Rupiah Hari Ini Masih Loyo, Ditutup Rp15.897 per USD
Nilai tukar (kurs) Rupiah sore ini ditutup melemah 2 poin ke level Rp15.897 setelah sebelumnya sempat turun ke level Rp15.895.
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah sore ini ditutup melemah 2 poin ke level Rp15.897 setelah sebelumnya sempat turun ke level Rp15.895.
Mengutip data Bloomberg, Rupiah hari ini sempat dibuka pada level Rp15.957 per dolar AS.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS menguat didorong indeks manajer pembelian manufaktur ISM secara tak terduga naik ke angka 50,3 dari 47,8.
"Pembacaan indeks melampaui 50, yang mengindikasikan ekspansi di bidang manufaktur untuk pertama kalinya sejak September 2022, karena produksi meningkat tajam dan pesanan baru meningkat, menyoroti kekuatan perekonomian dan menimbulkan keraguan mengenai waktu penurunan suku bunga The Fed," tulis Ibrahim dalam risetnya, Selasa (2/4/2024).
Data manufaktur yang kuat membuat imbal hasil treasury AS lebih tinggi, dengan imbal hasil obligasi bertenor dua tahun dan 10 tahun naik ke level tertinggi dalam dua minggu, sehingga meningkatkan dolar AS.
Menurut Ibrahim, pasar kini memperkirakan peluang sebesar 61% bagi The Fed untuk memangkas suku bunga pada Juni, dibandingkan dengan 70% pada minggu sebelumnya, menurut CME FedWatch Tool. Mereka juga memperkirakan pemotongan sebesar 68 basis poin tahun ini.
Namun, data ekonomi yang kuat dibandingkan dengan data indeks harga PCE inti, yang merupakan ukuran inflasi pilihan The Fed, yang melambat lebih dari perkiraan pada Februari, menunjukkan bahwa kejutan kenaikan inflasi baru-baru ini mungkin merupakan penyimpangan dari tren deflasi baru-baru ini.
Selain itu, Menteri Keuangan Jepang, Shunichi Suzuki mengatakan pada hari Selasa, pihak berwenang siap mengambil tindakan yang tepat terhadap volatilitas pasar mata uang yang berlebihan. Imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun turun menjadi 4,309%, setelah menyentuh level tertinggi dua minggu di 4,337% di sesi sebelumnya.
Sentimen Dalam Negeri
Lebih jauh dijelaskan Ibrahim, dari sentimen domestik, pasar terus memantau tentang posisi utang pemerintah, yang tercatat berada di angka Rp8.319,2 triliun hingga 29 Februari 2024.
Jumlah ini naik dari posisi akhir Januari, yang senilai Rp8.253,09 triliun atau bertambah Rp66,13 triliun dalam kurun waktu satu bulan. Utang pemerintah ini setara dengan 39,06% produk domestik bruto (PDB) dan melanjutkan tren tertinggi sepanjang masa.
Sedangkan, dalam buku APBN Kita edisi Maret 2024 mencatat rasio utang pada Februari masih di bawah batas aman rasio utang sesuai dengan Undang-Undang (UU) NO. 17/2023 yang sebesar 60%. Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.
"Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif," ujar Ibrahim.
Pengelolaan utang yang disiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR) yang hingga saat ini tetap mempertahankan sovereign rating Indonesia pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan.
Selain itu, Ibrahim menambahkan, Bank Indonesia (BI) terus melakukan bauran strategi ekonomi guna untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah serta terus melakukan intervensi besar di pasar valuta asing, Obligasi di perdagangan Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), walaupun nantinya akan berimbas terhadap menurunnya cadangan devisa.
"Namun apa yang dilakukan oleh BI sudah sesuai dengan regulasi yang bertujuan untuk menahan pelemahan mata uang Rupiah, imbas dari kenaikan inflasi global," papar Ibrahim.
"Dengan demikian, untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif, kemudian ditutup melemah di rentang Rp15.880-Rp15.940," pungkasnya.
(FAY)