MARKET NEWS

Saham Konglo dan Bank Besar Lagi-Lagi Bebani IHSG

TIM RISET IDX CHANNEL 10/02/2025 11:35 WIB

Saham big cap milik konglomerat dan emiten bank raksasa kembali menjadi pemberat (laggard) kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (10/2).

Saham Konglo dan Bank Besar Lagi-Lagi Bebani IHSG. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Sejumlah saham big cap milik konglomerat dan emiten bank raksasa kembali menjadi pemberat (laggard) kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin (10/2/2025), seperti beberapa hari sebelumnya.

Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 11.19 WIB, IHSG melemah 1,62 persen ke 6.633. Dengan ini, indeks acuan tersebut terkoreksi 4 hari berturut-turut.

Pada Senin, saham milik taipan Prajogo Pangestu menjadi satu di antara laggard utama. Saham BREN jatuh 14,59 persen, CUAN 19,87 persen.

Sebelumnya, MSCI mengonfirmasi, dikutip dari Stockbit Sekuritas, saham BREN, CUAN, dan PTRO tidak akan dimasukkan dalam MSCI Indonesia Investable Market Index pada review indeks Februari 2025. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan analisis dan masukan mengenai potensi kendala investability.

Sontak, kabar dari MSCI tersebut menggegerkan pasar dan membuat saham Prajogo terkena tekanan jual yang besar sejak Jumat (7/2) pekan lalu.

Saham emiten properti big cap milik pengusaha kondang Aguan dan Grup Salim, PANI, juga menjadi beban IHSG, yakni turun sebesar 4,29 persen.

Demikian pula, saham konglomerat otomotif, ASII, yang berkurang 1,72 persen dan saham induk Indomaret DNET milik Grup Salim yang memerah 1,64 persen. Saham batu bara milik Low Tuck Kwong, BYAN, ikut terdepresiasi 0,61 persen.

Selain saham-saham konglomerat, empat saham bank utama juga tertekan. Saham BBCA minus 2,14 persen, BMRI berkurang 1,94 persen, BBRI tergerus 0,99 persen, dan BBNI turun 0,70 persen.

Pasar saham Indonesia, termasuk Asia, terpengaruh kabar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan akan mengenakan tarif tambahan, termasuk pada baja dan aluminium.

Langkah ini berpotensi mendorong inflasi dan membatasi ruang bagi penurunan suku bunga lebih lanjut. (Aldo Fernando)

SHARE