MARKET NEWS

Soeharto di Balik Dibukanya Kembali Bursa Efek pada 1977

Nia Deviyana 04/08/2023 17:46 WIB

Pada 10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Soeharto.

Soeharto di Balik Dibukanya Kembali Bursa Efek pada 1977. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Presiden ke-2 RI, Soeharto, memiliki peran dalam sejarah hadirnya pasar modal di Indonesia. Sebelum diresmikan kembali oleh Soeharto, pasar modal di Indonesia telah berdiri sejak 1912 dan melewati berbagai era dan pasang surut. 

Pada 10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Soeharto. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Pengaktifan kembali pasar modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. 

Mengutip Buku Pengetahuan Pasar Modal Untuk Konteks Indonesia yang ditulis Sawidji Widioatmodjo, pengaktifan kembali bursa efek oleh Soeharto tak lepas pada kondisi perekonomian yang ditinggalkan di Era Orde Lama. 

Pada masa itu, tingkat inflasi yang cukup tinggi ikut mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang, pasar modal, hingga kurs rupiah. Akibatnya, nominal saham dan obligasi menjadi rendah dan tidak menarik lagi bagi para investor. 

Era Orde Baru

Langkah pertama yang kemudian diambil Soeharto yaitu memulihkan ekonomi ke kondisi normal. Pemerintah terus membuat persiapan khusus untuk membentuk pasar modal.

Namun, perjalanannya mulai dari persiapan memakan waktu yang cukup panjang sampai pasar modal benar-benar diresmikan.

Dimulai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (saat itu masih bernama BNI Unit I) Nomor 4/16 Kep.Dir.Tanggal 26 Juli 1968, dibentuk Tim Persiapan Pasar Uang dan Modal (PUM).

Tim tersebut bertugas mengumpulkan data, memberikan usul kepada Gubernur Bank Sentral untuk mengembangkan pasar modal di Indonesia. 

Setelah tim persiapan PUM melakukan tugasnya dengan baik, tim dibubarkan dan dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep-02/MK/IV/1970 dibentuk Tim Pasar Uang dan Modal yang diketuai Gubernur Bank Sentral yang salah satu tugasnya mengaktifkan kembali bursa efek.

Untuk memenuhi tenaga teknis yang akan mengemban tugas operasional, sebanyak 15 orang pejabat Bank Indonesia dan Departemen Keuangan dilatih di luar negeri, terutama negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina, yang kemungkinan memiliki problem yang sama dengan Indonesia.

Puncaknya, pada 10 Agustus 1977, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1976, pasar modal di Indonesia diaktifkan kembali.

Adapun tujuan pengaktifan kembali pasar modal yaitu:

1. Mempercepat proses perluasan pengikutsertaan masyarakat dalam pemilikan saham perusahaan swasta menuju pemerataan pendapatan masyarakat. 

2. Menggairahkan partisipasi masyarakat dalam penghimpunan dana untuk pembangunan nasional.

3. Mendorong perusahaan-perusahaan yang sehat dan baik untuk menjual sahamnya melalui pasar modal dengan memberikan keringanan-keringanan di bidang perpajakan. 

Pada Era Orde Baru ini, perkembangan pasar modal dibagi menjadi dua periode, yaitu 1977 hingga 1987 dan 1988 hingga 1997. 

Perkembangan pasar modal pada periode pertama relatif kurang memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek.

Fasilitas tersebut meliputi perpajakan (tax holiday), revaluasi aktiva tetap, dan lain sebagainya. 

Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode tersebut juga disebabkan beberapa masalah, yaitu terkait prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi saham, hingga campur tangan pemerintah dalam penetapan harga saham di pasar perdana. 

Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah mengeluarkan deregulasi yang berkaitan dengan pengembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijakan Desember 1987 (Pakdes 1987), Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (Pakto 1988), dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (Pakdes 1988). 

Pakdes 1987 secara umum merupakan proses penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskan beberapa biaya yang sebelumnya dipungut Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek.

Selain itu dibuka pula kesempatan untuk membeli efek bagi pemodal asing maksimal 49 persen dari total emisi. 

Pakdes 1987 juga menghapuskan batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan mengenalkan bursa paralel (over the counter market) sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.

Pakto 1988, ditujukan pada sektor perbankan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Secara garis besar pakto 1988 berisi ketentuan legal lending limit (LLL) dan pengenaan pajak atas bunga deposito. 

Pengenaan pajak ini memiliki dampak positif terhadap pasar modal. Sebab, dengan adanya ketentuan ini berarti pemerintah memberikan perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.

Pakdes 1988 juga memberikan dorongan yang lebih jauh terhadap pasar modal sehingga pemanfaatan dana dari pasar modal sama mudah dan murahnya dengan sumber lainnya. 

Pakdes juga membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.

Itulah tiga momentum yang mengubah pasar modal dari periode 1977 hingga 1987 ke periode 1987 hingga terjadinya krisis moneter di 1997. (NIA)

SHARE