Sengketa Pajak Rp3 Triliun, Begini Kronologis PGAS dan DJP Kemenkeu
Isu sengketa pajak senilai Rp3 triliun kembali mencuat di pekan pertama Januari 2021 antara PGAS dan DJP Kemenkeu.
IDXChannel - Isu sengketa pajak kembali mencuat di pekan pertama Januari 2021 antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Hal tersebut bermula lantaran pihak Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta agar manajemen PGN menjelaskan ihwal perkaranya melalui Surat Indonesia Stock Exchange Nomor S-08051/BEI.PP2/12-2020 yang diterbitkan pada 23 Desember 2020 lalu.
Melihat hal tersebut, Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengungkapkan bahwa perseroan akan merespon permintaan BEI dengan menceritakan kronologis. Diketahui perusahaan memiliki perkara hukum berupa sengketa pajak dengan DJP atas transaksi tahun pajak 2012 dan 2013 yang telah dilaporkan di dalam catatan laporan keuangan perseroan per 31 Desember 2017 dan seterusnya.
Dalam laporan tersebut terdapat 4 pokok sengketa pajak, pertama, sengketa tahun 2012 berkaitan dengan perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 (PMK) terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi.
Kedua, sengketa pada 2013 berkaitan dengan perbedaan pemahaman atas mekanisme penagihan Perseroan. Pada Juni 1998, perseroan menetapkan harga gas dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 disebabkan oleh melemahnya nilai tukar mata uang Rp terhadap US$ yang sebelumnya harga gas dalam Rp/M3 saja.
"DJP berpendapat porsi harga Rp/M3 tersebut sebagai penggantian jasa distribusi yang dikenai PPN, sedangkan PGN berpendapat harga dalam US$/MMBTU dan Rp/M3 merupakan satu kesatuan harga gas yang tidak dikenai PPN," ujar Rahmat dalam keterangan resmi, Selasa (5/1/2021).
Ketiga, atas sengketa tersebut, DJP menerbitkan 24 surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) dengan total nilai Rp 4,5 triliun untuk 24 masa pajak. Keempat, selain sengketa tersebut, perseroan plat merah juga memiliki dengan DJP untuk jenis pajak lainnya selama periode 2012-2013 melalui penerbitan 25 SKPKB dengan nilai Rp 2,2 miliar.
Akibat dari sengketa tersebut maka perseroan berpotensi berkewajiban membayar pokok sengketa sebesar Rp3,06 triliun ditambah potensi denda. Karena itu, PGN tetap berupaya menempuh upaya-upaya hukum yang masih memungkinkan untuk memitigasi putusan Mahkamah Agung.
Dijelaskan Rachmat, sejalan dengan upaya hukum pada perkara tersebut, perseroan akan mengajukan permohonan kepada DJP terkait penagihan pajak agar dilakukan setelah upaya hukum terakhir sesuai peraturan Perundang-Undangan, sehingga perseroan dapat mengelola kondisi keuangan dan tetap dapat melaksanakan bisnis ke depannya dengan baik, termasuk menjalankan penugasan Pemerintah.
“Sebagai pengelola 96 persen infrastruktur nasional dan 92 persen niaga gas bumi, PGN berupaya terus mendukung visi misi pemerintah untuk mendongkrak konsumsi gas domestik. Hal ini penting untuk menunjang perkembangan ekonomi nasional, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Rachmat. (*)