Saham Nikel-Tembaga Berpesta, INCO Melesat 7 Persen
Saham emiten tambang nikel, tembaga, dan timah melonjak pada lanjutan sesi I, Selasa (7/5/2024) seiring harga komoditas acuannya melesat.
IDXChannel – Saham emiten tambang logam nikel, tembaga, dan timah melonjak pada lanjutan sesi I, Selasa (7/5/2024) seiring harga komoditas acuannya melesat.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.51 WIB, saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) memimpin kenaikan dengan persentase 7,69 persen.
Di bawah INCO, saham PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) melompat 3,81 persen dan PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) naik 2,91 persen.
Lebih lanjut, saham PT Timah Tbk (TINS) tumbuh 2,78 persen, PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) terapresiasi 2,66 persen, dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) mendaki 2,14 persen.
Tidak ketinggalan, saham PT PAM Mineral Tbk (NICL) turut menghijau 2,03 persen, HRUM menguat 0,72 persen, dan ANTM 0,33 persen.
Nikel berjangka (futures) melonjak 3,16 persen di kisaran USD19.237 per ton pada Jumat (3/5/2024), kembali mendekati nilai tertinggi dalam 9 bulan terakhir.
London Metal Exchange (LME) sendiri ditutup dalma rangka libur nasional pada Senin (6/5).
Harga nikel sempat anjlok di bawah USD19.000 per ton, menjauh dari nilai tertinggi mencerminkan pelemahan logam non-ferrous lainnya, karena meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah mengurangi daya tariknya sebagai lindung nilai inflasi.
Selain nikel, harga timah juga melonjak 3,27 persen di level USD31.983 per ton pada perdagangan yang sama.
Harga timah juga telah melonjak sebesar USD6.568 per ton atau 25,84 persen sejak awal 2024, menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan komoditas ini. Secara historis, harga timah mencapai titik tertinggi sepanjang masa sebesar USD200.800 per ton pada September 2022.
Sementara, embaga naik di awal perdagangan Asia, Selasa (7/5), di tengah pengetatan pasokan.
Mengutip Dow Jones Newswires, Selasa (7/5), analis ANZ Research dalam sebuah catatan menjelaskan, ketatnya pasar tembaga membebani pabrik peleburan (smelter) China, dengan potensi pemangkasan produksi yang membayangi pasar.
Sementara, laporan berita menunjukkan, pabrik smelter China dapat mulai mengekspor logam olahan untuk mendapatkan keuntungan dari harga LME yang kuat, kata ANZ.
Permintaan tembaga tetap ditopang pertumbuhan yang kuat di sektor-sektor termasuk energi terbarukan (EBT) dan jaringan listrik, tambahnya.
Kontrak tembaga LME bertenor tiga bulan naik 1,8% menjadi USD10.085,50 per ton.
Naiknya Permintaan
Tren kenaikan nikel dan timah tak terbendung akhir-akhir ini imbas ketatnya permintaan terutama untuk kebutuhan pengembangan kecerdasan buatan (AI) dan transisi energi.
Potensi pembelian oleh pemerintah China dan prospek pasokan yang lebih rendah juga memberikan dorongan harga logam ini.
Beberapa sumber melaporkan rencana Administrasi Pangan dan Cadangan Strategis Nasional China untuk membeli pig iron nikel, bahan baku utama baja tahan karat.
Sementara itu, Indonesia, sebagai produsen utama dunia, terus meninjau permohonan kuota penambangan. Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) dan Inggris melarang pengiriman nikel Rusia yang baru diproduksi ke LME dan CME.
Melansir Wood Mackenzie, harga nikel menguat pada bulan Maret karena antisipasi pengetatan pasokan jika Indonesia tidak mendapatkan izin yang mereka perlukan untuk memasok smelter mereka.
“Ketika produk baja tahan karat China mulai meningkat dan pertemuan Dua Sesi meningkatkan segmen kendaraan listrik, terjadi pemogokan yang menghentikan produksi di dua pabrik baja tahan karat besar di Eropa,” jelas Wood Mackenzie.
Macquarie Group memperkirakan harga nikel di LME akan berada di kisaran USD18.000-USD20.000 per ton pada 2024, dengan catatan perkiraan harga telah bergeser ke bawah karena risiko yang terus-menerus muncul di pasar.
Hal ini termasuk prospek ekonomi yang lemah, kelebihan kapasitas nikel yang besar dan potensi penurunan biaya tunai.
Namun, pengumuman penutupan tambang dapat memberikan dukungan terhadap harga.
Lembaga penelitian ini mencatat bahwa harga nikel akan kesulitan untuk naik secara berkelanjutan di atas USD20.000-21.000 per ton selama lima tahun ke depan jika penambahan pasokan Indonesia mencapai tingkat yang direncanakan.
Macquarie mengatakan surplus pasokan nikel global telah berkurang dari 200.000 ton menjadi 158.000 ton sebagai akibat dari rendahnya produksi nikel pig iron di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh penurunan produksi yang disebabkan oleh beberapa produsen dan berkurangnya ketersediaan bijih nikel.
Adapun potensi kapasitas Indonesia pada 2027 diprediksi bisa mencapai lebih dari 5 juta ton/tahun dibandingkan dengan produksi 2022 sebesar 1,45 juta ton dan output dunia sebesar 3,1 juta ton.
Hal ini berarti surplus masih berada dalam perkiraan dasar para analis untuk keseluruhan pasar nikel hingga 2027.
Ewa Manthey, ahli strategi komoditas di penyedia jasa keuangan ING, menyatakan bahwa produsen nikel barat berada dalam posisi yang menantang pembatasan produksi, bahkan ketika mereka melakukan pengurangan produksi.
“Pembatasan pasokan baru-baru ini juga membatasi alternatif pasokan dibandingkan dominasi Indonesia, di mana sebagian besar produksinya didukung oleh investasi China. Hal ini terjadi pada saat AS dan Uni Eropa berupaya mengurangi ketergantungan mereka pada negara ketiga untuk mengakses bahan mentah penting, termasuk nikel,” katanya.
Sementara lembaga Fitch Solutions telah merevisi turun perkiraan harga timah untuk 2024 menjadi rata-rata tahunan sebesar USD26.000 per on dari sebelumnya USD28.000 per ton.
“Ini karena harga memulai tahun ini dari basis yang lebih rendah di tengah berita pelonggaran larangan penambangan di Myanmar. Meskipun penambangan di tambang Man Maw, yang menyumbang hampir seluruh pasokan timah di Myanmar, belum diaktifkan kembali,” kata laporan Fitch Solutions.
Fitch Solutions mencatat, dari sisi konsumsi, data penjualan semikonduktor global juga menunjukkan penurunan permintaan semikonduktor sejak pertengahan tahun 2022 telah mencapai titik terendah, dengan penjualan yang terus meningkat sejak Juli 2023.
“Seiring dengan meningkatnya permintaan timah dari industri semikonduktor, larangan ekspor timah batangan di Indonesia akan berdampak pada penurunan permintaan timah dari industri semikonduktor,” imbuh laporan itu.
Fitch Solutions juga memastikan pasar timah global tetap ketat dalam beberapa bulan mendatang, dan harga tidak jatuh.
“Dalam jangka panjang, harga akan terus berada dalam tren kenaikan karena permintaan tetap kuat dan pasar tetap ketat,” kata laporan tersebut. (ADF)