MARKET NEWS

Saham DADA ARB 8 Hari di Tengah Aksi Jual Pengendali, Analis Soroti Kerugian Ritel

TIM RISET IDX CHANNEL 22/10/2025 07:35 WIB

Saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) yang sempat mencuri perhatian dengan lonjakan harga fantastis kini berbalik arah.

Saham DADA ARB 8 Hari di Tengah Aksi Jual Pengendali, Analis Soroti Kerugian Ritel. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) yang sempat mencuri perhatian dengan lonjakan harga fantastis kini berbalik arah.

Emiten properti dan real estat ini menjadi sorotan lantaran penurunan tajam yang menghapus euforia kenaikan dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham PT Diamond Citra Propertindo Tbk (DADA) kembali terperosok 13,56 persen ke level Rp51 per unit, tepat di batas auto rejection bawah (ARB) 15 persen, dengan nilai transaksi mencapai Rp130,98 miliar pada Selasa (21/10/2025).

Di kolom offer, antrean jual menumpuk hingga 1,71 juta lot di harga ARB, senilai sekitar Rp8,77 miliar.

Kapitalisasi pasar DADA kini susut menjadi Rp379 miliar. Tekanan jual yang masif membuat saham ini terjerembap ARB selama delapan hari beruntun.

Padahal, belum lama sebelumnya DADA sempat menyentuh Rp240 per unit pada perdagangan intraday 10 Oktober 2025, tepat setelah emiten ini keluar dari papan pemantauan khusus atau Full Call Auction (FCA).

Sebelumnya, DADA masuk papan FCA karena dua alasan: harga rata-rata saham di Pasar Reguler dan/atau Periodic Call Auction berada di bawah Rp51, serta likuiditas yang sangat rendah, dengan nilai transaksi harian rata-rata kurang dari Rp5 juta dan volume di bawah 10.000 saham selama tiga bulan terakhir.

Sejak akhir 2021, saham DADA memang diperdagangkan di bawah Rp51, dan tekanan semakin berat setelah aturan baru bursa diterapkan pada akhir 2023, mendorong harga saham ini semakin terpuruk.

Pada Maret-April 2024, DADA bahkan sempat menyentuh titik terendah di Rp4 per unit.

Namun, mulai Agustus 2025, saham ini mulai bangkit dan melonjak tajam, menembus Rp240 pada 10 Oktober lalu. Lonjakan tersebut membuat kinerja saham DADA sepanjang 2025 sempat meroket ribuan persen, banyak dipicu oleh berbagai rumor pasar yang beredar.

Estimasi Kerugian Ritel

Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, langkah penjualan saham oleh pengendali DADA bisa dibaca sebagai strategi pendanaan yang tak lazim.

“Dari pemaparan Direktur DADA, ini merupakan langkah untuk menjaga stabilitas keuangan dan kelangsungan proyek,” ujar Michael, Selasa (21/10/2025).

Ia menambahkan, cara ini berbeda dari pola pendanaan yang umum digunakan perusahaan lain.

“Maka bisa diasumsikan bahwa pihak company melakukan funding, tapi tidak dengan cara yang sering dilakukan company pada umumnya; baik right issues, bonds issue, OWK, dan lain sebagainya. Tapi, dengan penjualan saham di bursa,” tutur dia.

Di sisi lain, tekanan tajam pada saham DADA membuat banyak investor ritel menanggung kerugian besar.

Ia menjelaskan, sebagian besar investor ritel yang membeli saham ini melalui broker mayoritas ritel mengalami penurunan tajam dalam nilai investasinya.

“Terlihat investor, terutama dari broker, majority retail terlihat rugi besar karena memiliki DADA di average antara Rp102–Rp129, kurang lebih Rp351 miliar,” kata Michael.

Menurut dia, data tersebut dihimpun sejak Agustus hingga 20 Oktober, tepat sebelum saham DADA mengalami reli singkat. Namun, pada harga saat ini di kisaran Rp51 per saham, nilai investasi investor ritel telah menyusut cukup dalam.

“Di harga Rp51, maka ada sekitar Rp196,4 miliar menguap di bursa secara valuasi,” imbuh dia.

