UMKM Dikuasai Asing, HIPPI: Tidak Apple to Apple
Berdasarkan revisi DNI 2018, UMKM bisa dikuasai kepemilikannya kepada asing, hal tersebut ditentang oleh HIPPI yang menyebut bahwa hal itu tidak apple to apple.
IDXChannel – Setelah pemerintah meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI pada akhir pekan lalu, salah satu kebijakannya adalah merelaksasi 25 bidang usaha dari Daftar Negatif Investasi (DNI) yang memungkinan penanaman modal dapat dikuasai asing 100 persen di sektor-sektor tersebut.
Berdasarkan revisi DNI 2018, baru 25 bidang usaha yang mendapat persetujuan kementerian atau lembaga terkait. Salah satunya pada sektor Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKM-K). Namun DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) secara tegas menolak kebijakan relaksasi DNI pada Paket Ekonomi yang jilid ke-XVI.
Disebutkan Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Suryani SF Motik pada Rabu (21/11), “Relaksasi 25 Daftar Negatif Investasi (DNI) yang merupakan bidang usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha UKM tidak semestinya dibuka 100 persen untuk asing."
Lanjut Motik, pemerintah seharusnya hadir dengan melakukan pendampingan, pembinaan dan perlindungan dalam bidang usaha tersebut sehingga bisa berkembang, bukan diserahkan ke asing.
"Bisa dibayangkan apabila warung internet (warnet) dan bisnis yang bisa dijalankan UMKM diserahkan dan dibuka 100 persen untuk asing, maka pelaku UMKM kita akan hanya jadi karyawan bahkan penonton," tegasnya.
Langkah pemerintah yang membiartkan sektor UMKM seperti warnet bisa dikuasai investor asing jelas sangat memukul masyarakat. Pasalnya, ungkap Motik, langkah tersebut tidak mendorong semangat wirausaha UMKM-K.
"UMKM kita tidak mampu bersaing, tidak apple to apple tentu mereka pasti memiliki modal yang lebih kuat, SDM yang lebih mumpuni, penguasaan teknologi yang lebih canggih dan jaringan pemasaran yang lebih luas," imbuhnya.
Motik juga membandingkan soal investasi asing di beberapa negara, China misalnya, aturan di Negeri Tirai Bambu menyebutkan bahwa bagi investor asing diwajibkan untuk memberi 51 persen modal untuk di pegang pengusaha lokal.
"Asing boleh masuk namun harus joint venture itu yang ideal di mana Apple lewat Foxcon membuka pabrik di China," imbuhnya.
Motik lantas berharap pemerintah memberi pengawasan, bimbingan dan hal lainnya terkait kebijakan relaksasi tersebut hingga revisi kebijakan. Hal itu perlu dilakukan sehingga tidak merugikan pelaku UMKM-K ke depannya. (*)