Strategi Gojek Lewat Food Delivery Dorong UMKM RI Bangkit Pasca Pandemi
Gojek dan Asian Development Bank (ADB) meluncurkan hasil joint study yang berjudul Online Platforms, Pandemic, and Business Resilience in Indonesia 2023.
IDXChannel - Gojek dan Asian Development Bank (ADB) baru saja meluncurkan hasil joint study yang berjudul Online Platforms, Pandemic, and Business Resilience in Indonesia 2023.
Dalam riset tersebut, Gojek dan ADB memotret dinamika ekonomi Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia yang harus berjuang menhadapi pandemi Covid-19.
Gojek disebut memiliki peran penting dalam kelangsungan operasional UMKM selama lockdown pandemi yang ketat sepanjang 2020 hingga 2021.
Ini tercermin dari posisi Gojek yang menguasai 43 persen dari pasar pesan-antar makanan senilai USD4,6 miliar di Indonesia pada 2021.
Diketahui startup jasa ride hiling ini memiliki aplikasi layanan pesan-antar makanan GoFood. Melalui aplikasi ini, pedagang UMKM memiliki kesempatan untuk menjual makanan rumahan dan mengirimkannya melalui layanan pesan antar dari driver Gojek.
Riset riset Alvara Research Center yang diterbitkan pada November 2022 lalu, Gofood jadi platform paling laku digunakan para pelaku UMKM Indonesia yang menyentuh 99,3 persen dari total responden.
Sementara, pengguna GrabFood terbanyak kedua dengan presentase 98,8 persen. ShopeeFood harus puas di posisi ketiga dengan presentase mencapai 70,2 persen. Secara umum, Alvara menyebut mayoritas UMKM dalam survei ini menggunakan 3 platform online food delivery (OFD).
Berdasarkan survei yang dilakukan Rakuten Insight, sekitar 75 persen responden di Indonesia menyatakan bahwa GoFood menjadi aplikasi pesan-antar makanan yang paling sering mereka gunakan per April 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dalam riset terbaru Gojek bersama ADB, sejumlah responden yang merupakan merchant GoFood menggunakan hanya platform Gojek mencapai 16,7 persen, sedangkan sisanya menggunakan platform Gojek bersamaan dengan platform lain.
Potensi Bisnis Makanan Online
UMKM merupakan salah satu motor penggerak ekonomi Indonesia. UMKM menyediakan lapangan kerja, menghasilkan pendapatan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di Indonesia.
Pada 2020, sektor UMKM berkontribusi sekitar 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia dan menyediakan sekitar 97 persen dari total lapangan kerja.
Munculnya pandemi Covid-19 dan pembatasan mobilitas menyebabkan kelangsungan hidup banyak UMKM di Indonesia terancam, dan bahkan tak sedikit yang mengalami penutupan sementara, kekurangan uang tunai, dan penurunan pendapatan.
Berbagai strategi dilakukan UMKM untuk bertahan di masa pandemi, antara lain beralih dari penjualan fisik ke digital dengan memasarkan dan menjual produknya melalui platform online.
Studi ini menunjukkan bahwa Gojek telah memungkinkan UMKM meningkatkan visibilitas mereka kepada calon konsumen meskipun ada pembatasan mobilitas dan menjangkau basis pelanggan yang lebih luas selama pandemi ini.
Sebagai informasi, sepanjang 2020, berdasarkan data Momentum Works, total Gross Merchandise Value (GMV) di sektor pesan-antar makanan mencapai USD11,9 miliar di Asia Tenggara, meningkat sebesar 183 persen dibandingkan 2019.
Memasuki tahun kedua pandemi, meskipun tetap kuat, pertumbuhan tahunan GMV sektor pesan-antar makanan hanya naik menjadi 30 persen pada 2021, mencapai USD15,5 miliar.
Pada 2022, total GMV pengiriman makanan di Tenggara Asia mencapai USD16,3 miliar.
Untuk mendukung UMKM, Gojek meluncurkan aplikasi GoBiz. Kehadiran aplikasi ini disebut Gojek mencatatkan sejumlah dampak positif bagi mitra UMKM kuliner.
Di antaranya, selama masa transisi pandemi dari Januari 2021 hingga September 2022 terjadi peningkatan jumlah cabang rata-rata sebesar hampir 30 persen yang dimiliki oleh mitra UMKM kuliner di aplikasi GoBiz.
Sebanyak 1 dari 4 UMKM kuliner yang menggunakan GoBiz berhasil membuka lapangan pekerjaan dengan menambah karyawan baru, terlihat dari tingkat penggunaan fitur peran pegawai di aplikasi GoBiz.
Di sisi lain, riset Morgan Stanley menemukan, setelah meningkat sekitar 50 persen sepanjang 2020 dan 2021, pertumbuhan sektor pengiriman makanan global kembali normal menjadi 4,1 persen pada 2022.
Tren tersebut berlanjut hingga 2023 karena inflasi dan tekanan ekonomi makro lainnya terhadap konsumen. Meskipun pertumbuhan tidak mungkin kembali ke tingkat puncak pandemi, ada beberapa alasan untuk bersikap optimis terhadap sektor ini.
Pertama, perusahaan food delivery berada pada jalur yang tepat untuk melihat laba yang menguntungkan pada 2023 dan 2024, berkat operasional yang lebih efisien dan skala ekonomi yang membaik.
Perusahaan-perusahaan pengiriman terkemuka seharusnya bisa meraih kinerja yang baik, mengungguli perusahaan rintisan (startup) karena pasar menjadi semakin terkonsentrasi di sekitar operator terbesar.
Kedua, terdapat lebih banyak ruang untuk tumbuh, karena sektor ini hanya memanfaatkan sekitar 18 persen pasar pengguna internet global.
“Jangkauan pasar sektor ini tertinggal dibandingkan e-commerce secara keseluruhan, yang memiliki penetrasi sebesar 22 persen pada tahun 2022. Namun, kami memperkirakan pertumbuhan penjualan pesan-antar makanan online akan lebih cepat dalam lima tahun ke depan, untuk mencapai penetrasi 23 persen pada tahun 2026 dibandingkan 26 persen untuk e-commerce,” kata Miriam Josiah, head of Morgan Stanley Research’s European Internet Services. (ADF)