Terseret Kasus Korupsi dan Alami Rugi, Kenapa Saham Timah (TINS) Tetap Melaju?
Saham PT Timah Tbk (TINS) melesat pada Kamis (28/3) pekan lalu di tengah adanya kemelut kasus dugaan korupsi.
IDXChannel – Saham PT Timah Tbk (TINS) melesat pada Kamis (28/3) pekan lalu di tengah adanya kemelut kasus dugaan korupsi. Perusahan tambang BUMN itu juga tengah mengalami rugi bersih.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham TINS melejit 3,11 persen ke posisi Rp830 per saham pada penutupan perdagangan Kamis (28/3). Nilai transaksi tercatat mencapai Rp96,84 miliar dan volume perdagangan 114,12 juta saham.
Secara teknikal, saham TINS dalam tren penguatan (uptrend) jangka pendek sejak awal Maret, mencoba melakukan pembalikan arah (trend reversal) usai downtrend hampir 3 tahun.
Level resistance terdekat untuk saham TINS berada di area 880 dan 905. Sementara, level support terdekat di 805 yang merupakan garis moving average (MA) 5 dan 733 (MA 20).
Saham TINS sukses terbang 45,61 persen dalam sebulan terakhir dan sebesar 28,68 persen sejak awal tahun (YtD).
Kasus Korupsi
Pasar tampaknya tidak begitu mengindahkan kabar negatif soal kasus dugaan korupsi di tubuh PT Timah Tbk.
Diwartakan sebelumnya, Rabu (26/3) pekan lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menetapkan suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
"Tim penyidik tindak pidana khusus dalam perkara tindak pidana tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah telah memeriksa 6 orang saksi, dimana salah satu dari 6 orang saksi tersebut dan mendapatkan alat buktiyaitu saudara HM selaku perpanjangan tangan dari PT RBT sebagai tersangka," ujarnya Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi, Rabu (26/3/2024).
Untuk kepentingan penyidikan, Kuntadi menambahkan, Harvey bakal dilakukan penahanan di Rutan Salemba di Kejari Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan.
"Selanjutnya, Tersangka HLN dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Kejari Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai tanggal 27 Maret 2024 hingga 15 April 2024," tambahnya.
Kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi TINS untuk melakukan penambangan pada 2018.
Petinggi PT Timah itu, yakni Riza Pahlevi dan Emil Emindra, diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan dengan sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.
Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK).
Selain itu, tersangka penyelanggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Kemudian, untuk memasok kebutuhan bijih timah itu telah disepakati menunjuk tujuh perusahaan boneka mulai dari CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR, dan CV SMS.
Hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah.
Sementara itu, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022. Kejagung menduga korupsi itu disinyalir terjadi dalam kurun periode 2015 sampai dengan 2022.
Kejagung telah bekerja sama dengan ahli lingkungan menghitung kerugian ekologis yang disebabkan oleh pertambangan timah dalam kasus IUP PT Timah Tbk. (TINS). Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan itu mencapai Rp271 triliun.
Rapor Keuangan Merah
TINS membukukan rugi bersih sebesar Rp449,7 miliar sepanjang 2023, berbalik dari catatan laba bersih Rp1,04 triliun pada 2022.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Timah Fina Eliani menjelaskan, lambatnya pemulihan perekonomian global dan domestik, serta tekanan harga logam timah dunia di 2023 akibat penguatan dolar AS dan lemahnya permintaan timah berdampak pada menurunnya ekspor sejak 2022.
“Kondisi ekonomi global dan domestik yang belum membaik serta lemahnya permintaan logam timah global ditengah aktivitas penambangan tanpa izin berdampak pada kinerja Perseroan di 2023," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (28/3/2024).
Adapun volume penjualan logam timah menyusut 69% secara tahunan (Yoy) menjadi sebesar 14.385 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20.805 metrik ton.
Begitu pula harga jual rerata logam timah sebesar USD26.583 per metrik ton atau lebih rendah 84% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD31.474 per metrik ton.
Sementara itu, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 14.855 ton atau turun 74% pada akhir 2023. Kemudian produksi logam timah sebesar 15.340 metrik ton atau turun 77%.
Hingga akhir 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92% dengan meliputi Jepang 17%; Korea Selatan 13%; Belanda 11%; India 9%; Taiwan 9% dan Amerika Serikat 8%.
"Di 2024 ini, Perseroan fokus pada peningkatan produksi melalui penambahan alat tambang dan pembukaan lokasi baru, strategi recovery plan dan program efisiensi berkelanjutan, manajemen optimis kinerja Perseroan di tahun ini akan lebih baik sesuai dengan target,” imbuhnya. (ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.