Tembaga Jadi Indikator Penting Ekonomi Global
Harga tembaga berjangka (futures) di London Metal Exchange (LME) dalam tren menguat di tengah ketatnya pasokan dan permintaan yang diprediksi menguat.
IDXChannel - Harga tembaga berjangka (futures) di London Metal Exchange (LME) dalam tren menguat di tengah ketatnya pasokan dan permintaan yang diprediksi menguat.
Menurut Bloomberg, harga tembaga naik 0,4 persen menjadi USD10.003 per ton pada Senin (29/4/2024), melanjutkan tren kenaikan selama lima pekan ke belakang.
Sebelumnya, tembaga membukukan kenaikan 1,02 persen di level USD9965,5 per ton, pada perdagangan Jumat (26/4).
Kinerja tembaga kembali ke level tertinggi dalam hampir dua tahun karena pengetatan pasokan di pasar mendorong performa harga.
Sepanjang 2024, harga tembaga sudah naik 18 persen jika dibandingkan dengan harga per 29 Januari 2024 di level USD8.475 per ton. Harga tembaga kini semakin mendekati level tertinggi sejak Maret 2022. (Lihat grafik di bawah ini.)
Analis di lembaga keuangan terkemuka Citi yakin bullish pasar tembaga kedua sedang berlangsung di abad ini, kira-kira 20 tahun setelah siklus pertama.
Citi memperkirakan harga tembaga akan lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang, rata-rata USD10.000 per ton pada akhir tahun dan naik menjadi USD12.000 pada 2026.
Saking berharganya logam metal ini, perlombaan mengembangkan bisnis tembaga juga tiada henti terjadi.
Baru-baru ini, raksasa tambang BHP mengajukan proposal senilai USD39 miliar atau sekitar Rp633 triliun untuk membeli pesaingnya Anglo American.
Jika berhasil, BHP akan menjadi produsen tembaga terbesar di dunia dengan pangsa pasar sebanyak 10 persen. Meski, tawaran tersebut dikabarkan akhirnya ditolak oleh Anglo American.
Indikator Penting Ekonomi Global
Posisi tembaga teramat penting dalam perekonomian sebagai salah satu economic leading indicator.
Melansir riset CME Group di Reuters, tembaga teramat berharga karena penggunaannya di banyak sektor. Tembaga juga dipandang sebagai indikator utama kesehatan perekonomian.
Berikut lima alasan mengapa tembaga dianggap sebagai indikator utama perekonomian:
- Permintaan Industri
Tembaga merupakan komponen kunci dalam berbagai aplikasi industri, seperti konstruksi, elektronik, transportasi, dan manufaktur.
Oleh karena itu, perubahan permintaan tembaga dapat mencerminkan perubahan aktivitas industri dan memberikan wawasan mengenai kesehatan perekonomian.
Misalnya, selama periode ekspansi ekonomi, peningkatan permintaan tembaga mungkin mengindikasikan peningkatan produksi industri dan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, penurunan permintaan tembaga mungkin mengindikasikan perlambatan aktivitas industri dan potensi perlambatan ekonomi.
“Bagaimanapun, ia digunakan hampir di mana saja – di rumah dan di pabrik, di bidang elektronik dan pembangkit listrik. Dan dalam beberapa tahun terakhir, peran tembaga dalam meningkatkan produksi kendaraan listrik semakin meningkatkan permintaan logam tersebut,”kata Scott Bauer, penulis laporan tersebut.
Secara khusus, China merupakan pembeli tembaga terbesar dunia dan sedang mengalami pemulihan ekonomi sepanjang tahun ini.
Ini terlihat dari data impor bijih tembaga China sepanjang 2023 mencapai rekor tertinggi sebesar 27,54 juta ton, naik 9,1 persen dari 2022.
Impor tembaga mentah China juga melonjak sebesar 2,6 persen selama Januari-Februari 2024, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, mencapai 902.000 metrik ton dibandingkan tahun sebelumnya.
- Belanja Konstruksi dan Infrastruktur
Tembaga banyak digunakan dalam proyek konstruksi dan infrastruktur, termasuk kabel listrik, pipa ledeng, serta jaringan komunikasi dan transportasi.
Oleh karena itu, perubahan permintaan tembaga dapat memberikan indikasi belanja konstruksi dan infrastruktur, yang merupakan pendorong penting pertumbuhan ekonomi.
Meningkatnya permintaan tembaga mungkin menandakan belanja konstruksi dan infrastruktur yang lebih tinggi, sementara penurunan permintaan tembaga mungkin mengindikasikan berkurangnya aktivitas konstruksi dan infrastruktur.
- Sinyal Perdagangan dan Manufaktur Global
Tembaga adalah komoditas yang diperdagangkan secara global, dan perubahan harga tembaga dapat mencerminkan pergeseran dalam aktivitas perdagangan dan manufaktur global.
Misalnya, peningkatan permintaan tembaga mungkin menunjukkan aktivitas manufaktur yang lebih tinggi karena digunakan dalam produksi berbagai barang.
Demikian pula, penurunan permintaan tembaga mungkin mengindikasikan berkurangnya aktivitas manufaktur, yang dapat menjadi indikator utama perlambatan ekonomi.
- Indikator Inflasi dan Kebijakan Moneter
Harga tembaga juga diawasi secara ketat oleh pembuat kebijakan sebagai indikator inflasi dan kebijakan moneter.
Tembaga sering digunakan sebagai lindung nilai terhadap inflasi karena korelasi historisnya dengan perubahan harga konsumen.
Meningkatnya harga tembaga mungkin menandakan potensi tekanan inflasi, yang dapat mendorong bank sentral untuk memperketat kebijakan moneter, seperti menaikkan suku bunga.
Sebaliknya, penurunan harga tembaga mungkin menunjukkan adanya tekanan deflasi, yang dapat mendorong bank sentral untuk menerapkan kebijakan moneter yang bersifat stimulatif, seperti menurunkan suku bunga.
- Logam Pendukung Transisi Energi
Selain itu, peran tembaga juga teramat penting dalam mendorong transisi energi menuju zero karbon.
“Untuk mencapai net-zero, kita akan membutuhkan tembaga dalam jumlah besar, dan kita memerlukan terobosan ntuk meningkatkan pasokan," kata Bernard Dahdah, analis komoditas senior di Natixis SA.
Namun, gangguan pertambangan dan pengilangan yang mengakibatkan berkurangnya pasokan, tembaga yang menyebabkan persediaan rendah hampir di semua tempat di dunia.
Menurut laporan perusahaan riset CRU Group, produksi tambang tembaga yang saat ini beroperasi akan turun tajam pada tahun-tahun mendatang.
Pada Maret, pabrik peleburan tembaga China yang memproses lebih dari separuh pasokan logam merah dunia, memulai pengurangan produksi untuk mengatasi kekurangan bahan mentah dalam negeri.
Lembaga keuangan Morgan Stanley memperkirakan produksi tembaga yang ditambang akan turun 0,7 persen tahun ini.
Sementara itu, data dari London Metal Exchange per 21 April 2024 menunjukkan persediaan tembaga turun menjadi 56.000 ton, jumlah terkecil sejak tahun 2005.
Selain itu, Codelco Copper Mining milik negara Chile mengatakan produksi pada 2023 diperkirakan turun sebanyak 7 persen, setelah penurunan 10,6 persen pada 2022.
Meskipun permintaan tembaga mempunyai korelasi langsung dengan aktivitas ekonomi, tetapi hal ini belum menjadi indikator utama kinerja pasar saham.
Selama 40 tahun terakhir, sebenarnya terdapat korelasi terbalik antara harga tembaga dan imbal hasil S&P 500, yang merupakan indeks dengan banyak perusahaan sektor riil.
Contoh paling jelas dari korelasi terbalik ini terjadi antara awal 2011 dan awal 2016. Selama lima tahun tersebut, tembaga turun hampir 60 persen, dan S&P 500 hampir dua kali lipat dalam empat tahun berikutnya.
Meskipun korelasi keseluruhannya berbanding terbalik, namun korelasinya tidak stabil seiring berjalannya waktu. (ADF)