Rupiah Melemah ke Rp15.268 per USD Imbas Konflik di Timur Tengah
Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini kembali ditutup melemah 62 poin atau 0,41 persen ke level Rp15.268.
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini kembali ditutup melemah 62 poin atau 0,41 persen ke level Rp15.268. Padahal sebelumnya berada di Rp15.206 per USD.
"Penguatan dolar AS dipengaruhi kekhawatiran konflik di Timur Tengah dapat berubah menjadi perang yang lebih luas setelah Iran menembakkan rudal balistik ke Israel," ujar Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi dalam risetnya, Rabu (2/10/2024).
Menurutnya, fokus pasar saat ini beralih ke data penggajian swasta AS yang akan dirilis pada hari Rabu, dengan para pedagang juga waspada terhadap perselisihan perburuhan di pelabuhan AS.
"Pekerja dermaga di Pantai Timur dan Gulf Coast memulai aksi mogok berskala besar pertama mereka dalam hampir 50 tahun pada hari Selasa, yang menghentikan arus sekitar setengah dari pengiriman laut negara itu," kata Ibrahim.
Selain itu, dalam debat yang disiarkan secara nasional pada hari Selasa, Senator AS JD Vance, pilihan Donald Trump dari Partai Republik sebagai calon wakil presidennya, berhadapan dengan Gubernur Minnesota Tim Walz, yang ditunjuk oleh Kamala Harris dari Partai Demokrat untuk menjadi calon nomor 2, meskipun acara tersebut disambut dengan respons pasar yang tidak terlalu antusias.
Dari sentimen domestik, S&P Global melaporkan Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia masih terkontraksi di bawah 50 yakni berada di level 49,2 pada September 2024, meskipun indeks aktivitas manufaktur tersebut mengalami peningkatan tipis dari bulan sebelumnya 48,9.
Lesunya kondisi manufaktur, kata dia, tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Seperti China dan Australia yang juga masuk di zona kontraksi.
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang juga ambruk. PMI manufaktur Vietnam misalnya, yang anjlok dari 52 ke 47. Tak hanya Vietnam, beberapa negara di Eropa juga mengalami keadaan yang serupa, meski tak separah Vietnam.
Dia menerangkan, meski PMI manufaktur Indonesia masih di zona kontraksi, kondisinya mulai membaik. Hal ini menunjukkan optimisme pelaku usaha dalam negeri mulai tumbuh dibandingkan beberapa bulan lalu. Hal tersebut menunjukkan ada optimisme di kalangan pelaku usaha bahwa ada banyak potensi saat manufaktur kembali membaik.
"Masih lesunya sektor manufaktur RI disebabkan kondisi makro ekonomi global yang sedang lesu pada September, sehingga perusahaan tentunya menanggapi dengan mengurangi aktivitas pembelian dan memilih menggunakan inventaris guna menjaga biaya serta efisiensi pengoperasian dengan sangat ketat," kata Ibrahim.
Dalam laporan S&P Global diterangkan bahwa pengoperasian di perekonomian sektor manufaktur Indonesia masih pada laju penurunan pada September yang menggambarkan penurunan lebih lanjut pada output dan permintaan baru. Inventaris gudang pun terlihat sedikit naik, sementara perusahaan mengurangi aktivitas pembelian menanggapi permintaan pasar yang turun.
"Berdasarkan data di atas, mata uang Rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp15.250-Rp15.320 per dolar AS," katanya.
(Dhera Arizona)