Saham Rokok Ngebul, Analis Ungkap Proyeksi Harga Baru
Saham-saham emiten produsen rokok kembali mencuri perhatian pasar.
IDXChannel – Saham-saham emiten produsen rokok kembali mencuri perhatian pasar. Di tengah sorotan pemerintah yang tengah menelaah dugaan praktik permainan hingga pemalsuan cukai, pergerakan saham sektor ini kian menjadi sorotan.
Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (17/9/2025), pukul 11.44 WIB, saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) tercatat di level Rp675 per unit, melesat 22 persen dalam sepekan.
Saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) juga melesat 28 persen ke Rp11.325 per unit, sedangkan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) terbang 28 persen dalam periode yang sama.
Tidak ketinggalan, saham produsen tembakau PT Indonesian Tobacco Tbk (ITIC) membukukan kenaikan mingguan tertinggi, yakni hingga 39 persen.
Target Teknikal
Pengamat pasar modal Michael Yeoh menyoroti masalah utama yang selama ini membayangi saham-saham rokok. “Problem dari saham rokok selama ini adalah besarnya cukai dan rokok ilegal yang beredar,” katanya, Rabu (17/8/2025).
Ia menambahkan, “Jika ini dibereskan oleh Menteri Keuangan yang baru, tentunya akan memberikan angin segar bagi emiten ini.”
Michael juga memaparkan pola teknikal pada dua saham rokok besar.
“HMSP memiliki pola double bottom yang akan terkonfirmasi jika melewati angka 675, dengan target ke 800,” ujar Michael.
Sedangkan untuk GGRM, ia menegaskan, “Saham ini sudah terkonfirmasi dengan neckline 10.650, target ke 13.000.”
CGSI soal HMSP
Analis lainnya melihat peluang positif bagi HMSP seiring indikasi kenaikan tarif cukai rokok yang lebih rendah pada 2026.
Dalam riset yang terbit 15 September 2025, CGS International Sekuritas Indonesia (CGSI) menilai kebijakan fiskal baru ini dapat menjadi katalis pemulihan laba HMSP.
Mengacu pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai Rp13 triliun atau 6 persen secara tahunan.
Dari jumlah itu, Rp3 triliun hingga Rp6 triliun dialokasikan untuk penerapan cukai minuman berpemanis.
Dengan porsi tersebut, kata CGSI, tarif cukai rokok diperkirakan hanya perlu naik 3–5 persen pada 2026, jauh lebih rendah dari rata-rata kenaikan 9 persen dalam lima tahun terakhir.
CGSI mencatat, wacana penurunan tarif cukai rokok juga mendapat sambutan positif dari Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa. Dukungan ini meningkatkan peluang terciptanya rezim cukai yang lebih longgar dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Di sisi kinerja, CGSI memproyeksikan laba bersih HMSP berpotensi pulih 16 persen pada 2026 setelah mengantisipasi beban pajak satu kali (one-off) di 2025.
Proyeksi ini mengasumsikan kenaikan tarif cukai 5 persen dan penyesuaian harga jual (ASP) 3 persen. Menurut CGSI, setiap penurunan tarif cukai 1 persen dapat mendongkrak laba bersih HMSP hingga 8 persen. Sebaliknya, setiap kenaikan ASP 1 persen berpotensi menaikkan laba bersih 12 persen pada 2026.
CGSI juga memperkirakan program subsidi pemerintah yang lebih agresif pada paruh kedua 2025 akan menopang daya beli masyarakat. Kondisi ini memberi ruang bagi HMSP untuk melakukan penyesuaian harga yang lebih efektif.
Melihat prospek tersebut, CGSI menaikkan rekomendasi HMSP menjadi “Add” dengan target harga Rp620 per saham, berbasis valuasi 11 kali price-to earnings (P/E) ratio 2026, lebih tinggi dari sebelumnya 10 kali P/E. Valuasi saat ini disebut menarik karena berada di kisaran -2 standar deviasi dari rata-rata lima tahun terakhir.
Dalam kamus CGSI, rekomendasi “Add” berarti saham tersebut diperkirakan akan memberikan imbal hasil total lebih dari 10 persen dalam 12 bulan ke depan.
Namun, CGSI tetap mengingatkan potensi risiko seperti penjualan rokok yang lebih lemah dari perkiraan atau maraknya peredaran rokok ilegal yang dapat menekan kinerja HMSP. Meski demikian, momentum harga saham HMSP diperkirakan tetap solid hingga pengumuman resmi tarif cukai pada kuartal IV-2025.
Pernyataan Purbaya
Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mengkaji dugaan praktik penyimpangan dan pemalsuan dalam pungutan cukai rokok.
Dia menyebutkan, proses pendalaman masih berlangsung sehingga kesimpulan belum dapat diambil.
“Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis mendalam, seperti apa sih cukai rokok itu, katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya?” kata Purbaya usai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto, di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).
Ia mengaku masih mendalami potensi penerimaan negara dari perbaikan sistem cukai, khususnya bila kebocoran seperti cukai palsu dapat diberantas.
“Misalnya, kalau saya bisa beresin, saya bisa hilangin cukai-cukai palsu, berapa pendapatannya. Dari situ kan saya bergerak ke depan seperti apa,” kata dia.
Menurutnya, arah kebijakan lanjutan akan bergantung pada hasil studi dan analisis lapangan. “Tergantung hasil studi dan analisa yang kita dapat dari lapangan,” tutur dia.
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI menggelar rapat kerja bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membahas perkembangan ekonomi terkini dan strategi kebijakan fiskal ke depan.
Dalam pembahasan disebutkan rencana intensifikasi penerimaan termasuk yang berasal dari Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2026 yang tertuang dalam dokumen Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Menanggapi paparan Menteri Keuangan terkait CHT, Anggota Komisi XI DPR RI Harris Turino menyoroti pemberitaan mengenai kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan rokok besar, termasuk adanya kabar bahwa Gudang Garam telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap ratusan karyawannya.
“Berita tentang sulitnya pabrik-pabrik rokok besar, kita harus telusuri benarkah memang Gudang Garam kemudian lay off ratusan karyawannya. Ini ditelusuri, tapi paling tidak akan kelihatan bahwa pabrik-pabrik rokok besar kesulitan,” kata Harris Turino, Jumat (12/9/2025).
Harris menekankan bahwa jika cukai rokok dinaikkan secara agresif pada tahun 2026 mendatang, maka industri rokok dengan produk Sigaret Kretek Mesin (SKM) akan semakin tertekan, bahkan kesulitan untuk menutup biaya produksinya.
“Kalau terjadi kenaikan cukai di tahun depan, apalagi kalau kenaikannya sifatnya adalah agresif maka menyulitkan.
Banyak pihak yang sudah memberikan masukan bahwa untuk seribu perak harga rokok, 760 itu cukai kalau yang mesin. Sehingga kalau dinaikkan 10 persen, berarti dari seribu, 760 menjadi 840. Tidak ada lagi ruang bagi perusahaan-perusahaan sigaret kretek mesin untuk sekadar menutup biaya produksinya,” ujarnya. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.