MARKET NEWS

Usai Morgan Stanley, Kini HSBC Turunkan Peringkat Pasar Saham RI

Maulina Ulfa 26/06/2024 12:13 WIB

HSBC Holdings Plc menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi netral dari sebelumnya overweight pada Rabu (26/6/2024).

Usai Morgan Stanley, Kini HSBC Turunkan Peringkat Pasar Saham RI. (Foto:

IDXChannel - HSBC Holdings Plc menurunkan peringkat saham Indonesia menjadi netral dari sebelumnya overweight pada Rabu (26/6/2024).

Melansir dari Bloomberg, HSBC mengatakan penurunan peringkat ini merupakan imbas suku bunga yang tinggi dan nilai tukar rupiah yang lemah. Sementara, terdapat ketidakpastian seputar kebijakan pemerintah di tengah potensi perubahan kabinet dalam waktu dekat.

“Indeks IHSG telah turun lebih dari 7 persen dari level tertingginya baru-baru ini, seiring dengan berkurangnya dana asing,” tulis HSBC, dikutip Bloomberg (26/6).

Secara year to date (YTD), IHSG telah melemah 4,85 persen dan dalam tiga bulan terakhir telah terkoreksi 4,47 persen.

Pekan lalu, data perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI), selama sebulan,  investor asing mencatatkan nilai jual bersih di pasar reguler senilai Rp11,57 triliun dan  sebesar Rp20,31 triliun secara year to date (YTD).

Kapitalisasi pasar bursa selama sepekan lalu naik 2,03 persen menjadi Rp11.719 triliun dari Rp11.486 triliun pada sepekan sebelumnya.

Dalam sebulan terakhir, asing terpantau rajin jual saham perbankan big cap, dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) mencatatkan net foreign sell terbesar mencapai Rp7,7 triliun dalam sebulan terakhir.

Sebelumnya, Morgan Stanley juga memangkas peringkat ekuitas alias pasar saham Indonesia menjadi underweight di Asia dan negara berkembang pada Selasa (11/6/2024).

Melansir dari Bloomberg, ahli strategi di Morgan Stanley menulis dalam sebuah catatan, kebijakan fiskal Indonesia dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) menimbulkan risiko terhadap investasi saham.

“Kami melihat ketidakpastian jangka pendek mengenai arah kebijakan fiskal di masa depan serta beberapa kelemahan di pasar Valas di tengah masih tingginya suku bunga AS dan prospek dolar AS yang kuat,” kata ahli strategi Morgan Stanley Daniel Blake, Senin (10/6).

Perubahan sikap Morgan Stanley terjadi ketika dolar AS mulai menunjukkan tren yang lebih tinggi menjelang keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) pada hari ini dan keputusan Bank Indonesia (BI) pada pekan depan.

Selain itu, transisi pemerintahan juga membawa ketidakpastian kebijakan fiskal yang dapat membebani pengeluaran pemerintah di tahun-tahun mendatang.

Broker ini juga masih mempertahankan peringkat overweight pada saham-saham China, yang mungkin akan mendapat dorongan jika Beijing dapat meningkatkan kepercayaan pada sektor real estat yang sedang lesu.

Di lain pihak, HSBC menaikkan saham-saham Korea menjadi overweight dari netral. HSBC melihat peluang pertumbuhan di sektor chip memori dan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan valuasi pasar sahamnya.

Sejumlah Sentimen Bebani Pasar Saham RI

Pelemahan rupiah, kaburnya dana asing, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan domestik.

Menjelang tengah hari, rupiah kembali tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS), melemah 0,28 persen di level Rp16.415 per USD pada pukul 11.19 WIB. Dalam sebulan, kini rupiah sudah melemah 2,66 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Melansir data Bank Indonesia (BI), berdasarkan data transaksi 19 hingga 20 Juni 2024, nonresiden tercatat melakukan jual neto Rp0,78 triliun terdiri dari jual neto Rp1,42 triliun di pasar saham, beli neto Rp0,45 triliun di SBN dan beli neto Rp0,19 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Sepanjang 2024, berdasarkan data setelmen hingga 20 Jun 2024, nonresiden tercatat jual neto Rp42,10 triliun di pasar SBN, jual neto Rp9,35 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp117,77 triliun di SRBI.

Kondisi ini ditambah dengan kebijakan terbaru tentang program MBG yang akan menelan anggaran APBN mencapai Rp71 triliun.

Bloomberg juga sempat melaporkan pada Jumat (14/6) bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto yang akan meningkatkan rasio utang, salah satunya demi mendanai program makan siang gratis.

Bloomberg mengatakan, putra mantan ekonom terkemuka Soemitro Djojohadikoesoemo ini akan meningkatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 2 poin persentase setiap tahun selama lima tahun ke depan.

Peningkatan bertahap akan memberikan ruang bagi tim ekonominya untuk menyesuaikan diri terhadap hambatan jika dibandingkan dengan menambah utang sekaligus.

Hal ini akan membuat utang negara mendekati 50 persen dari PDB pada akhir masa jabatan dalam lima tahun dari sekitar 39 persen pada 2024. Kondisi ini berpotensi mencapai tingkat share tertinggi sejak 2004.

Walaupun Prabowo sebelumnya telah membicarakan kemungkinan meningkatnya utang negara selama masa kampanye, komitmennya untuk melakukan hal tersebut dan rincian bagaimana hal itu akan dilakukan sebelumnya tidak diketahui.

Langkah ini akan menandai perubahan penting bagi negara dengan Indonesia sebagai perekonomian terbesar di Asia Tenggara.

Mengingat, Indonesia selama ini mengandalkan kebijakan fiskal konservatif untuk menjaga kepercayaan investor.

Menanggapi berita tersebut, tim ekonomi Prabowo membantah akan meningkatkan rasio utang dan menegaskan tidak akan membiarkan rasio utang terhadap PDB mencapai 50 persen.

Tim ekonomi Prabowo juga menegaskan komitmen untuk memenuhi target RAPBN 2025 yang telah disepakati dengan DPR. (ADF)

SHARE