MARKET NEWS

The Fed Diprediksi Masih Kerek Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya ke Obligasi?

Michelle Natalia 09/10/2023 11:56 WIB

The Federal Reserve (The Fed) terus menaikkan suku bunga acuannya hingga 5,25-5,5% di September lalu untuk menjaga laju inflasinya

The Fed Diprediksi Masih Kerek Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya ke Obligasi? (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Sejumlah tekanan global diperkirakan masih akan menghantui pasar keuangan di dalam negeri, tak terkecuali pasar surat utang atau obligasi. 

Hal ini dipicu kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) yang terus menaikkan suku bunga acuannya hingga 5,25-5,5% di September lalu untuk menjaga laju inflasinya, dengan rencana kenaikan kembali di November mendatang.

Hal ini mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 dan 30 tahun hampir menyentuh 5% untuk pertama kalinya sejak tahun 2007.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Departemen Riset Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), Roby Rushandie menyebut bahwa pasar obligasi Indonesia selama 3 kuartal di 2023 ini secara return.

Dilihat dari indikator indeks return, pasar obligasi mencatatkan positive return untuk semua jenis obligasi, baik secara komposit, obligasi negara, maupun obligasi korporasi.

"Secara return ini sekitar 5% ya untuk kompositnya, namun memang kalau dilihat, terjadi penurunan return kalau dilihat secara year-to-date (ytd) untuk paruh pertama di 2023, dimana return Indonesia Composite Bond Index masih mencatatkan positive return 6,5%," ujar Roby dalam IDX Channel Market Review di Jakarta, Senin (9/10/2023).

Untuk saat ini, posisi return-nya berada di 5%. Tapi, jika dilihat secara pergerakan harga yang tercermin dari Indeks clean price, obligasi secara komposit per 3 kuartal ini hanya meningkat 0,6%. Sedangkan di semester I, clean price naik 2,88%.

"Ini mencerminkan bahwa pasar obligasi sejak Juni hingga kuartal III saat ini mengalami peningkatan volatilitas. Jadi secara clean price itu tipis ya, walaupun secara return masih bisa mencatatkan return karena masih ada pengaruh dari kupon return di obligasi, kalau secara harga, memang tercatat tipis karena peningkatan volatilitasnya," jelas Roby.

Pemerintah, sebut dia, tergolong aktif di paruh pertama 2023 terlihat dari kebijakan penerbitan SBN yang front-loading yang juga sudah diterapkan selama beberapa tahun. Karena pemerintah juga ada target untuk penurunan defisit fiskal ke 3%, atau bahkan di bawah 3%, sehingga di sisa tahun 2023 ini, Roby memprediksi bahwa pemerintah tidak akan seagresif di paruh pertama 2023 untuk penerbitan SBN.

"Ini di samping volatilitas dan uncertainty (ketidakpastian) yang meningkat, jadi untuk mitigasi risiko dari sisi pemerintah, pemerintah bahkan memangkas target nett issuance dari SBN kira-kira setengahnya, di awal tahun pemerintah targetnya menerbitkan sekitar Rp700 triliun, tapi sekarang sudah turun menjadi Rp300 triliun untuk menjaga defisit fiskal," papar Roby.

(SAN)

SHARE