MARKET NEWS

Saham Bank Besar Tersandung Aksi Ambil Untung

TIM RISET IDX CHANNEL 10/10/2025 10:41 WIB

Saham-saham bank besar melemah pada Jumat (10/10/2025), terseret aksi ambil untung setelah sehari sebelumnya mencatat lonjakan tajam pada Kamis sore (9/10).

Saham Bank Besar Tersandung Aksi Ambil Untung. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Saham-saham bank besar melemah pada Jumat (10/10/2025), terseret aksi ambil untung setelah sehari sebelumnya mencatat lonjakan tajam pada Kamis sore (9/10/2025).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) turun 3,63 persen ke Rp3.720 per unit.

Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) merosot 3,17 persen ke Rp3.970 per unit, sedangkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) melemah 2,73 persen ke Rp4.270 per unit.

Saham bank swasta terbesar, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), juga tak luput dari tekanan dengan penurunan 1,99 persen ke Rp7.400 per unit.

Sehari sebelumnya, sektor perbankan sempat menjadi motor penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menuju rekor tertinggi baru, di tengah derasnya arus keluar (outflow) dari saham-saham konglomerat. Pada Kamis, BBRI melonjak 3,76 persen, BBNI naik 4,06 persen, BMRI menguat 3,29 persen, dan BBCA terapresiasi 2,37 persen.

Meski harga saham bank besar melesat, investor asing tetap mencatat aksi jual bersih dalam jumlah besar. Di pasar reguler, BBCA membukukan net sell sebesar Rp554,30 miliar, BBRI Rp680,02 miliar, BBNI Rp90,49 miliar, dan BMRI Rp74,32 miliar.

IHSG pada Kamis ditutup naik 1,04 persen ke 8.250,90, setelah sempat menyentuh rekor intraday di 8.272,63.

Sepanjang 2025, aliran dana asing yang keluar dari pasar saham Indonesia tergolong besar, mencapai Rp51,69 triliun. Porsi terbesar berasal dari penjualan saham perbankan, dengan BBCA mencatat net sell asing sebesar Rp31,75 triliun secara year to date. Sejak awal tahun, harga saham BBCA telah turun 19,56 persen.

Menariknya, meski investor asing melakukan aksi jual agresif di sektor perbankan, IHSG tetap mampu melanjutkan reli di paruh kedua 2025. Kenaikan indeks ditopang oleh pergerakan saham-saham berkapitalisasi besar milik konglomerat, seperti Grup Barito dan Sinarmas.

NIM Tertekan

Dalam riset yang terbit pada 2 Oktober 2025, Ciptadana Sekuritas mencatat kinerja sektor perbankan per Agustus 2025 masih melemah, terutama akibat tekanan pada net interest margin (NIM).

Laba bersih bank-bank dalam cakupan riset turun 2,8 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp128 triliun sepanjang Januari-Agustus 2025, lebih dalam dari kontraksi 1 persen pada 7 bulan pertama (Januari-Juli 2025).

BBCA tetap menjadi penopang utama dengan pertumbuhan laba 9 persen YoY, menahan penurunan laba bank BUMN besar yang mencapai 6-10 persen YoY. Secara bulanan, laba Agustus turun 10 persen, dipicu pelemahan NIM.

Penurunan paling tajam terjadi pada BMRI sebesar 34 persen secara bulanan (MoM) akibat tekanan biaya operasional. Sebaliknya, BBTN dan BRIS mencatat lonjakan laba masing-masing 116 persen dan 63 persen MoM berkat normalisasi pasca-audit.

Ciptadana menilai tekanan terhadap NIM masih akan berlanjut pada kuartal III-2025.

Likuiditas hasil injeksi belum tersalurkan ke aset produktif. Sementara mulai 5 November, bank-bank BUMN akan menaikkan suku bunga deposito valas menjadi 4 persen per tahun, berpotensi menarik dana dari deposito rupiah di tengah tren penurunan suku bunga.

Dari sisi penyaluran kredit, pertumbuhan dipimpin bank-bank BUMN. BMRI mencatat pertumbuhan kredit 11 persen YoY, melampaui panduan 8–10 persen. BBNI tumbuh 8 persen YoY, sementara BBCA melambat ke 9 persen YoY dari 11 persen bulan sebelumnya.

Tren biaya kredit (CoC) bervariasi. BBRI mencatat lonjakan CoC ke 3,3 persen, sedangkan BMRI turun ke 0,5 persen karena pembalikan provisi. BBCA tetap unggul dengan CoC terendah 0,3 persen.

Ciptadana mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor perbankan, dengan BBCA sebagai top pick di kelompok bank besar dan BBTN untuk small-mid cap. Risiko utama yang perlu dicermati adalah pemulihan NIM yang lebih lambat dari perkiraan serta potensi tekanan kualitas aset.

Peluang Akumulasi?

Penurunan harga saham BBCA sekitar 20 persen sejak awal tahun dinilai DBS Group Research sebagai peluang akumulasi.

Dalam riset terbarunya, analis DBS Muhammad Nurkholis Syafruddin dan Rui Wen Lim menilai potensi perbaikan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) hingga 2026 bisa menjadi pendorong utama kinerja saham, melampaui pertumbuhan kredit, provisi, dan pendapatan nonbunga.

DBS memperkirakan pertumbuhan laba BBCA akan tetap terjaga berkat imbal hasil kredit yang sehat dan basis pendanaan yang kuat. Stabilnya margin bunga bersih (net interest margin/NIM) diperkirakan dapat menahan dampak perlambatan pertumbuhan volume kredit.

Dengan mempertimbangkan fundamental yang solid dan prospek perbaikan NII, DBS mempertahankan rekomendasi buy untuk saham BBCA dengan target harga Rp12.000 per unit. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE