Saat Pesta Pasar Saham China Sedot Aliran Dana dari Negara Asia Lain
Jual bersih (net sell) investor asing di bursa saham Indonesia mencapai Rp6,68 triliun di pasar reguler dalam sepekan terakhir.
IDXChannel - Rebound tajam di bursa saham China diperkirakan akan menarik minat besar dari investor, yang bergegas memanfaatkan lonjakan harga setelah serangkaian stimulus dari Beijing.
Dana yang sebelumnya meninggalkan pasar China, termasuk ke pasar Jepang dan Asia Tenggara, kini mulai kembali mengalir ke Negeri Tirai Bambu tersebut, memberikan sinyal bahwa kebangkitan pasar saham ini mungkin akan mengguncang dinamika investasi di Asia.
Mengutip Bloomberg, Kamis (3/10/2024), tanda-tanda perubahan telah terlihat, di mana pekan lalu saham-saham di Korea Selatan, Indonesia, Malaysia, dan Thailand mengalami penurunan aliran dana bersih (net outflow) investor asing.
Sebagai informasi, jual bersih (net sell) investor asing di bursa saham Indonesia mencapai Rp6,68 triliun di pasar reguler dalam sepekan terakhir.
Sementara itu, BNP Paribas SA melaporkan, lebih dari USD20 miliar (USD307,80 triliun) telah ditarik dari pasar saham Jepang dalam tiga minggu pertama bulan September.
Pergerakan rotasi ini mungkin menandakan akhir dari kinerja luar biasa saham-saham Asia di luar China, yang sebelumnya diminati oleh investor yang mencari keuntungan lebih tinggi.
Tahun ini, saham-saham Taiwan didorong oleh sektor semikonduktor, sementara saham India melonjak berkat percepatan pertumbuhan ekonominya. Selain itu, penurunan suku bunga Amerika Serikat (AS) juga memberikan dukungan bagi pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
“Kami memangkas posisi long di Asia dan mengalihkan ke saham-saham China,” ujar Eric Yee, manajer portofolio senior dari Atlantis Investment Management di Singapura, dikutip Bloomberg, Kamis (3/10).
“Semua orang melakukan hal yang sama. Pemulihan ini didorong kebijakan dari titik terendah. Kesempatan seperti ini tak boleh dilewatkan,” katanya.
Indeks MSCI China melonjak lebih dari 30 persen dari posisi terendahnya baru-baru ini, Hang Seng Index melonjak 25 persen dan Shanghai Composite Index melambung 17 persen dalam sebulan setelah pemerintah China mengumumkan berbagai kebijakan untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi.
“Kami memperkirakan beberapa investor asing sedang mengurangi alokasi mereka di Jepang dan mulai kembali ke pasar saham China,” tulis para ahli strategi BNP pada Rabu.
Sejatinya, pergeseran ini masih berada pada tahap awal. BNP mencatat, belum ada penarikan dana asing yang signifikan dari India dan produk pasar berkembang di luar China.
Outflow dari Indonesia
Pengamat pasar modal Michael Yeoh mengamini bahwa banyak investor asing beralih (outflow) ke pasar saham China seiring dengan adanya tiga paket stimulus yang diluncurkan.
Saat ini, kata Michael, ketika dihubungi IDXChannel.com, Kamis (3/10), rasio Price to-Earnings (PE) dari Hang Seng Index (HSI) Hong Kong berada di kisaran 7-8 kali, sementara PE Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 17 kali.
Sebagai pengingat, PE atau PER adalah rasio yang mengukur nilai suatu perusahaan dengan membandingkan harga sahamnya terhadap laba bersih per saham, yang sering digunakan untuk menilai apakah saham tersebut murah atau mahal.
Selisih ini menunjukkan, pasar saham China menawarkan valuasi yang jauh lebih menarik.
“Jadi, saat ini semua [dana asing] di bursa Asia pindah ke China,” ujar Michael.
