The Fed Beri Sinyal Pangkas Suku Bunga Satu Kali di 2024, Begini Dampaknya ke Rupiah
Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan pada FOMC yang digelar Rabu (12/6/2024) waktu setempat.
IDXChannel - Bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan dalam FOMC yang digelar Rabu (12/6/2024) waktu setempat.
Namun, pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell tampak hawkish dengan memberikan sinyal bank sentral memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan satu kali pada tahun ini. Saat ini, Fed Fund Rate (FFR) berada di level 5,25-5,5 persen.
Data Indeks Harga Konsumen (CPI) pada Mei menunjukkan inflasi AS naik menjadi 3,3 persen, namun di bawah ekspektasi analis 3,4 persen. Rilis data tersebut disambut positif oleh para investor yang melepas aset obligasi AS sehingga membuat indeks dolar tertekan ke level 104,2 poin.
Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi menilai, indeks dolar memang sempat terkoreksi karena imbal hasil (yield) US Treasury turun akibat rilis data CPI AS di bawah perkiraan.
"Namun dolar stabil setelah komentar The Fed, mengingat suku bunga yang lebih tinggi dan lebih panjang (higher and longer) kemungkinan akan menguntungkan greenback," katanya.
Menurut Ibrahim, saat ini investor masih menanti data Indeks Harga Produsen (PPI) yang akan dirilis nanti malam waktu Indonesia.
"Data PPI yang akan dirilis pada hari Kamis diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk mengenai inflasi," katanya.
Kendati demikian, pada Kamis (13/6/2024), kurs rupiah ditutup menguat 24 poin atau 0,15 persen terhadap dolar AS menjadi Rp16.270. Sementara indeks dolar saat ini rebound ke level 104,7 poin.
Ibrahim menilai, mata uang Garuda sempat menguat 30 poin sebelumnya namun pada sore penguatan tinggal 24 poin. Menurutnya, pergerakan rupiah masih akan fluktuatif hingga besok dalam rentang Rp16.230-Rp16.310 per dolar AS.
Sementara itu, Ekonom Wells Fargo, Brendan McKenna mengatakan, indeks dolar AS tidak akan terlalu menekan mata uang regional seperti rupiah usai pernyataan The Fed sehingga kinerjanya bakal membaik.
"Sebagian besar kurs di emerging market yang under perform saat ini mempunyai cerita-cerita menyeramkan di negaranya," katanya dikutip dari Bloomberg.
Sementara itu, Chief Global Strategist LPL Financial, Quincy Krosby mengatakan, mata uang Asia menghadapi tekanan yang lebih sedikit dari dolar AS setelah rilis data inflasi AS.
"Pasar tampaknya mulai nyaman dengan asumsi bahwa inflasi akan mereda sehingga cukup bagi The Fed untuk memangkas suku bunga di September (2024)," ujarnya.
Penurunan suku bunga acuan dinilai akan memberikan tenaga bagi mata uang di negara-negara emerging market seperti Indonesia. Investor bakal melepas dolar AS dan mulai memburu aset-aset berisiko.
(RFI)