Saatnya Berburu Saham Pilihan November, Analis Soroti Sektor Ini
Memasuki November, pasar mulai memantau tanda-tanda kebangkitan konsumsi domestik.
IDXChannel – Memasuki November, pasar mulai memantau tanda-tanda kebangkitan konsumsi domestik.
Data manufaktur yang menguat, stimulus pemerintah yang digelontorkan, dan dukungan berkelanjutan bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memberi sinyal positif bagi saham-saham konsumer dan ritel menjelang akhir tahun.
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, ada pergeseran minat investor ke sektor konsumsi dan ritel seiring meningkatnya aktivitas manufaktur di Indonesia. “Secara khusus, pada sisa kuartal IV-2025 ini ada shifting ke sektor consumers dan retailers,” ujar Michael, Senin (3/11/2025).
Ia menambahkan, sinyal perbaikan ekonomi juga terlihat dari data S&P Global Indonesia Manufacturing PMI yang mencapai 51,2, menandakan ekspansi aktivitas manufaktur dan meningkatnya daya beli masyarakat.
“Ini pertanda adanya peningkatan aktivitas manufaktur, yang memberikan sinyal bahwa mulai pulihnya permintaan konsumsi masyarakat,” katanya.
Michael juga menyoroti dukungan berkelanjutan dari pemerintah terhadap sektor UMKM. “Di luar dari itu, Menteri Keuangan Purbaya juga memberikan kebijakan yang mendukung sektor UMKM,” ujarnya.
Dari sisi teknikal, ia menyebut sejumlah saham konsumer dan peritel besar mulai menunjukkan tanda pembalikan arah. “Secara teknikal sejumlah saham terlihat mulai mengalami reversal, seperti UNVR, HMSP, MAPI, TLKM,” kata Michael.
Stimulus Pemerintah Dongkrak Prospek Konsumsi
Sementara itu, Indo Premier Sekuritas dalam riset yang terbit pada 22 Oktober 2025 menilai program bantuan sosial tunai pemerintah pada Oktober-Desember 2025 berpotensi mengangkat kembali daya beli masyarakat.
Pemerintah akan menyalurkan bantuan Rp300.000 per bulan kepada 35,4 juta penerima, dengan total anggaran mencapai Rp31,9 triliun. Dana tersebut berasal dari realokasi anggaran yang belum terserap, sejalan dengan arahan Kementerian Keuangan untuk mengoptimalkan belanja negara.
Indo Premier menilai, skema bantuan tunai lebih efektif mendorong konsumsi dibanding bantuan non-tunai seperti diskon listrik pada awal tahun ini.
Pada kuartal I-2025, penjualan barang konsumsi harian hanya tumbuh 3 persen secara tahunan, jauh di bawah rata-rata lima tahun terakhir 8,3 persen. Sebaliknya, ketika pemerintah menyalurkan bantuan tunai tambahan pada 2022, penjualan sektor ini melonjak 8,7 persen.
Dengan adanya bantuan sosial pada kuartal IV-2025 dan momentum persiapan Lebaran 2026 yang jatuh lebih awal, Indo Premier memperkirakan penjualan domestik barang konsumsi akan menguat pada akhir tahun.
Dari sisi margin, tekanan biaya bahan baku diperkirakan mereda. Harga kopi, kakao, gula, dan minyak mentah Brent turun masing-masing hingga lebih dari 20 persen secara tahunan, sementara harga CPO naik tipis 3,8 persen. Penurunan harga komoditas ini dinilai akan membantu margin produsen seperti Kalbe Farma (KLBF) dan Mayora (MYOR), sedangkan kenaikan harga CPO berpotensi menekan margin ICBP, Unilever (UNVR), dan MYOR.
Indo Premier memperkirakan, kombinasi penurunan 5 persen harga kopi, kakao, gula, dan minyak Brent serta kenaikan 5 persen harga CPO dapat mengerek laba 2026 masing-masing sebesar 14,1 persen untuk MYOR dan 6,2 persen untuk KLBF, sementara laba ICBP dan UNVR sedikit tertekan.
Meski valuasi sektor konsumsi kini berada di level menarik, yaitu 13,2 kali P/E forward atau di bawah rata-rata lima tahun terakhir, Indo Premier masih mempertahankan rekomendasi neutral.
Indo Premier menjelaskan, pihaknya menunggu bukti nyata pemulihan daya beli sebelum menaikkan prospek sektor ini. Urutan saham pilihan Indo Premier adalah KLBF, MYOR, ICBP, UNVR, dan SIDO.
Sebelumnya, CGS International Sekuritas Indonesia (CGSI) menilai, dalam riset yang terbit pada 21 Oktober 2025, tambahan stimulus pemerintah senilai total USD1,9 miliar berpotensi mendongkrak konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2025. Bantuan tunai sebesar USD1,8 miliar dan program magang senilai USD97 juta mulai disalurkan sejak 20 Oktober 2025.
Jumlah penerima bantuan tunai meningkat dari 19 juta menjadi 35 juta rumah tangga, mencakup sekitar 140 juta orang. Setiap penerima akan memperoleh total Rp1,5 juta pada kuartal ini, naik dari Rp600 ribu di kuartal sebelumnya. Tambahan bantuan juga akan diberikan kepada 16 juta rumah tangga baru dengan nominal Rp900 ribu per penerima.
CGSI mencatat, selama periode Pemilu 2024, sektor consumer staples dan ritel minimarket seperti Alfamart (AMRT) dan Alfamidi (MIDI) menjadi penerima manfaat utama dari derasnya penyaluran dana pemerintah. Produsen makanan kemasan seperti Cimory (CMRY), Mayora (MYOR), dan Akasha (ADES) juga mencatat pertumbuhan pendapatan berkelanjutan pasca-pemilu.
Berbeda dari periode sebelumnya, ritel menengah-atas seperti Mitra Adiperkasa (MAPI), Aspirasi Hidup Indonesia atau AZKO (ACES), dan Duta Intidaya atau pengelola Watsons Indonesia (DAYA) juga menunjukkan percepatan pertumbuhan, sebagian terdorong oleh momentum Ramadan di awal 2024. Namun, dampak positif itu dinilai masih terbatas pada produk tertentu dan bersifat sementara.
Dengan stimulus besar yang kembali digelontorkan, CGSI memperkirakan sektor consumer staples dan minimarket akan menjadi pemenang jangka pendek, disusul ritel menengah-atas. Efeknya diperkirakan semakin kuat karena bertepatan dengan pergeseran musim Ramadan pada pertengahan Maret 2026, yang berpotensi meningkatkan permintaan barang konsumsi pada akhir tahun.
Meski demikian, CGSI mempertahankan rekomendasi neutral untuk sektor konsumer karena masih adanya tantangan struktural seperti underemployment dan ketimpangan antara pertumbuhan pendapatan dan biaya hidup.
Saham pilihan utama CGSI di sektor ini adalah Unilever Indonesia (UNVR) dengan dividend yield 11 persen hingga paruh pertama 2026, pengelola Alfamart (AMRT) yang diperkirakan membukukan laba di atas konsensus, serta Cimory (CMRY) dengan pertumbuhan laba bersih tahunan rata-rata 11 persen hingga 2027. Saham lain yang disukai mencakup Mayora (MYOR), Indofood CBP (ICBP), dan Mitra Adiperkasa (MAPI).
Namun demikian, CGSI menyebut, risiko yang perlu diwaspadai meliputi potensi PHK lanjutan dan realisasi belanja pemerintah yang lebih lambat dari perkiraan. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.