Terdampak Goyahnya Ekonomi AS, Kalbe Farma (KLBF): Kita Happy
KLBF telah memiliki anggaran khusus yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menambal potensi kerugian kurs dari aktifitas impor bahan baku yang dilakukan.
IDXChannel - Perekonomian global tengah diramaikan oleh kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) yang tengah di ambang gagal bayar obligasi.
Kondisi ini terbukti melemahkan nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara-negara di dunia. Tak terkecuali rupiah milik Indonesia.
"Kalau kondisi sekarang (ketika rupiah menguat) tentu kita happy, karena produk kita banyak juga yang ekspor," ujar Direktur Utama KLBF, Vidjongtius, Rabu (3/5/2023).
Dengan kondisi nilai tukar rupiah yang menguat, aktifitas ekspor tentu menjadi lebih menguntungkan lantaran pada umumnya aktifitas transaksi ekspor dilakukan menggunakan mata uang global, dalam hal ini dolar AS.
"Ekspor kita boleh dibilang nomor satu di ASEAN. Kami bisa klaim bahwa meski Kalbe Farma itu memang Indonesian Company, tapi banyak mainnya di ASEAN," tutur Vidjongtius.
Meski demikian, Vijongtius tak menutup mata bahwa bandul fluktuasi nilai tukar rupiah sewaktu-waktu bisa saja berbalik arah.
Hal ini seiring proyeksi berbagai pihak yang menilai Bank Sentral AS, The Federal Reserves (The Fed) berpeluang besar kembali menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat, demi memancing aliran dana masuk ke negara tersebut.
Jika proyeksi tersebut benar-benar terjadi, maka nilai tukar AS berpotensi kembali menguat. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi pelaku industri farmasi seperti KLBF, yang notabene suplai bahan bakunya masih sangat bergantung pada pasokan impor.
"Itu juga memang jadi concern kami, karena seperti halnya di industri, nilai impor kami masih tinggi, karena ada banyak (bahan baku) yang belum tersedia di domestik," tutur Vidjongtius.
Guna mengantisipasi risiko tersebut, menurut Vidjongtius, pihaknya telah memiliki anggaran khusus yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menambal potensi kerugian kurs dari aktifitas impor bahan baku yang dilakukan.
"Tiap tahun kami sudah ready akuivalen sekitar USD50 juta sampai USD60 juta sebagai penyeimbang (nilai tukar). Jadi sejauh ini tidak ada masalah. kami yakin anggaran sebesar itu masih cukup untuk mitigasi risiko pelemahan rupiah," tegas Vidjongtius. (TSA)