Tepatkah Berhenti Menabung Saat Berinvestasi Saham? Ini Jawabannya untuk Generasi Milenial
Kaum milenial cenderung memilih investasi dibandingkan menabung. Salah satu investasi yang digemari yaitu membeli saham di pasar modal.
IDXChannel – Masyarakat Indonesia cenderung memilih menabung dibandingkan membeli saham. Hingga terdapat penggalan lirik lagu berbunyi “Bang Bing Bung Yuk, Kita Nabung”.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, kaum milenial cenderung memilih investasi dibandingkan menabung. Salah satu investasi yang digemari yaitu membeli saham di pasar modal.
Lalu muncul sebuah pertanyaan, apakah jika sudah berinvestasi tidak perlu menabung lagi?
Jawabannya tentu salah. Hal ini karena menabung tetap dibutuhkan sebagai sarana penyimpanan untuk mencukupi kebutuhan jangka pendek dan menengah. Sementara dana yang diinvestasikan pada instrumen investasi, seperti saham, dialokasikan hanya untuk kebutuhan jangka panjang.
"Oleh karena itu, langkah pertama ketika seseorang memiliki penghasilan, alokasikan sekurang-kurangnya sebesar 30% untuk tabungan di bank. Sementara itu, sebanyak 70% dapat digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari dengan tetap mengalokasikan 6-12 kali dari gaji atau pengeluaran untuk dana darurat (emergency fund)," kata Kepala Perwakilan Bursa Efek Indonesia (BEI), M Pintar Nasution, Jumat (26/8/2022).
Sesuai dengan namanya, kata Pintor, dana darurat ini digunakan ketika ada keadaan darurat pada masa mendatang. Lalu jika uang yang ada di bank besarnya sudah mencapai 6-12 kali dari biaya hidup satu bulan, barulah kita bisa menggunakan kelebihan dananya untuk membeli proteksi (asuransi) dan jika sudah lebih bisa mulai berinvestasi di pasar modal dengan membeli saham atau reksa dana.
"Setiap jenis investasi memiliki risikonya masing-masing. Terutama investasi saham yang dapat dikategorikan memiliki risiko yang tinggi. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk berinvestasi, ada baiknya seorang investor memiliki tujuan atau rencana keuangan pada jangka panjang," pungkasnya.
Sebagai contoh, jelas Pintor, tujuan investasi dalam 10 atau 20 tahun ke depan adalah untuk mempersiapkan biaya pendidikan anak atau membeli rumah. Misalnya, harga rumah yang ingin dibeli saat ini adalah Rp1 miliar. Jika seseorang mampu mengumpulkan Rp100 juta per tahun, rumah tersebut dapat diperoleh dalam waktu 10 tahun.
Namun, jika hanya dengan mengandalkan metode menabung, target tersebut akan sulit terealisasikan karena adanya inflasi yang berpotensi meningkat dalam kurun waktu 10 tahun dan menyebabkan harga rumah tersebut melambung. Oleh karena itu, dengan berinvestasi, investor dapat melindungi harta yang dimiliki dari penurunan nilai akibat inflasi, mewujudkan target tersebut, dan mencapai tujuan keuangan di masa depan.
Menurut ilmu perencanaan keuangan, dari 30% dana yang awalnya ada di tabungan, jika sudah melebihi angka kebutuhan emergency fund, sebanyak 10% dapat dialokasikan untuk kebutuhan jangka pendek dan tetap ada di tabungan, lalu sebesar 10% untuk kebutuhan jangka menengah, dan sebesar 10% dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan jangka panjang yang bisa dialokasikan pada produk-produk pasar modal.
"Yang perlu diingat, terang Pintor, bahwa evaluasi secara berkala penting untuk dilakukan. Misalnya, setiap enam bulan sekali, setiap investor perlu memantau portofolio masing-masing, agar komposisi dananya tetap terjaga dan berada dalam kondisi yang sehat," ujarnya.
(FRI)