Wall Street Pekan Depan Bakal Dipengaruhi RUU Pajak hingga Pidato Bos The Fed
Wall Street bersiap menghadapi sejumlah sentimen pada pekan depan, mulai dari data tenaga kerja, pembahasan RUU Pajak, hingga pidato Gubernur The Fed.
IDXChannel - Bursa saham Amerika Serikat atau Wall Street bersiap menghadapi sejumlah sentimen pada pekan depan, mulai dari data tenaga kerja, pembahasan RUU Pajak, hingga pidato Gubernur Federal Reserve, Jerome Powell.
Perkembangan terbaru kebijakan tarif Presiden Donald Trump juga menjadi sorotan investor.
Secara historis, indeks S&P 500 tumbuh 6,2 persen sepanjang Mei 2025 dan kini hanya terpaut kurang dari 4 persen dari rekor tertingginya pada Februari. Sementara Nasdaq Composite melesat 9,6 persen di bulan yang sama.
Laporan ketenagakerjaan AS untuk Mei akan dirilis pada Jumat (7/6/2025). Berdasarkan survei Reuters, diperkirakan ada penambahan 130.000 pekerjaan, lebih rendah dari 177.000 pada bulan sebelumnya.
“Sekarang kita sudah kembali mendekati rekor tertinggi, maka data ekonomi perlu lebih kuat dari ekspektasi pasar,” ujar Senior Global Market Strategist di Wells Fargo Investment Institute, Scott Wren, dilansir Investing, Minggu (1/6/2025).
Pelaku pasar juga mencermati potensi dampak lanjutan dari tarif yang diumumkan Trump sejak 2 April lalu.
Chief Market Strategist di Ameriprise Financial, Anthony Saglimbene, mengatakan pelaku usaha mulai merespons tekanan tarif dan ketidakpastian pasar selama sebulan penuh.
Namun, laporan ketenagakerjaan yang terlalu kuat juga dapat menimbulkan kekhawatiran.
"Jika jumlah pekerjaan bertambah lebih dari 200.000, pasar mungkin khawatir The Fed akan menunda pemangkasan suku bunga,” kata Eric Kuby, CIO North Star Investment Management Corp.
Menurut data LSEG, pasar saat ini memperkirakan hanya dua kali pemangkasan suku bunga hingga akhir 2025. Risalah rapat The Fed pekan ini menyoroti kebijakan yang bakal diambil jika inflasi lebih tinggi.
Dari sisi fiskal, Senat AS dijadwalkan membahas RUU pajak dan belanja yang telah disahkan DPR. Trump menyatakan akan merundingkan ulang sebagian isi RUU tersebut, yang menurut estimasi dapat menambah utang pemerintah sebesar USD,8 triliun dalam satu dekade ke depan.
Kebijakan tarif juga kembali memicu gejolak pasar. Pada Kamis lalu, pengadilan perdagangan sempat memblokir sebagian besar tarif Trump, namun putusan tersebut dibatalkan oleh pengadilan banding pada hari yang sama.
“Ada antusiasme awal, lalu realitas menyusul bahwa ini hanya satu langkah dalam proses panjang yang belum memberikan kejelasan,” ujar Kuby.
(Febrina Ratna Iskana)