Saham INDY-BUMI Cs Menguat di Tengah Lonjakan Harga Batu Bara
Saham emiten tambang batu bara cenderung menghijau di awal perdagangan Senin (7/10/2024) seiring kenaikan harga komoditas energi acuannya.
IDXChannel – Saham emiten tambang batu bara cenderung menghijau di awal perdagangan Senin (7/10/2024) seiring kenaikan harga komoditas energi acuannya.
Menurut data pasar, pukul 09.40 WIB, saham PT Indika Energy Tbk (INDY) menguat 3,54 persen, saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tumbuh 2,68 persen, PT Resources Alam Indonesia Tbk (KKGI) mendaki 2,50 persen.
Kemudian, saham PT ABM Investama Tbk (ABMM) terapresiasi 2,46 persen, saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) terangkat 2,22 persen, PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) bertambah 1,72 persen.
Tidak hanya itu, saham MBAP naik 1,79 persen, DOID 1,42 persen, ADMR 1,33 persen, ADRO 1,31 persen, GEMS 1,03 persen, ITMG 0,96 persen, DSSA 0,66 persen, dan BYAN 0,45 persen.
Diwartakan sebelumnya, harga batu bara Newcastle melesat pada perdagangan Jumat (4/10/2024) pekan lalu, didorong oleh lonjakan harga gas seiring konflik yang meningkat di Timur Tengah dan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan energi yang terus berlangsung.
Selain itu, stimulus pemerintah China juga turut mengerek harga komoditas energi tersebut.
Menurut data Investing.com, kontrak berjangka (futures) batu bara Newcastle naik tajam 5,26 persen secara harian ke USD148,20 per ton pada Jumat.
Dalam sepekan, harga batu bara meningkat 6,05 persen.
Mengutip TradingEconomics, di China, persiapan untuk liburan nasional 1-7 Oktober, penurunan produksi akibat hujan deras, dan peningkatan konsumsi industri semua berkontribusi mendukung harga batu bara.
Sementara itu, India mencatat penurunan 16 persen dalam output energi terbarukan, disertai dengan peningkatan 15 persen dalam pembangkit listrik berbasis batu bara. Di sisi lain, Inggris menjadi negara G7 pertama yang sepenuhnya menghentikan pembangkit listrik berbasis batu bara.
Sebelumnya, Beijing telah menerapkan langkah-langkah stimulus agresif bulan lalu untuk menghidupkan kembali ekonomi yang terpuruk, yang menyebabkan para trader dan investor mengamati tanda-tanda pemulihan.
Reaksi positif di pasar telah dicatat, terutama di indeks saham dan komoditas industri, karena setiap pemulihan ekonomi diharapkan akan meningkatkan aktivitas industri di China.
Analis Saxo Charu Chanana menjelaskan, pada 25 September 2024, langkah-langkah stimulus China dapat memiliki dampak luas di berbagai kelas aset secara global, termasuk komoditas.
Sebagaimana diketahui, China adalah konsumen utama komoditas global, sehingga stimulusnya seringkali meningkatkan permintaan. Komoditas kunci meliputi logam industri dan energi.
Logam Industri macam tembaga, bijih besi, dan aluminium banyak digunakan dalam infrastruktur dan konstruksi.
Kemudian, soal komoditas energi, Chanana menilai, permintaan minyak dan batu bara seringkali meningkat seiring dengan meningkatnya aktivitas ekonomi di China.
Impor batu bara thermal—sumber utama pembangkit listrik dan energi di China—dapat memberikan petunjuk tentang arah pertumbuhan pusat-pusat industri utama di China.
Menurut catatan Global Energy Transition Columnist Gavin Maguire di Reuters, pada Kamis (3/10), China memperoleh sebagian besar batu bara yang digunakan untuk pembangkit listrik dari tambang domestiknya, tetapi mengimpor sekitar 6 persen dari total kebutuhan batu baranya dari Indonesia dan Australia, yang dikirim ke pusat-pusat industri yang tidak terhubung dengan baik ke tambang dalam negeri.
Kota pelabuhan Guangzhou di selatan merupakan hub impor batu bara yang sangat penting, karena secara geografis lebih dekat ke pelabuhan ekspor batu bara utama di Indonesia dibandingkan dengan hub penambangan batu bara utama China di Inner Mongolia.
The Coal Trader dalam catatannya menjelaskan, pasar batu bara termal melonjak tinggi, mengantisipasi peningkatan volatilitas energi akibat konflik yang sedang berlangsung di Timur Tengah.
“Sementara itu, pasar batu bara metalurgi terus mengkonsolidasi setelah kenaikan 30 persen pada paruh kedua September,” tulis The Coal Trader dalam analisisnya, Sabtu (5/10).
Pasar komoditas energi memanas belakangan ini seiring kekhawatiran perang yang meluas di Timur Tengah dapat mengancam pasokan minyak mentah dari Teluk Persia, yang menyumbang hampir sepertiga produksi global.
Israel dan Amerika Serikat sedang membahas serangan balasan terhadap infrastruktur minyak Iran, menurut komentar Presiden AS Joe Biden pada Kamis (3/10), yang dapat memotong ekspor dari negara tersebut. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.