MARKET NEWS

Saham Bank Raksasa Kembali Naik, BBRI Bentuk Gap Up

TIM RISET IDX CHANNEL 28/06/2024 11:00 WIB

Empat saham emiten bank raksasa (big cap) kompak naik pada lanjutan sesi I, Jumat (28/6/2024), melanjutkan rebound sejak Kamis (27/6).

Saham Bank Raksasa Kembali Naik, BBRI Bentuk Gap Up. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Empat saham emiten bank raksasa (big cap) kompak naik pada lanjutan sesi I, Jumat (28/6/2024), melanjutkan rebound sejak Kamis (27/6) usai terkoreksi beberapa hari sebelumnya.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.42 WIB, saham bank BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) memimpin kenaikan, yakni sebesar 3,36 persen ke Rp4.610 per saham.

Secara teknikal, saham BBRI membentuk gap up. Gap up adalah celah kosong dalam grafik teknikal akibat lonjakan tiba-tiba di awal perdagangan.

Dalam khazanah analisis teknikal, gap up berpotensi ditutup, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan menjadi perhatian para trader.

Gap sering kali ditutup atau terisi ketika investor mulai menggali lebih dalam kinerja keuangan perusahaan.

Selain itu, seperti dijelaskan sejumlah sumber, gap juga dapat terisi karena alasan teknikal. Ketika gap terjadi, biasanya tidak ada support atau resistance antara harga baru suatu saham dan harga sebelum gap.

Nilai transaksi tercatat Rp1,2 triliun, tertinggi di bursa siang ini. Volume perdagangan BBRI menjadi tertinggi kedua, yakni mencapai 257,1 juta saham.

Kemarin, saham BBRI menguat 2,06 persen, tetapi investor asing masih mencatatkan jual bersih (net sell) Rp156,46 miliar di pasar reguler. Asing sudah membukukan net sell Rp17,47 triliun sepanjang 2024 di BBRI, jumlah yang sangat besar.

Kabar teranyar, dalam kinerja keuangan bank only (individual) selama lima bulan pertama (5M2024) atau per Mei 2024, BBRI mencatatkan laba bersih Rp21,9 triliun, naik 8,8 persen secara tahunan (year on year/YoY). Pada 4M2024, laba bersih BBRI naik 4,5 persen YoY.

Berdasarkan catatan Trimegah, kinerja BBRI menunjukkan sedikit peningkatan momentum, didorong oleh pertumbuhan pendapatan top-line dan kontribusi dividen dari Pegadaian.

Laba operasional sebelum pencadangan/provisi alias pre-provision operating profit (PPOP) tumbuh sebesar 8,7 persen secara bulanan (MoM).

Pendapatan bunga bersih BRI juga naik sebesar 3,0 persen MoM. Namun, Opex meningkat sebesar 56,3 persen MoM, terutama disebabkan oleh peningkatan beban pegawai (71.6 persen MoM).

Beban pencadangan juga meningkat sebesar 19,0 persen MoM, sehingga menghasilkan peningkatan Laba bersih sebesar 1,6 persen MoM.

Meskipun pertumbuhan bulanan lebih rendah, demikian amatan Trimegah, laba bersih 5M24 BRI masih berhasil meningkat sebesar 8,8 persen YoY.

“Secara keseluruhan, kinerja bulanan BBRI menunjukkan sedikit peningkatan, dengan pertumbuhan pendapatan dan kontribusi Pegadaian yang mendukung laba bersih,” kata analis Trimegah.

Namun, beban pencadangan masih memberikan tekanan pada profitabilitas, sementara pertumbuhan laba (8,8 persen YoY) masih di atas guidance atau panduan manajemen (+0-5% YoY).

Setali tiga uang dengan BBRI, saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga terapresiasi, yakni 2,92 persen.

Demikian pula, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) yang naik 2,18 persen dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga tumbuh 1,28 persen.

Relaksasi Restrukturisasi Kredit

Ada pula kabar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempertimbangkan untuk memperpanjang stimulus restrukturisasi kredit hingga 2025.

Hal tersebut menyusul kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan agar tenggat waktu restrukturisasi kredit akibat COVID-19, yang semula dijadwalkan pada Maret 2024, diperpanjang hingga tahun depan.

Usulan tersebut disampaikan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto setelah menghadiri Sidang Kabinet Paripurna yang membahas masalah perekonomian di Istana Negara, Jakarta, pada Senin (24/6) lalu.

Airlangga menambahkan, langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban perbankan dalam mencadangkan kerugian akibat Kredit Usaha Rakyat (KUR).

“Ke depan, kami memperkirakan CoC (cost of credit/biaya kredit) akan mengalami pelonggaran pada 2H24 [semester II-2024] karena BBRI berencana menerapkan langkah-langkah restrukturisasi untuk meningkatkan kualitas aset,” tulis analis Trimegah.

Cukup berbeda dengan Trimegah, Stockbit Sekuritas menilai, performa BBRI pada 5M24 sebagai hasil yang kurang memuaskan lantaran beban provisi masih membengkak, dengan CoC masih lebih buruk dari guidance manajemen.

“Meski beban provisi membengkak, BBRI masih mencatatkan pertumbuhan Pre-Provision Operating Profit (PPOP) dan laba bersih, tetapi hal tersebut utamanya didorong oleh penerimaan dividen dari anak usaha,” kata analis Stockbit, Kamis (27/6).

Sementara, jelas Stockbit, performa positif dapat dilihat dari dana pihak ketiga (DPK) yang meningkat pesat. Di samping itu, meski beban bunga masih membengkak, realisasinya pada 5M24 terlihat melandai. Peningkatan beban bunga pada Mei 2024 dan 5M24 merupakan yang terendah secara tahunan sepanjang 2024.

Berdasarkan penjelasan BRI Danareksa Sekuritas dalam riset pada 10 Juni 2024, sektor perbankan menghadapi tekanan pada biaya dana (cost of fund/CoF) dan likuiditas, tetapi kualitas aset tetap aman.

Dari pandangan lainnya, Macquarie pada 29 Mei 2024 menulis, saham BBRI menjadi saham yang paling banyak dibahas dalam marketing terbaru mereka di Asia, Amerika Serikat (AS), dan Britania Raya dan Eropa.

“Sebagian besar investor sepakat bahwa koreksi ini adalah peluang,” demikian kata Macquarie, dikutip Jumat (14/6).

Macquarie melanjutkan, masalah kualitas aset pada kuartal I-2024 diperkirakan bersifat sementara. Meskipun, era likuiditas ketat akan tetap berlangsung sepanjang 2024, kata Macquarie, BRI siap menghadapi biaya dana yang lebih tinggi.

Sejurus dengan itu, Macquarie menanggalkan asumsi pemotongan suku bunga dan mengasumsikan beban kredit yang lebih tinggi di 2024, yang mengarah pada penurunan estimasi laba per saham (earnings per share/EPS) selama 2024/2025.

“Kami optimistis dengan pergeseran franchise mikro BRI menuju Kupedes yang lebih berkualitas dan menguntungkan. Meskipun beban kredit mungkin tetap tinggi tahun ini, percepatan hapus buku (write-off) akan mendorong pemulihan yang lebih tinggi dengan dampak netral terhadap keseluruhan laba,” tulis Macquarie.

Ketidakpastian global hingga fiskal dalam negeri serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) juga akhir-akhir ini turut membebani kinerja saham sektor perbankan—dan pasar modal dalam negeri secara umum.  (ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE