Teknik Valuasi Saham: Cara Mengidentifikasi Saham Undervalued
Teknik valuasi membantu investor untuk menilai apakah saham tersebut sedang diperdagangkan dengan valuasi yang lebih rendah (undervalued) daripada nilai pasar.
IDXChannel – Berinvestasi dengan gaya value investing (berbasis nilai) mewajibkan investor untuk bisa mengidentifikasi saham yang undervalued alias murah. Ini semata demi bisa menemukan saham yang memiliki potensi keuntungan tinggi.
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi saham yang memiliki potensi keuntungan adalah teknik valuasi saham.
Teknik ini membantu investor untuk menilai apakah saham tersebut sedang diperdagangkan dengan valuasi yang lebih rendah alias murah (undervalued) daripada nilai sebenarnya.
Secara sederhana, teknik valuasi saham adalah metode untuk menilai nilai intrinsik suatu saham.
Nah, nilai intrinsik merupakan estimasi nilai sebenarnya dari suatu saham berdasarkan analisis terhadap faktor-faktor fundamental perusahaan dan prospeknya di masa depan.
Nilai intrinsik, atau nilai wajar berbeda dengan nilai pasar dalam hal yang disebut terakhir lebih dipengaruh oleh dinamika dan emosi pasar.
Contohnya, pada saat orang mengantisipasi efek pandemi Covid-19 terhadap kinerja emiten sektor kesehatan sekitar 2-3 tahun silam, saham farmasi meroket tinggi tetapi tanpa dibarengi oleh peningkatan laba yang sepadan. Saat ini, harga pasar saham tersebut ada yang sudah anjlok 89 persen dibandingkan dari level puncak.
Berbeda, seperti disebut di paragraf sebelumnya, nilai intrinsik lebih dipengaruhi oleh kinerja perusahaan dan prospek pertumbuhan perusahaan di masa depan. Makin tinggi prospek keduanya, makin tinggi pula nilai intrinsik suatu emiten.
Berkaitan dengan itu, tujuan utama dari teknik valuasi saham adalah untuk membandingkan nilai pasar saham (harga saham di pasar) dengan nilai intrinsiknya.
Secara gampang, apabila harga pasar lebih rendah daripada nilai intrinsik, saham tersebut dapat dianggap undervalued. Dan begitu pula sebaliknya, apabila lebih tinggi tinimbang nilai intrinsik disebut overvalued.
Sementara, ketika harga pasar menyamai nilai wajarnya, bisa kita katakan suatu saham emiten sudah wajar.
Ada beberapa metode valuasi saham yang umum digunakan oleh para investor dan analis. Metode-metode tersebut berada di bawah satu payung istilah yang disebut analisis fundamental.
Metode analisis fundamental, berbeda dengan analisis teknikal yang berfokus pada grafik harga dan volume perdagangan saham, melibatkan analisis mendalam terhadap laporan keuangan perusahaan, seperti laporan laba rugi, neraca, dan arus kas.
Investor akan memperhatikan rasio-rasio keuangan, seperti Price-to-Earnings (P/E atau PER), Price-to-Book (PBV), dan imbal hasil dividen (dividend yield) untuk menilai apakah saham diperdagangkan dengan valuasi yang rendah dibandingkan dengan kinerja finansialnya.
PER dan PBV
Ambil contoh rasio valuasi paling populer di dunia saham, yakni rasio P/E atau PER.
Rasio P/E adalah perbandingan antara harga saham dengan laba per saham. Rasio ini mencerminkan berapa kali investor bersedia membayar untuk setiap rupiah laba yang dihasilkan oleh perusahaan. P/E yang rendah dibandingkan dengan pesaing atau industri serupa dapat menunjukkan saham yang undervalued.
Semakin rendah P/E, semakin murah suatu saham. Biasanya aturan umum (rule of thumb) menyebut, saham dengan PER 10-15 kali terbilang murah. Walaupun, tentu perlu dibandingkan pula dengan industri, rerata historis, dan rasio keuangan lainnya.
Contoh saja, saham X diperdagangkan di harga Rp3.100 per saham. Laba per saham (earnings per share/EPS) emiten tersebut sekitar Rp333. Ini artinya, apabila harga saham dibandingkan EPS, maka angka PER saham tersebut 9,3 kali.
Bila menggunakan rule of thumb, angka tersebut bisa disebut murah. Begitu pula, jika melihat rerata industri, katakanlah memiliki PER 18 kali, ini artinya saham X undervalued.
Selain P/E, yang termasuk metode berbasis multiples atau relatives (membandingkan dengan kinerja perusahaan sejenis), PBV juga kerap dipakai sebagai tambahan acuan investor untuk menemukan saham undervalued.
Rasio PBV membandingkan harga saham dengan nilai buku (nilai ekuitas) per lembar (BVPS). Angka BVPS sendiri didapatkan dengan membagi total ekuitas dengan jumlah lembar saham yang beredar.
Seperti PER, semakin rendah angka PBV, semakin murah pula suatu saham.
Di samping PER dan PBV, ada beberapa rasio multiples lainnya, salah satunya price-to sales (PSR), membandingkan harga saham dengan penjualan per lembar saham.
Metode yang lebih canggih juga kerap digunakan oleh analis dan praktisi dalam mengidentifikasi saham undervalued. Salah satu metode tersebut adalah Discounted Cash Flow (DCF).
Metode DCF melibatkan proyeksi arus kas masa depan dari perusahaan dan penghitungan nilai sekarang dari arus kas tersebut dengan menggunakan tingkat diskonto.
DCF mempertimbangkan nilai waktu dari uang dan memberikan pandangan tentang nilai intrinsik suatu saham berdasarkan potensi arus kas di masa mendatang.
Ilustrasi sederhana soal DCF sempat ditulis oleh Budiman (2020). Kira-kira begini. Andai si A mempunyai deposito di bank sebesar Rp100 juta dan mendapatkan bunga 5 persen per tahun.
Pertanyaannya, berapa bunga yang akan didapatkan si A setiap tahun? Jawabannya: si A akan memperoleh bunga sebesar Rp5 juta per taham (dari Rp100 juta dikali 5 persen).
Nah, bagaimana kalau pertanyaannya kita balik. Jika si A mau mendapatkan pendapatan dari bunga deposito sebesar Rp10 juta per tahun, dengan tingkat bunga 5 persen per tahun, berapa besaran deposito yang harus diinvestasikan oleh si A?
Jawabannya: si A harus menaruh duit sebesar Rp200 juta di deposito. Angka ini didapat dengan cara membagi Rp10 juta dengan 5 persen.
Berdasarkan ilustrasi di atas, bunga Rp10 juta tersebut adalah arus kas (cash flow) yang didapatkan si A dari investasi di instrumen deposito. Sedangkan, 5 persen merupakan discount rate alias tingkat diskonto dan Rp200 juta adalah valuasi dari aset deposito si A.
Jadi, formula gampangnya: Valuasi = arus kas/tingkat diskonto
Nah, di dunia investasi saham, cash flow yang didapatkan seseorang berasal dari dividen.
Contohnya begini, masih mengutip Budiman (2020), sebuah perusahaan ABC membagikan dividen Rp500 per saham setiap tahunnya dan tingkat diskonto yang kita tentukan sebesar 10 persen.
Untuk menghitung berapa valuasi dari saham tersebut, sama seperti hitungan di atas, yakni dengan membagi cash flow (berupa dividen per tahun) dengan tingkat diskonto.
Perhitungannya begini: Valuasi saham = Rp500 per lembar ÷ 10 persen
= Rp5.000 per lembar saham
Ini artinya, nilai wajar saham perusahaan tersebut adalah sebesar Rp5.000 per saham.
Tentu saja, ilustrasi di atas hanyalah versi sederhana dari DCF. Untuk mempelajari lebih jauh DCF, bisa membaca karangan Budiman (2020) atau sejumlah buku teknik valuasi lainnya.
Identifikasi Saham Undervalued
Mengidentifikasi saham undervalued melibatkan analisis mendalam terhadap perusahaan dan aspek-aspek fundamental yang mempengaruhi valuasi saham.
Seiring dengan itu,sejumlah langkah yang dapat diambil untuk mengidentifikasi saham undervalued melalui teknik valuasi saham adalah:
- Analisis Laporan Keuangan
Melakukan analisis mendalam terhadap laporan keuangan perusahaan untuk memahami kinerja finansial, pertumbuhan pendapatan, dan keuntungan.
Membandingkan rasio-rasio keuangan dengan pesaing dan industri dapat memberikan gambaran apakah saham diperdagangkan dengan valuasi yang rendah.
- Membandingkan dengan Rasio Historis
Membandingkan rasio valuasi saat ini dengan rasio historis perusahaan dapat membantu mengidentifikasi apakah saham sedang diperdagangkan di level valuasi yang lebih rendah dari biasanya.
- Analisis Industri dan Pasar
Menganalisis industri tempat perusahaan beroperasi dan membandingkan valuasi saham dengan pesaing di industri yang sama dapat membantu menilai apakah saham memiliki potensi pertumbuhan yang belum terefleksi dalam harga pasar.
- Menggunakan Beberapa Metode Valuasi
Sebaiknya menggunakan beberapa metode valuasi untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang nilai intrinsik saham. Jika beberapa metode valuasi mengindikasikan bahwa saham undervalued, ini dapat menjadi tanda positif.
Singkat kata, teknik valuasi saham adalah alat yang berguna bagi investor untuk mengidentifikasi saham yang undervalued.
Penggunaan metode-metode valuasi yang beragam dan analisis mendalam terhadap faktor-faktor fundamental perusahaan dapat membantu investor dalam membuat keputusan investasi yang lebih informan.
Namun, perlu diingat bahwa valuasi saham bukanlah ilmu pasti, dan faktor-faktor eksternal juga dapat mempengaruhi harga saham. Oleh karena itu, diversifikasi dan pemahaman menyeluruh tentang pasar modal tetap penting dalam mengambil keputusan investasi. (ADF)