MARKET NEWS

Wall Street Diproyeksi Cetak Rekor Lagi Usai The Fed Pangkas Suku  Bunga

Febrina Ratna Iskana 22/09/2025 07:14 WIB

Wall Street diproyeksi cetak rekor lagi setelah melonjak ke rekor tertinggi baru minggu lalu usai The Fed memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini.

Wall Street Diproyeksi Cetak Rekor Lagi Usai The Fed Pangkas Suku  Bunga. (Foto: Inews Media Group)

IDXChannel – Indeks utama Wall Street melonjak ke rekor tertinggi baru minggu lalu setelah Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga untuk pertama kalinya pada tahun ini. Hal itu memicu beberapa ahli strategi memproyeksi adanya "reli bulan madu" dalam jangka pendek.

Optimisme seputar pasar keuangan yang lebih longgar dan tren kecerdasan buatan (AI) telah mendorong ekuitas lebih tinggi, menentang reputasi September sebagai bulan yang lemah bagi pasar saham.

Ahli strategi Bank of America, Michael Hartnett, mengatakan dalam sebuah catatan kepada klien bahwa jika fenomena ini merupakan gelembung, maka belum waktunya untuk meletus. Timnya mempelajari lebih dari satu abad bahwa tren serupa bisa menghasilkan keuntungan rata-rata 244 persen dari titik terendah hingga puncak.

Dengan ukuran tersebut, dia menilai "Magnificent Seven," yang naik 223 persen sejak level terendahnya pada Maret 2023, mungkin masih memiliki ruang untuk naik.

Pandangan tersebut diperkuat oleh kepala strategi investasi di Mariner Wealth Advisors, Jeff Krumpelman, yang berpendapat bahwa peningkatan produktivitas yang didorong oleh AI dan prospek pendapatan yang kuat memberi peluang peningkatan saham yang berlipat ganda.

"Kita berada di tahap awal, AI menciptakan begitu banyak peluang dan juga mendorong pertumbuhan produktivitas untuk pendapatan umum dan kesehatan pasar tenaga kerja kita secara keseluruhan," ujar Krumpelman kepada Yahoo Finance, Minggu (21/9/2025).

Krumpelman mencatat valuasi S&P 500 sekitar 23 kali pendapatan berjangka, tergolong tinggi menurut standar historis, tetapi ia berpendapat perbandingan dengan siklus sebelumnya tidak mencerminkan gambaran yang sebenarnya.

"Ini bukan S&P 500 versi kakekmu. Return on equity dan margin keuntungan jauh lebih rendah pada masa ketika kita tidak terlalu [berorientasi] pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang layanan komunikasi dan teknologi pertumbuhan tersebut," ujarnya.

"Yang akan membuat saya khawatir adalah jika kita mengalami 'kegaduhan' di mana orang-orang seperti 'tergila-gila' dengan pemotongan suku bunga Federal Reserve, dan itu membawa kita ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Itu akan membuat saya gugup," sambungnya.

Presiden Yardeni Research, Ed Yardeni, baru-baru ini memperingatkan bahwa kebijakan moneter yang lebih longgar dapat memicu reli saham yang tidak stabil tanpa mengatasi masalah struktural seperti kekurangan pasokan tenaga kerja Amerika.

Ia berpendapat pemotongan suku bunga di tengah ekonomi yang masih sehat berisiko memicu ekses spekulatif yang didorong oleh ketakutan investor akan kehilangan aset (FOMO) alih-alih fundamental, hal itu bisa menyebabkan kenaikan saham yang sering berakhir dengan koreksi tajam.

Co-chief investment strategist di John Hancock Investment Management, Emily Roland, menggambarkan lingkungan saat ini sebagai situasi yang luar biasa menguntungkan tetapi rapuh.

"Ini benar-benar kembali ke fase bulan madu dengan adanya pemotongan suku bunga The Fed ini, tetapi tidak lebih buruk untuk mencerminkan pasar tenaga kerja yang benar-benar memburuk," ujarnya kepada Yahoo Finance pada hari Kamis, seraya mencatat bahwa pasar sedang melihat secara selektif.

"Yang mereka dengar hanyalah pemangkasan suku bunga The Fed, yang merupakan kabar baik bagi aset berisiko. Rasanya seperti kabar buruk adalah kabar baik, dan kabar baik adalah kabar baik, karena semua itu berarti The Fed akan terus memangkas suku bunga," ujarnya.

Adapun para ahli strategi di Wells Fargo, Barclays, dan Deutsche Bank semuanya telah menaikkan target S&P 500 mereka dalam beberapa minggu terakhir, menunjuk pada pendapatan yang tangguh, siklus investasi AI, dan kebijakan The Fed yang lebih longgar sebagai tulang punggung kenaikan pasar selanjutnya.

Namun, para investor yang optimistis pun mengakui adanya risiko di masa mendatang, dengan Citi, Fundstrat, dan Evercore ISI memperingatkan bahwa valuasi yang terlalu tinggi, melemahnya breadth, dan meningkatnya volatilitas teknologi dapat membuat jalur jangka pendek lebih berliku, bahkan jika pasar optimistis jangka panjang yang didorong oleh AI tetap utuh.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE