MARKET NEWS

Saham SSIA Rekor ATH Lagi, Tersengat Sentimen Prajogo-Grup Djarum

TIM RISET IDX CHANNEL 18/07/2025 10:31 WIB

Saham emiten properti PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melambung pada Jumat (18/7/2025) dan mencetak rekor tertinggi baru (ATH).

Saham SSIA Rekor ATH Lagi, Tersengat Sentimen Prajogo-Grup Djarum. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Saham emiten properti PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melambung pada Jumat (18/7/2025) dan mencetak rekor tertinggi baru (ATH) seiring investor merespons positif masuknya unit bisnis milik taipan Prajogo Pangestu dan Grup Djarum.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.17 WIB, saham SSIA melejit 4,17 persen ke level Rp2.750 per unit, usai sempat menembus ATH baru di Rp2.980 per unit.

Belakangan ini, saham SSIA rajin mencetak rekor tertinggi baru seiring munculnya sejumlah katalis positif.

Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai bahwa minat dua taipan terhadap saham SSIA menunjukkan besarnya keyakinan pasar terhadap prospek jangka panjang emiten tersebut.

"Dengan minatnya dua taipan terhadap saham SSIA, yaitu Djarum dan Pak PP [julukan investor ritel untuk Prajogo], menunjukkan besarnya animo terhadap saham ini," ujar Michael, Jumat (18/7/2025).

Menurutnya, aksi tersebut mencerminkan optimisme terhadap pengembangan kawasan industri Subang Smartpolitan yang digarap SSIA.

"Aksi ini dipandang sebagai bentuk kepercayaan kuat terhadap prospek jangka panjang kawasan industri Subang Smartpolitan," katanya.

Michael menambahkan, langkah para investor besar ini juga membawa dampak psikologis yang positif bagi pasar.

"Ini memberi sinyal positif kepada pasar," tuturnya. "Dan mengingat kurang liquid-nya saham SSIA, maka sudah sewajarnya pergerakan volatile ini tercipta."

Sebelumnya, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) milik Prajogo tercatat memiliki sekitar 284,8 juta saham atau setara 6,05 persen kepemilikan di SSIA melalui produk Pengelolaan Dana Nasabah Individu (PDNI) yang dikelola oleh Henan Putihrai Asset Management, tepatnya CAP Fund. Informasi ini muncul dalam data KSEI per 15 Juli 2025, meski nilai transaksi akuisisi saham tersebut belum diungkap.

Mengutip Stockbit, sebelumnya, TPIA sempat tercatat sebagai pemegang saham dengan kepemilikan lebih dari 5 persen di SSIA pada Maret 2025. Namun, perusahaan kemudian menghilang dari daftar tersebut sebelum akhirnya kembali muncul pada pertengahan Juli.

Pada April 2025, Direktur TPIA, Suryandi, sempat menyatakan kepada sebuah media ekonomi-bisnis, dana yang dialokasikan tersebut bertujuan sebagai bagian dari strategi portofolio investasi, bukan untuk mengambil alih kepemilikan saham SSIA secara langsung.

PT Dwimuria Investama Andalan, kendaraan investasi milik Grup Djarum, juga tercatat ke dalam daftar pemegang saham di atas lima persen di SSIA.

Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 4 Juli 2025, Dwimuria menggenggam 5,27 persen saham SSIA atau setara 247,99 juta saham. Sehari sebelumnya, nama Dwimuria belum tercatat dalam data KSEI.

Dwimuria Investama dikenal sebagai pemegang saham pengendali PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan kepemilikan mencapai 54,94 persen.

Perusahaan investasi ini juga memiliki 8,32 persen saham di PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), emiten yang bergerak di bidang menara telekomunikasi, yang juga masih terafiliasi dengan Grup Djarum.

Tak hanya itu, Dwimuria juga tercatat membeli seluruh saham hasil pembelian kembali (buyback) milik PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL). Aksi korporasi ini dilakukan di luar Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 25 Juni 2025.

Sebagai catatan, Dwimuria Investama merupakan perusahaan investasi milik dua orang terkaya di Indonesia, Hartono Bersaudara—Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono.

SSIA dan Proyek BYD di Subang

Proyek kawasan industri Subang Smartpolitan milik SSIA terus menunjukkan progres positif. Dalam riset terbarunya yang dirilis 26 Juni 2025, Ciptadana Sekuritas Asia mengungkapkan bahwa fasilitas baru milik BYD di kawasan tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada Januari 2026.

BYD, produsen kendaraan listrik asal China, akan menempati lahan seluas 108 hektare di Tahap 2 Subang Smartpolitan. Tak hanya itu, BYD juga telah mengakuisisi tambahan lahan di fase yang sama untuk mendukung ekspansi operasionalnya.

Sebelumnya, Subang Smartpolitan telah menyambut tenant pertamanya, PT Sanwa Musen Indonesia, produsen komponen elektronik asal Jepang yang beroperasi di lahan seluas 2 hektare. Di lokasi yang berdekatan, PT Kids Play Indonesia, perusahaan asal China, tengah membangun fasilitas manufaktur seluas 10 hektare dengan total investasi USD60 juta atau sekitar Rp982 miliar.

Ciptadana Sekuritas Asia mencatat, daya tarik kawasan ini terus meningkat, terutama berkat infrastruktur yang berkembang pesat serta biaya tenaga kerja yang lebih kompetitif dibanding kawasan industri lainnya. SSIA menargetkan penjualan lahan mencapai 137 hektare pada 2025, setelah sebelumnya mencatatkan 178 hektare pada 2024. Dari target tersebut, sekitar 120 hektare diharapkan berasal dari Subang Smartpolitan.

Dalam kunjungan ke lokasi, Ciptadana Sekuritas menilai pengembangan infrastruktur di kawasan ini berjalan baik, mencakup pembangunan jalan, jaringan utilitas bawah tanah, serta fasilitas pengolahan air. Kendati demikian, akses logistik masih menjadi tantangan utama. Namun, proyek Jalan Tol Akses Patimban yang sedang berjalan diyakini akan menjadi katalis positif. Jalan tol sepanjang 37,05 km itu ditargetkan beroperasi pada kuartal I-2026.

Setelah tol ini rampung, waktu tempuh dari Subang Smartpolitan ke Pelabuhan Patimban diperkirakan hanya sekitar satu jam, jauh lebih singkat dibanding waktu tempuh saat ini yang mencapai 90 hingga 120 menit. Konektivitas ini diperkirakan akan meningkatkan efisiensi logistik kawasan, sekaligus memberikan keunggulan kompetitif dibanding kawasan industri lain seperti Karawang, yang saat ini membutuhkan waktu sekitar empat jam untuk mengakses Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara.

Meski demikian, Ciptadana Sekuritas memangkas proyeksi pendapatan SSIA untuk 2025 dan 2026 masing-masing sebesar 14,6 persen dan 20,1 persen, menjadi Rp5,48 triliun dan Rp5,59 triliun, akibat perlambatan pencatatan penjualan properti. Namun, dampaknya terhadap NAV dinilai minim.

Riset ini juga memperkirakan sekitar 18 hektare dari total 100 hektare lahan hasil pembelian BYD baru akan diakui pada kuartal III-2025, menyusul pencatatan delapan hektare yang telah dilakukan pada 2024. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

>
SHARE