Rupiah Terimbas Sentimen Pemecatan Gubernur Fed Lisa Cook, Ditutup Rp16.368 per USD
Mata uang Garuda turun 69,5 poin atau sekitar 0,43 persen ke level Rp16.368 per USD.
IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) ditutup melemah pada akhir perdagangan Rabu (27/8/2025). Mata uang Garuda turun 69,5 poin atau sekitar 0,43 persen ke level Rp16.368 per USD.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah salah satunya dari sentimen eksternal di mana Presiden AS Donald Trump mengatakan Gubernur Fed Lisa Cook akan segera dicopot dari jabatannya atas tuduhan penipuan hipotek.
Cook dan Fed berpendapat bahwa Trump tidak memiliki wewenang atas pemecatan tersebut.
"Cook mengindikasikan bahwa dia tidak akan mundur dari jabatannya dan akan menentang upaya pemecatannya di pengadilan, dengan alasan bahwa Trump tidak memiliki alasan untuk memecatnya," tulis Ibrahim dalam risetnya, Rabu (27/82025).
Adapun Fed juga menyuarakan hal yang sama. Namun, upaya Trump untuk memecat Cook memicu kekhawatiran yang lebih luas atas campur tangan politik di Fed, yang secara tradisional tetap independen dari pemerintah.
Gagasan ini menjadi perhatian utama pasar, mengingat The Fed telah mempertahankan sikap yang relatif hati-hati terhadap pelonggaran lebih lanjut, dengan alasan kekhawatiran atas dampak inflasi dari tarif Trump.
Meskipun Powell mengisyaratkan keterbukaannya terhadap penurunan suku bunga pada bulan September, di mana dia masih belum terlalu berkomitmen terhadap langkah tersebut.
Selain itu, utusan khusus AS Steve Witkoff mengatakan pada hari Selasa bahwa dia akan bertemu dengan perwakilan Ukraina di New York minggu ini, menambahkan bahwa Washington juga sedang berunding dengan Rusia dalam upaya mengakhiri perang.
Selain itu, rencana AS untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen pada ekspor India, sehingga totalnya menjadi 50 persen dan termasuk yang tertinggi yang dikenakan oleh Washington, membuat para pedagang ragu-ragu mengenai arah pasar.
Trump mengatakan bahwa tarif yang lebih tinggi tersebut merupakan sanksi akibat dari pembelian minyak Rusia oleh India.
Dari sentimen domestik, pasar mengantisipasi demonstrasi buruh di hari kamis (28/8/2025). Aksi demo buruh di Jakarta akan dipusatkan di depan DPR RI atau Istana Kepresidenan Jakarta, yang diikuti oleh sekitar 10.000 buruh dari berbagai wilayah. Aksi serupa juga akan digelar secara serentak di berbagai provinsi dan kota industri besar.
Sejumlah tuntutan pun disuarakan agar pemerintah berpihak pada kepentingan pekerja. Pertama adalah menolak upah murah, yang mencakup tuntutan kenaikan upah minimum nasional sebesar 8,5-10,5 persen pada 2026.
Perhitungan ini dilakukan berdasarkan formula resmi yang ditetapkan dalam putusan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 168/PUU-XXI/2023, yakni inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
Data menunjukkan, inflasi dari Oktober 2024 hingga September 2025 diproyeksikan mencapai 3,26 persen, sementara pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,1-5,2 persen.
Dengan demikian, kenaikan upah minimum yang layak berada pada angka 8,5-10,5 persen.
Tuntutan kedua adalah penghapusan outsourcing. Berdasarkan putusan MK, praktik outsourcing dalam UU Cipta Kerja harus dibatasi hanya pada jenis pekerjaan tertentu di luar pekerjaan inti. Namun, praktik outsourcing dinilai masih meluas, termasuk di BUMN.
Oleh karenanya, buruh menuntut agar Peraturan Pemerintah (PP) No. 35/2021 dicabut. Tuntutan berikutnya berkaitan dengan reformasi pajak perburuhan, yang mana buruh menuntut adanya kenaikan Pendapatan Tidak Kena Pajak (FTKP).
Saat ini, PTKP ditetapkan sebesar Rp4,5 juta per bulan, sehingga buruh menuntut agar terdapat kenaikan menjadi Rp7,5 juta per bulan. Buruh meminta agar pajak atas tunjangan hari raya (THR) dan pesangon dihapus.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.360-Rp16.420 per USD.
(NIA DEVIYANA)