MARKET NEWS

Sri Rejeki Isman (SRIL) Ungkap Penyebab Kinerja Tertekan sejak 2021

Rahmat Fiansyah 25/06/2024 14:00 WIB

PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menyatakan, kondisi industri tekstil terus tertekan dalam beberapa tahun terakhir.

Sri Rejeki Isman (SRIL) Ungkap Penyebab Kinerja Tertekan sejak 2021. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) menyatakan, kondisi industri tekstil terus tertekan dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi tak kondusif tersebut tak hanya terjadi di pasar ekspor, melainkan juga domestik.

Sepanjang 2023, perseroan membukukan rugi bersih USD175 juta. Kerugian itu berkurang sekitar 44 persen dibandingkan tahun 2022 yang mencapai USD396 juta.

Corporate Secretary SRIL, Willy Salam mengatakan, kinerja perseroan terdampak penurunan permintaan di pasar ekspor. Di tingkat global, penurunan penjualan hampir merata terjadi di AS, Eropa, hingga Afrika. Hal ini disebabkan kondisi makro ekonomi dan geopolitik yang mendongkrak inflasi secara global.

"Masyarakat global lebih mengutamakan kepada kebutuhan pangan dan energi," katanya lewat keterangan resmi, Selasa (25/6/2024).

Tak hanya dari sisi permintaan, perseroan juga melihat tantangan dari sisi pengiriman alias logistik. Biaya logistik juga ikut naik, termasuk banyak perusahaan yang menghindari Terusan Suez sehingga jarak tempuh menjadi lebih jauh.

Willy juga menyinggung kondisi domestik yang tak kondusif. SRIL, kata dia, berencana fokus untuk menggarap pasar domestik di tengah lesunya ekspor. Namun, kegiatan impor pakaian ilegal marak terjadi sehingga harganya menjadi tidak kompetitif.

"Dikarenakan tidak membayar pajak seperti halnya Perusahaan domestik yang taat membayar pajak sesuai aturan yang ada," katanya.

Willy menambahkan, SRIL terus mereviu strategi secara berkala sehingga lebih adaptif terhadap dinamika industri. Selain itu, efisiensi dari sisi rantai pasok dan Sumber Daya Manusia (SDM) juga terus dilakukan.

Manajemen optimistis SRIL bisa meningkatkan kinerja keuangan secara bertahap di tahun-tahun mendatang walaupun kondisi perekonomian masih mengalami banyak tantangan setidaknya sampai 2025.

"Keyakinan kami tersebut didasarkan pada kinerja tahun 2023 yang sudah mampu menekan kerugian jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya," kata Willy.

(RFI)

SHARE