Rupiah Menguat Sambut Pidato Gubernur The Fed
Sejak pagi, nilai tukar rupiah sudah surplus 29 poin (0,19 persen) terhadap dolar AS, menuju Rp14.796 per dolar AS.
IDXChannel - Pasar terpantau masih wait and see terhadap hasil dari pertemuan tahunan Bank Sentral AS, Federal Reserves (The Fed) di Jackson Hole Economic Symposium, Jumat (26/8/2022) hari ini.
Meski demikian, rupiah berhasil memanfaatkan keadaan dengan mencatatkan penguatan pada perdagangan antarbank, di Jakarta, Jumat (26/8/2022). Sejak pagi, nilai tukar rupiah sudah surplus 29 poin (0,19 persen) terhadap dolar AS, menuju Rp14.796 per dolar AS.
Tren penguatan layak diapresiasi, mengingat pelaku pasar masih cenderung pasif sembaru menunggu kabar baik dari hasil pertemuan The Fed. Salah satu yang paling ditunggu dari pertemuan tersebut diantaranya adalah pidato Ketua The Fed, Jerome Powell, yang diharapkan dapat memberikan petunjuk terkait arah kebijakan suku bunga acuan yang bakal diterapkan ke depan.
"Fokus pasar masih menantikan pidato Gubernur The Fed," tulis Tim Riset Monex Investindo Futures, dalam kajiannya, Jumat (26/8/2022).
Sejumlah pengamat mencoba berspekulasi Powell bakal menyerukan dukungan terhadap kenaikan suku bunga pada bulan September 2022 nanti. Spekulasi didasarkan pada pernyataan sejumlah pejabat The Fed lainnya, yang sebelumnya telah menyatakan bahwa kenaikan suku bunga masih tetap diperlukan guna melanjutkan tekanan terhadap inflasi di AS.
Meski pada laporan terbarunya di Agustus 2022 level inflasi mulai melandai, namun sebagian besar pihak menilai bahwa penurunan yang terjadi bukan karena perekonomian Negeri Paman Sam memang telah pulih, melainkan lebih karena terimbas kenaikan suku bunga agresif yang dilakukan sejak awal tahun.
Meski demikian, Powell dalam pidato-pidato sebelumnya sempat mengindikasikan bahwa kalau pun kenaikan suku bunga masih dibutuhkan, porsi yang bisa dilakukan maksimal hanya akan mencakup 25 basis poin saja di September 2022 mendatang.
Powell menilai bahwa pasca kenaikan suku bunga hingga empat kali secara beruntun sejak awal tahun, perekonomian AS memerlukan relaksasi sesaat, sehingga kebijakan bunga agresif perlu dihentikan dalam waktu dekat. (TSA)