Tak Sesuai Aturan Nasional, Pebisnis Ritel Terganggu Perda KTR
Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mengganggu bisnis ritel disebut tak sesuai aturan nasional dan mengganggu bisnis ritel.
IDXChannel – Meski cukai tembakau tidak dinaikkan, namun terdapat sejumlah persoalan yang menghalangi industri hasil tembakau untuk berkontribusi terhadap penerimaan negara, salah satunya yakni adanya Peraturan Pemerintah (perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang mengganggu bisnis ritel.
Sedikitnya 110 daerah sudah menerapkan perda larangan ini, termasuk salah satunya di Kota Bogor. Wali Kota Bogor Bima Arya menerangkan bahwa kotanya sudah menerapkan hal tersebut sejak 2009.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri menilai Perda KTR Kota Bogor yang disebut-sebut telah disahkan bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Kepala Seksi Wilayah IV B Direktorat Produk Hukum Daerah, Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Wahyu Perdana Putra mengatakan soal perdebatan pelaksanaan Perda KTR. “Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Tidak boleh bertentangan dengan nilai umum dan kesusilaan,” ucapnya saat special dialogue Kebijakan Industri Hasil Tembakau di gedung BEI, Jakarta, pada Senin (17/12).
Bahkan dalam pelaksanaannya, Perda KTR ini menjadi masalah bagi para pelaku usaha. Misalnya, pelarangan pemajangan produk rokok di toko-toko ritel di Bogor. Sehingga penjualan pedagang terganggu.
Lebih dari itu, Perda KTR ini bertentangan dengan peraturan nasional, aturan yang wajib menjadi acuan dalam menyusun perda KTR justru tidak melarang hal tersebut.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Gunawan Baskoro mengatakan, “Peraturan Daerah yang tidak sesuai dengan Peraturan Nasional jelas menimbulkan kebingungan di lapangan. Kami tidak memiliki aturan main yang jelas, karena di level nasional (pemajangan produk rokok) boleh, sementara di level daerah dilarang,” pungkasnya.
Dikatakan Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Haryanto IHT merupakan andalan bagi penerimaan negara.
“Penerimaan negara dari industri mencapai Rp148 triliun, ungkap Nirwala, maka jika industri ini dihapus maka harus duduk bersama semua unsur dan mencari solusi penggantinya bagi penerimaan negara,” kata Nirwala.
Diungkapkan Nirwala, sedikitnya industri ini menyerap tenaga kerja hingga 6,1 juta orang. Hal itu belum termasuk tenaga kerja di sektor lain yang menunjang hal ini dan para pedagang kecil lain. Bisa disebut, industri ini padat karya dan modal. (*)