Michael menambahkan, di antara negara-negara Asia, rasio imbal hasil indeks jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (GDP) menunjukkan, China memiliki selisih yang paling signifikan.
Hal ini, katanya, menjadikan China sebagai pasar yang sangat murah berdasarkan fundamental saat ini.
Sejatinya, kondisi ekonomi suatu negara tercermin dari GDP-nya, tetapi hal tersebut tidak selalu berbanding lurus dengan pasar saham.
Ketika pertumbuhan GDP China mengalami penurunan, pasar sahamnya juga ikut turun.
Namun, penurunan di pasar saham tersebut terlalu besar jika dibandingkan dengan penurunan GDP-nya.
Karenanya, kata Michael, dengan adanya tiga stimulus sekaligus, pasar mulai berasumsi bahwa pertumbuhan GDP China akan pulih.
“Dan posisi saat ini bursa china still cheap to be true [masih terlihat sangat menarik dan murah untuk diinvestasikan],” kata Yeoh.
Dampak terhadap RI
Sementara, BRI Danareksa dalam riset pada 30 September 2024, menjelaskan, stimulus pemerintah China diprediksi berdampak positif bagi Indonesia melalui saluran perdagangan, peningkatan aktivitas pariwisata, dan perubahan aliran modal.
Analis BRI Danareksa menulis, ekonomi China yang lebih kuat diharapkan memberikan dampak positif bagi Indonesia, meskipun ada tantangan yang perlu diwaspadai.
Pertama, stimulus fiskal China akan meningkatkan permintaan komoditas global, yang menguntungkan Indonesia sebagai mitra dagang, dengan pangsa ekspor ke China meningkat dari 12 persen pada 2013 menjadi 25 persen pada 2023.
Kedua, meningkatnya kepercayaan konsumen di China dapat mendongkrak sektor pariwisata Indonesia, meskipun kunjungan turis China masih jauh dari angka sebelum pandemi.
Ketiga, prospek ekonomi China yang lebih kuat dapat berdampak negatif pada aliran modal asing ke Indonesia.
Ini mirip dengan situasi akhir 2022 ketika pelonggaran kebijakan nol-COVID menyebabkan arus masuk yang signifikan ke China dan keluarnya arus modal dari pasar saham dan surat utang Indonesia.
“Dalam pandangan kami, gelombang stimulus yang baru ini dapat memiliki dampak jangka panjang, menarik aliran modal yang berkelanjutan ke China,” kata analis BRI Danareksa.
BRI Danareksa berpendapat, gelombang stimulus yang baru ini berpotensi menarik aliran modal yang berkelanjutan ke China, dengan dampak pada pengeluaran konsumen dan harga properti menjadi indikator penting untuk dipantau.
Menurut catatan BRI Danareksa, sejak awal tahun, pemerintah China menunjukkan peningkatan urgensi dalam kebijakan ekonominya.
Mereka mengeluarkan Ultra Long Bond keempat, setelah tiga penerbitan sebelumnya pada tahun-tahun krisis, serta meluncurkan paket stimulus properti senilai CNY300 miliar, tiga kali lipat dari tahun lalu.
Pada Juli, reformasi ekonomi diperkenalkan selama Third Plenum, memungkinkan pemerintah daerah untuk mencari sumber pendapatan baru.
Pada pekan lalu, pemerintah China meluncurkan langkah-langkah stimulus moneter terbesar sejak pandemi Covid-19 untuk menghidupkan kembali perekonomian yang bermasalah.
Stimulus tersebut terdiri dari tiga bagian utama.
Pertama, pemangkasan rasio cadangan wajib (RRR) atau Giro Wajib Minimum (GWM) dan suku bunga kebijakan.
Kedua, penurunan suku bunga hipotek untuk pinjaman rumah yang ada dan pengurangan syarat uang muka untuk rumah kedua.
Ketiga, penciptaan dua alat kebijakan moneter struktural baru untuk mendukung pasar saham, memungkinkan investor institusi meminjam aset likuid dari bank sentral. (Aldo Fernando)