Strategi Berbeda Raksasa Minyak Hadapi Tekanan Harga, Exxon dan Shell Pertahankan Buyback Saham
Buyback dan dividen merupakan faktor utama dalam menarik minat investor di industri minyak.
IDXChannel - Laba kuartal pertama perusahaan minyak besar menunjukkan perbedaan yang jelas bagaimana masing-masing perusahaan memposisikan diri untuk menghadapi perlambatan yang dipicu oleh anjloknya harga minyak hingga ke level terendah dalam empat tahun pada April.
Para investor mencermati apakah perusahaan-perusahaan akan memangkas pembelian kembali saham (share buyback), mengingat harga minyak mentah yang lebih rendah akan membuat mereka memiliki lebih sedikit kas untuk mendanai program tersebut.
Buyback dan dividen merupakan faktor utama dalam menarik minat investor di industri minyak.
Produsen minyak asal AS, Exxon Mobil, dan perusahaan berbasis di Inggris, Shell, mempertahankan laju pembelian kembali saham mereka. Sementara itu, dua pesaing utama mereka, Chevron (AS) dan BP (Inggris), menyatakan akan mengurangi buyback pada kuartal kedua.
Perbedaan ini mencerminkan posisi masing-masing perusahaan dalam siklus bisnisnya.
Exxon diuntungkan oleh produksi besar-besaran dari ladang minyaknya di Guyana, yang merupakan temuan minyak lepas pantai terbesar dalam setidaknya satu dekade terakhir.
Sebagai pemain utama di ladang minyak terbesar AS, Permian Basin, serta di Guyana, Exxon meningkatkan produksinya sebesar 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Kedua wilayah tersebut sangat menguntungkan, dan perusahaan tengah berupaya menekan biaya operasional, kata CEO Exxon Darren Woods.
"Di pasar yang tidak pasti ini, para pemegang saham kami bisa yakin bahwa kami dibangun untuk menghadapi situasi seperti ini," kata Woods dalam pernyataan laba kuartal I-2025, dilansir Investing, Sabtu (3/5/2025).
Harga minyak mencatat penurunan bulanan terbesar sejak 2021 pekan ini, karena investor mulai memperhitungkan dampak kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump terhadap ekonomi global dan permintaan bahan bakar yang menyertainya.
Rasio utang bersih terhadap modal Exxon berada di angka 7 persen. Exxon menjadi satu-satunya perusahaan minyak terintegrasi yang tidak menambah utang bersih selama kuartal tersebut, kata Kim Fustier, kepala riset minyak dan gas Eropa di HSBC.
Produksi minyak dan gas Chevron selama kuartal pertama stagnan dibandingkan tahun sebelumnya, karena pertumbuhan di Kazakhstan dan Permian diimbangi oleh hilangnya produksi akibat penjualan aset.
Awal tahun ini, perusahaan mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 20 persen dari total staf sebagai bagian dari upaya menyederhanakan bisnis dan menghemat hingga USD3 miliar.
Chevron juga mencoba masuk ke ladang Guyana melalui akuisisi salah satu mitra minoritas Exxon dalam proyek tersebut, yaitu Hess. Exxon saat ini tengah dalam proses arbitrase terkait kesepakatan tersebut, dengan mengklaim memiliki hak penolakan pertama atas kepemilikan Hess di ladang tersebut.
Exxon membeli kembali saham senilai USD4,8 miliar selama kuartal pertama, menempatkannya di jalur yang tepat untuk memenuhi target tahunan sebesar USD20 miliar.
Chevron menyatakan akan mengurangi buyback menjadi USD2–3,5 miliar pada kuartal ini, turun dari USD3,9 miliar pada Januari–Maret, yang menurut perusahaan mencerminkan kondisi pasar.
"Produksi berbiaya rendah Exxon memberinya ruang untuk mempertahankan program buyback, sementara Chevron menarik diri karena tekanan harga minyak yang lebih lemah," kata kepala pasar modal di perusahaan keuangan Direxion, Jake Behan.
Di Eropa, laba kuartal pertama Shell melampaui ekspektasi analis. Perusahaan menyatakan berencana membeli kembali saham senilai USD3,5 miliar dalam tiga bulan ke depan, melanjutkan program buyback selama 14 kuartal berturut-turut dengan nilai minimal USD3 miliar per kuartal.
BP gagal memenuhi ekspektasi laba, dengan penurunan 48 persen menjadi USD1,4 miliar, dan juga memangkas program buyback-nya dari sekitar USD1,8 miliar menjadi USD750 juta per kuartal.
Setelah hasil yang mengecewakan tersebut, BP diperkirakan bisa melewatkan ekspektasi laba kuartal kedua sebesar 20 persen, kata analis dari RBC Capital Markets, Biraj Borkhataria, dalam sebuah catatan.
“Kombinasi arus kas bebas yang lemah, rasio utang yang lebih tinggi, dan eksekusi strategi yang tidak konsisten membuat kami lebih berhati-hati terhadap BP dibandingkan para pesaingnya," kata dia.
Raksasa minyak asal Inggris ini sedang berada dalam perubahan strategi kembali ke minyak dan gas, setelah upaya yang kurang berhasil untuk bergerak lebih agresif dibandingkan pesaingnya ke arah model bisnis energi rendah karbon.
BP telah tertahan di belakang para pesaing utamanya sebelum penurunan pasar terjadi, menjadikannya target akuisisi yang potensial.
Namun CEO Shell, Wael Sawan, menyatakan pada Jumat bahwa ia lebih memilih membeli kembali saham perusahaannya sendiri daripada mengajukan tawaran untuk BP.
Shell mempertahankan anggaran investasinya di kisaran USD20–22 miliar untuk tahun ini, sementara BP menyatakan akan memotong pengeluaran sebesar USD500 juta, menjadi anggaran USD14,5 miliar.
BP juga mengisyaratkan akan melepas lebih banyak aset, dengan menaikkan proyeksi penjualan asetnya tahun ini menjadi USD3–4 miliar, dari target sebelumnya sebesar USD3 miliar.
(NIA DEVIYANA)