Rupiah Terjepit Inflasi AS, Kenaikan Bunga BI Dinanti?
Inflasi yang menggila akan mendorong Bank Sentral AS (The Fed) lebih agresif dalam menaikan suku bunganya.
IDXChannel: Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira meminta Indonesia mewaspadai lonjakan inflasi Amerika Serikat (AS) yang menembus 9,1% pada Juni 2022. Inflasi negara Paman Sam ini memuncak selama lebih dari empat dekade.
Inflasi yang menggila akan mendorong Bank Sentral AS (The Fed) lebih agresif dalam menaikan suku bunganya. Hal ini akan berimbas pada menguatnya dolar terhadap mata uang lainnya termasuk rupiah.
Kurs rupiah di pasar spot pagi ini anjlok 16 poin atau 0,11% di Rp15.008 per dolar AS. Jika nilai tukar rupiah semakin tergerus, akankah Bank Indonesia masih menahan BI-7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR)?
"Inflasi AS yang tinggi perlu diwaspadai karena akan akan meningkatkan suku bunga yang juga lebih agresif dari bank sentral AS. Rupiah bakal melemah dan arus modal asing makin banyak keluar. Dan ini nanti bergantung dari respons Bank Indonesia apakah akan menaikkan suku bunga," kata Bhima kepada IDX Channel, Kamis (14/7/2022).
Bhima pun menyarankan Bank Indonesia untuk melakukan penyesuaian suku bunga sebesar 50 bps lantaran sebelumnya BI rate masih di level 3,5%. Kurs rupiah bisa tergelincir lebih dalam lantaran tingginya arus modal asing yang minggat dari Indonesia.
"Kalau inflasi terlalu tinggi efeknya ke pemulihan ekonomi RI terhambat. Sarannya BI baikkan 50 bps untuk RDG bulan ini," ungkapnya.
Adapun Indeks Harga Konsumen / CPI AS inflasi sebesar 9,1% (yoy) di bulan Juni 2022. Nilai tersebut meningkat dari bulan Mei sebesar 8,6%, tertinggi selama lebih dari 4 dekade.
Demikian data yang diterbitkan oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS, Rabu (13/7/2022). Angka ini lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 8,8%.
(DES)