Michael menyarankan agar investor yang masih memegang saham DADA meninjau kembali profil risiko dan strategi investasinya. Ia menilai, langkah selanjutnya bergantung pada kebijakan manajemen.

“Untuk kepemilikan saham DADA sendiri bagi investor hanya bisa menunggu apakah manajemen punya kebijakan untuk buyback,” ujarnya.

Namun, ia juga mengingatkan risiko lain jika harga saham bertahan di level rendah.

“Karena jika berada di angka 50 selama tiga bulan dan nilai transaksi di bawah lima juta per hari, maka ada potensi DADA masuk FCA dan bisa turun di bawah 50 sehingga nilai kepemilikan ritel bisa lebih turun lagi.”

Pengendali Kantongi Cuan Berapa?

Berdasarkan data KSEI per 20 Oktober, kepemilikan Karya Permata Inovasi Indonesia terhadap saham DADA tersisa sekitar 2,8 miliar saham atau 37,9 persen, turun dari 4,9 miliar saham (66,1 persen) pada akhir Juli.

Volume penjualan yang tercatat mencapai sekitar 2,305 miliar saham dengan nilai sekitar Rp352 miliar, berdasarkan data broker summary.

Michael menambahkan, bila pengendali ingin membeli kembali saham yang telah dijual itu, biaya yang dibutuhkan akan jauh lebih rendah dari hasil penjualan sebelumnya.

“Jika owner ingin melakukan pembelian balik seluruh 2,305 miliar saham DADA yang sudah dijual, maka di harga Rp50 dibutuhkan modal hanya sekitar Rp115,25 miliar, atau terdiskon sebesar 67,2 persen,” ujarnya.

Ia pun mengulas kemungkinan jika saham DADA masuk ke kategori FCA.

“Secara historis, saham DADA sepanjang 2024 pernah berada di angka Rp4-Rp. Dengan asumsi harga DADA kembali ke angka 9, maka owner bisa melakukan buyback seluruh saham yang dijual dengan modal Rp20,75 miliar saja, atau terdiskon sebesar 94,1 persen,” kata Michael.

Namun, di sisi lain, skenario tersebut juga memperbesar potensi kerugian bagi investor ritel. “Sementara di angka itu, potensial loss value dari ritel investor adalah 323,9 miliar,” demikain Michael menutup analisisnya.

Indikasi Pump and Dump

Sebelumnya, menanggapi ramainya rumor terkait saham DADA, Founder WH Project William Hartanto memberikan pandangannya terhadap pola pergerakan harga saham tersebut.

“Ya. Saya ada perhatikan pola perdagangannya, ada indikasi pump and dump di sini, biarpun distribusi sahamnya tidak terlalu besar,” katanya, Senin (13/10/2025).

Pump and dump, atau lebih populer dengan istilah ‘pompom’ di kalangan investor lokal, merupakan praktik manipulasi pasar yang kerap terjadi pada saham-saham berkapitalisasi kecil atau dengan likuiditas terbatas.

Polanya muncul ketika sekelompok pihak mendorong harga saham naik lewat aksi beli dan sentimen positif, lalu melepas saham tersebut secara bertahap saat minat investor ritel mulai memuncak.

William menilai sentimen negatif semakin menguat setelah muncul data penurunan kepemilikan saham oleh pemilik lama.

“Adanya data tentang pengurangan posisi oleh owner memicu panic selling, dan itu bisa jadi pemicu berakhirnya tren saham DADA,” imbuh dia.

Memang, data bursa menunjukkan PT Karya Permata Inovasi Indonesia cukup aktif melepas kepemilikan sahamnya di DADA, terutama sepanjang Juli–Oktober 2025. Sejak awal Agustus hingga 14 Oktober 2025, Karya Permata tercatat melakukan lebih dari 20 kali aksi jual saham DADA.

Menariknya, meski kerap melepas saham, data KSEI yang dikutip dari Stockbit memperlihatkan Karya Permata juga sesekali melakukan pembelian di tengah tekanan jual, misalnya pada 10, 13, dan 14 Oktober 2025. Tindakan ini terbilang tak lazim mengingat posisinya sebagai PSP.

