Rupiah Tertekan 1,16 Persen dalam Sepekan Terakhir
Rupiah bergerak dari level Rp16.323 pada awal pekan, Senin (21/7/2025), dan ditutup pada level Rp16.513 pada penutupan perdagangan Jumat (1/8).
IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren pelemahan di akhir pekan ini, dengan depresiasi sebesar 1,16 persen dalam sepekan terakhir.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah bergerak dari level Rp16.323 pada awal pekan, Senin (21/7/2025), dan ditutup pada level Rp16.513 pada penutupan perdagangan Jumat (1/8).
Sementara itu, nilai tukar rupiah Jisdor juga melemah 1,01 persen dalam sepekan, mencapai Rp16.494 per dolar AS. Secara harian, rupiah spot tercatat melemah 0,35 persen dan rupiah Jisdor terdepresiasi 0,21 persen.
Pelemahan tidak hanya terjadi pada rupiah, melainkan juga pada sebagian besar mata uang Asia. Pelemahan ini terutama disebabkan oleh penguatan kurs dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia. Pada Jumat (1/8), indeks dolar menguat 0,22 persen ke 100,18, dan telah menguat 2,6 persen dalam sepekan terakhir.
Mata uang Asia yang mengalami pelemahan paling dalam hari ini adalah won Korea sebesar 0,81 persen, diikuti oleh dolar Taiwan yang melemah 0,31 persen dan baht Thailand tertekan 0,28 persen. Ringgit Malaysia turun 0,21 persen, yuan China turun 0,17 persen, dan dolar Singapura melemah 0,05 persen.Hanya beberapa mata uang yang menguat terhadap dolar AS, seperti peso Filipina (+0,28 persen), yen Jepang (+0,17 persen), rupee India (+0,08 persen), dan dolar Hong Kong (+0,001 persen).
Secara mingguan, seluruh mata uang Asia tertekan di hadapan dolar AS, dengan dolar Hong Kong mencatat pelemahan paling minim, yaitu 0,01 persen.
Rupee India melemah 1,06 persen, dolar Singapura melemah 1,28 persen, baht Thailand melemah 1,33 persen, ringgit Malaysia melemah 1,34 persen, won Korea melemah 1,52 persen, dolar Taiwan melemah 1,76 persen, peso Filipina melemah 1,78 persen, dan yen Jepang mencatat kinerja terburuk dengan pelemahan 1,91 persen.
Menurut pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, pelemahan rupiah didorong oleh beberapa sentimen global. Salah satunya adalah ancaman sanksi AS yang lebih ketat terhadap minyak Rusia, dengan Washington mengancam akan mengenakan tarif hingga 100 persen kepada pembeli minyak terbesar Rusia, yaitu Tiongkok dan India, serta mengenakan tarif sebesar 25 persen kepada India atas hubungannya dengan Moskow.
“Trump pada Kamis malam menandatangani perintah yang menguraikan tarif terhadap sejumlah mitra dagang utama AS, dengan bea masuk berkisar antara 10 persen hingga 50 persen. Meskipun Washington mencapai kesepakatan perdagangan dengan beberapa negara, termasuk Inggris, Jepang, dan Korea Selatan,” kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat (1/8/2025).
Meskipun Washington mencapai kesepakatan perdagangan dengan beberapa negara, seperti Inggris, Jepang, dan Korea Selatan, negosiasi dengan negara lain masih berlangsung.
Fokus pasar ke depan adalah data ketenagakerjaan utama AS untuk bulan Juli, yang akan dirilis Jumat malam. Perekonomian AS diproyeksikan menambah 110 ribu lapangan kerja pada bulan Juli, sementara Tingkat Pengangguran diperkirakan akan naik menjadi 4,2 persen dari 4,1 persen.
Selain data Nonfarm Payroll (NFP), pasar juga akan mengamati rilis PMI Manufaktur ISM dan indeks Sentimen Konsumen Universitas Michigan (UoM) final.
Dari dalam negeri, pasar merespon negatif setelah rilis data produktivitas manufaktur kembali menunjukkan kontraksi. Hal ini tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia yang berada di level 49,2 pada Juli 2025, di bawah ambang batas 50.
Meskipun kinerja bulan Juli mengalami peningkatan dari bulan sebelumnya yang berada di level 46,9 dan 47,4 pada Mei 2025, tren kontraksi ini berlanjut sejak April 2025 lalu. Kontraksi manufaktur yang terjadi dalam 4 bulan terakhir menunjukkan penurunan output produksi dan anjloknya permintaan baru. Pada saat yang sama, permintaan ekspor baru juga menurun, sementara perusahaan sedang dalam mode pengurangan karyawan dan pembelian.
Selain tekanan permintaan dan produksi, produsen juga menyebutkan tekanan harga yang makin intensif sejak awal semester 2025.
Inflasi biaya tembus ke rekor paling tinggi dalam empat bulan di tengah peningkatan harga bahan baku dan fluktuasi nilai tukar. Kondisi ini juga menunjukkan kepercayaan diri pengusaha menghadapi tahun mendatang berkurang tajam pada bulan Juli, dengan tingkat optimisme berada di tingkat terendah dalam survei.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.510 - Rp16.560 per dolar AS.
(kunthi fahmar sandy)