Transaksi IHSG Sepi Jelang Liburan, Mana Efek Window Dressing dan Santa Claus Rally?
Bursa saham Tanah Air cenderung sepi di akhir tahun seiring dengan kinerja IHSG yang justru memerah sebulan terakhir di masa window dressing.
IDXChannel – Transaksi perdagangan di bursa saham Tanah Air cenderung sepi sepekan menjelang penghujung tahun. Perilaku wait and see investor serta efek window dressing yang tidak terasa dinilai menjadi penyebabnya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sendiri memerah selama Desember, dengan minus 3,99 persen ke 6.798,67 per Jumat (23/12/2022).
Apabila IHSG tidak berhasil membalik arah, ini artinya bakal menjadi kali pertama rekor suci IHSG ternodai.
Ini karena, setidaknya selama 20 tahun belakangan, IHSG selalu menguat sempurna 100 persen di bulan ini. Adapun kenaikannya dalam kurun 20 tahun terakhir di Desember mencapai 4,42 persen.
Sementara, dalam 10 tahun belakangan, rata-rata kenaikan indeks saham acuan RI tersebut di Desember sebesar 3,02 persen.
Kinerja apik IHSG sepanjang bulan Desember tak lepas dari fenomena window dressing, yakni strategi para fund manager untuk mempercantik kinerja portofolio mereka pada akhir tahun.
Biasanya, para fund manager akan menjual saham dengan performa jelek dan membeli saham, terutama yang likuid dengan kinerja moncer demi memoles porto di penghujung tahun.
Meski merosot dalam sebulan terakhir, kinerja IHSG sepanjang 2022 masih menguat hingga 3,39 persen.
Selain mencatatkan kinerja IHSG yang terkontraksi dalam sebulan terakhir, investor asing juga turut mencatatkan aksi jual atau net sell dalam sebulan belakangan.
Menurut data BEI pada Jumat (23/12), investor asing tercatat melakukan net selldi pasar reguler sebesar Rp15,61 triliun dalam sebulan terakhir.
Di samping itu, transaksi di bursa saham Tanah Air juga cenderung sepi dalam sepekan terakhir. Setidaknya, sejak Senin (19/12), nilai transaksi perdagangan di bursa hanya sebesar Rp10,6 triliun.
Adapun nilai transaksi perdagangan bursa dalam jumlah sedikit juga berlangsung hingga Kamis (22/12). Bahkan, BEI mencatat, pada Kamis (22/12), nilai transaksi saham di bursa hanya mencapai Rp8,3 triliun.
Sementara per Jumat (23/12), nilai transaksi saham di bursa hanya sebesar Rp7,34 triliun.
Padahal, rerata transaksi harian selama bulan Desember di tahun 2020 mencapai Rp18,4 triliun. Sedangkan di bulan Desember tahun lalu sebesar Rp12,3 triliun.
Nilai transaksi harian di tahun 2022, yang secara year to date (YTD) sendiri mencapai sebesar Rp14,9 triliun.
Sepinya nilai transaksi harian di bulan Desember seiring dengan turunnya volume perdagangan IHSG yang berada di bawah rerata selama 20 hari. (Lihat grafik di bawah ini.)
Pengamat pasar modal sekaligus founder WH Project, William Hartanto menilai, sepinya pasar belakangan ini diperkirakan karena pelaku pasar sedang wait and seedi bulan Desember karena umumnya diasumsikan akan terjadi window dressing.
“Sepertinya tidak ada window dressingdi Desember tahun ini, sehingga pelaku pasar cenderung menunda atau mengurangi transaksi sahamnya,” ujar William dalam wawancara dengan IDX Channel, Jumat (23/12).
Sementara William Hartanto juga memberikan target moderat IHSG, yakni mencapai di di bawah level 7.100. Sementara skenario optimisnya mendekati 7.200, sedangkan pesimsnya berada di level 7.082.
“Tentunya awal tahun investor akan kembali, terutama kalau sudah melihat kenyataan bahwa walaupun pasar cenderung sepi, tetapi IHSG kita masih bullish,” kata William.
Sedangkan Analis senior sekaligus VP PT Samuel Sekuritas Indonesia M. Alfatih mengatakan, secara historikal transaksi akan jauh berkurang selama musim piala dunia. Namun, saat ini terus berlanjut hingga libur panjang akhir tahun.
“Bahkan, beberapa fund manager sudah berlibur,” kata Alfatih, dalam wawancara dengan IDX Channel, Jumat (23/12).
“Di sisi lain,” demikian jelas Alfatih, “Kondisi global menambah kehati-hatian pelaku pasar. Kelihatannya awal tahun depan baru akan mulai transaksinya,” ungkap Alfatih.
Senada dengan pernyataan analis di atas, Analis Biaartha Sekuritas, Nafan Aju Gusta mengungkapkan para pelaku pasar masih mengkhawatirkan terjadinya resesi yang akan dialami negara-negara maju.
Selain itu, window dressing juga diperkirakan tak terjadi di bulan ini seiring penurunan saham big caps akibat profit taking.
Dengan demikian, fenomena Santa Claus Rally, atau kenaikan harga saham di minggu terakhir bulan Desember hingga tanggal dua di Januari bisa jadi tak terjadi di tahun ini.
Periset: Melati Kristina
(ADF)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.