Kepemilikan Karya Permata pun menyusut dari 4,90 miliar (65,96 persen) menjadi 2,82 miliar (37,90 persen) per 14 Oktober 2025.

William juga merespons kabar target harga fantastis Rp230.000 yang ramai beredar. Dia menegaskan, “Kalau soal target Rp230 ribu itu menurut saya bisa diabaikan, karena target setinggi itu hampir mustahil informasinya sampai ke publik duluan.”

Rumor Bombastis

Sebelumnya, beredar sejumlah rumor tak berdasar di lebih dari sepuluh media online terkait saham DADA.

Beberapa media bahkan menyebut harga saham DADA berpotensi melesat hingga Rp230.000 per saham, didorong rumor masuknya investor asing besar, termasuk Vanguard Group dari Amerika Serikat (AS).

Selain itu, muncul pula rumor mengenai keterlibatan investor asal Jepang yang disebut akan menjadi pintu masuk Vanguard ke pasar Indonesia melalui skema investasi bersama.

Narasi ini kerap dikaitkan dengan rencana proyek besar dan kebijakan pemerintah, sehingga memicu spekulasi tinggi di pasar.

DADA Ungkap Alasan Jual Saham

Dalam keterbukaan informasi pada 20 Oktober 2025, pihak Diamond Citra menjelaskan bahwa penjualan saham oleh pengendali, PT Karya Permata Inovasi Indonesia, selama Agustus 2025 hingga Oktober 2025, merupakan langkah strategis untuk memperkuat struktur permodalan dan memperbaiki arus kas korporasi.

Langkah tersebut juga bertujuan menjaga stabilitas keuangan serta mendukung kelanjutan proyek-proyek yang tengah berjalan.

Manajemen menyebut, dana hasil penjualan saham digunakan untuk memenuhi kewajiban keuangan kepada perbankan, menyediakan modal kerja bagi penyelesaian proyek Apple 3 yang telah memasuki tahap akhir konstruksi dan interior, serta mengembangkan proyek rumah tapak bersama mitra strategis melalui skema kerja sama operasi (KSO).

Perseroan menegaskan, hingga kini tidak ada rencana perubahan pengendalian dalam 12 bulan ke depan. PT Karya Permata Inovasi Indonesia masih menjadi pemegang kendali utama dengan kepemilikan 4,25 miliar saham atau 57,22 persen per 8 Oktober 2025, sementara sisanya dimiliki oleh publik.

Manajemen juga menegaskan tidak ada negosiasi atau rencana aksi korporasi lain yang mengarah pada perubahan pengendalian.

Perseroan berkomitmen menjalankan prinsip keterbukaan informasi dan tata kelola yang baik (GCG), serta akan melaporkan setiap perkembangan material kepada BEI sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebelumnya, DADA menegaskan tidak memiliki informasi atau fakta material yang belum diungkap ke publik terkait volatilitas harga saham perseroan belakangan ini.

Dalam keterbukaan informasi, pada 30 September 2025, manajemen menyatakan tidak mengetahui adanya hal yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan maupun keputusan investasi pemegang saham, sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 31/POJK.04/2015.

Perseroan juga menegaskan tidak ada informasi baru atau fakta material lain sesuai ketentuan Peraturan I-E. Hingga surat tersebut diterbitkan, tidak terdapat kejadian atau kondisi penting yang dapat memengaruhi harga saham maupun kelangsungan usaha perusahaan.

Manajemen menyebut tidak mengetahui adanya aktivitas atau perubahan kepemilikan saham oleh pemegang saham tertentu yang wajib dilaporkan ke OJK.

Sementara itu, dari sisi operasional, perusahaan tengah menjalankan strategi pemasaran dengan melanjutkan proses serah terima unit di proyek Apple 3 dan pembukaan area komersial Plaza Convill. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan bisnis ke depan.

Berdasarkan hasil RUPS dan public expose pada 4 September 2025, pemegang saham utama akan melakukan evaluasi terhadap kepemilikan saham dalam tiga bulan ke depan. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE