Tenaga Baru Saham Bank Besar, Tren Positif Berlanjut?
Saham emiten perbankan besar kompak menguat pada perdagangan Rabu (29/10/2025), menjaga momentum awal tren pemulihan jangka pendek.
IDXChannel - Saham emiten perbankan besar kompak menguat pada perdagangan Rabu (29/10/2025), menjaga momentum awal tren pemulihan jangka pendek.
Data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memimpin penguatan dengan lonjakan 3,93 persen ke level Rp8.600 per saham, disertai aksi beli bersih (net buy) investor asing senilai Rp976,47 miliar di pasar reguler.
Dalam sepekan terakhir, harga BBCA naik 4,88 persen, bahkan melesat 12,79 persen dalam sebulan. Meski begitu, sepanjang 2025 saham ini masih turun 8,38 persen secara year to date (YtD).
Saham bank pelat merah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga menanjak 3,10 persen ke Rp4.650 per saham dengan net buy asing sebesar Rp237,50 miliar. Dalam sepekan, BMRI naik 7,39 persen dan menguat 5,20 persen dalam sebulan, meski masih terkoreksi 10,21 persen sejak awal tahun.
Sejalan dengan itu, saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) turut ditutup menguat masing-masing 1,60 persen ke Rp4.440 dan 1,04 persen ke Rp3.890 per saham, menegaskan sinyal penguatan serempak di saham-saham perbankan utama.
Rapor Keuangan Teranyar
Sejumlah bank besar Tanah Air menunjukkan ketahanan kinerja di tengah tantangan ekonomi global sepanjang sembilan bulan pertama 2025. BBCA menjadi yang paling menonjol dengan pertumbuhan laba bersih konsolidasi sebesar 5,7 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp43,4 triliun.
Kenaikan laba tersebut ditopang oleh pendapatan usaha yang naik 6,9 persen yoy menjadi Rp85,2 triliun. Pendapatan bunga tumbuh 5,2 persen menjadi Rp63,9 triliun, sedangkan pendapatan non-bunga melonjak 12,4 persen menjadi Rp21,4 triliun.
Laba usaha sebelum pencadangan (PPOP) naik 7,9 persen yoy menjadi Rp57,3 triliun, berkat pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan beban operasional.
Analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi, menilai kuatnya pertumbuhan dana murah (CASA) menjadi kunci profitabilitas BBCA.
Sementara itu, analis KB Valbury Sekuritas, Akhmad Nurcahyadi, menambahkan bahwa BBCA berhasil menjaga margin bunga bersih (NIM) di tengah tekanan biaya dana dan likuiditas.
BMRI juga membukukan kinerja kuat dengan laba bersih Rp37,7 triliun hingga kuartal III-2025. Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri, Novita Widya Anggraini, menyebut pencapaian ini mencerminkan kuatnya fundamental dan ketepatan strategi bisnis perseroan.
Bank Mandiri mencatat laba usaha sebelum pencadangan (PPOP) sebesar Rp61,9 triliun dan total aset mencapai Rp2.563 triliun.
Sementara itu, BBNI melaporkan laba bersih konsolidasi sebesar Rp15,12 triliun, turun 7,32 persen yoy dari Rp16,43 triliun. Meski demikian, pendapatan bunga BNI tetap tumbuh 4,77 persen menjadi Rp51,16 triliun, mencerminkan aktivitas intermediasi yang masih solid di tengah perlambatan ekonomi.
Prospek Sektor
Secara umum, Indo Premier Sekuritas mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor perbankan dalam riset yang dirilis pada 8 Oktober 2025. Analis menilai valuasi saham-saham bank saat ini sudah berada di level menarik sehingga potensi penurunan dinilai terbatas.
Meski demikian, Indo Premier mencatat katalis positif bagi sektor ini masih terbatas. Beberapa faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga deposito berdenominasi dolar AS serta kebijakan pemerintah terkait pembentukan koperasi desa dan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) perumahan, dinilai berpotensi menekan sentimen jangka pendek.
Indo Premier memperkirakan biaya dana (cost of fund) akan berangsur turun pada paruh kedua 2025, yang dapat memperbaiki margin bunga bersih perbankan. Kendati demikian, potensi revisi kinerja laba untuk kuartal ketiga tahun ini diperkirakan terbatas.
Dalam laporannya, Indo Premier menetapkan BBNI dan BBTN sebagai saham pilihan utama. Keduanya dinilai menjadi penerima manfaat terbesar dari penurunan biaya dana.
Namun, Indo Premier juga mengingatkan risiko utama bagi sektor ini berasal dari potensi memburuknya kualitas aset, yang dapat menekan profitabilitas jika tidak diantisipasi dengan baik. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.