 2024 (Rp9.057,96 triliun di luar pinjaman dalam negeri), tren kenaikannya tetap perlu diwaspadai, terutama dalam konteks pembiayaan dan stabilitas jangka menengah.

Dalam menghadapi kondisi ini, ekonom menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah yang lebih hati-hati dan strategis. Pertama, pembiayaan harus lebih diarahkan pada sumber domestik dengan memperluas basis investor lokal, termasuk mendorong lebih banyak penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) ritel.

Kedua, belanja negara harus difokuskan pada program-program dengan multiplier effect tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak, termasuk memprioritaskan program belanja unggulan seperti MBG (Makan Bergizi Gratis).

Ketiga, strategi lindung nilai (hedging) atas utang valuta asing perlu diperkuat untuk melindungi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari volatilitas Rupiah.

Terakhir, penguatan reformasi perpajakan menjadi krusial. Selama rasio pajak Indonesia masih rendah, kebutuhan pembiayaan akan selalu besar dan ketergantungan terhadap utang akan sulit dikurangi.

Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup menguat dalam rentang Rp16.350-Rp16.420 per dolar AS.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE