Anti Previlege, Anak Bos Angkot Ini Raup Omzet Ratusan Juta Tanpa Bantuan Sang Ibu
Dewi bersama sang suami membuka jasa Agen BRILink yang letaknya bersatu dengan toko elektroniknya, yang diberi nama Dewi Elektronik.
IDXChannel - "Doing the best at this moment puts you in the best place for the next moment (Melakukan yang terbaik saat ini akan menempatkanmu di tempat terbaik untuk masa mendatang)."
Kalimat tersebut dipopulerkan oleh salah satu maestro industri pertelevisian Amerika, Oprah Winfrey, tentang pentingnya bekerja keras untuk kesuksesan di masa depan.
"(Semangat) Itu juga yang benar-benar diterapkan Ibu saya ke anak-anaknya. Nggak ada ceritanya previlege (keistimewaan) dari orang tua. Semuanya harus berusaha sendiri, dari nol, tanpa bantuan sama sekali dari orang tua," ujar Dewi Astuti, seorang pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), dari Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Dalam kesehariannya, Dewi, begitu ia biasa disapa, membuka toko alat-alat listrik di Pasar Parabakti, Desa Ciasmara, Kabupaten Pamijahan, Kabupaten Bogor.
Tak hanya satu, total Dewi memiliki tiga toko yang terletak berjajar, dengan satu lagi merupakan toko perabotan rumah tangga, dan satu lagi digunakan untuk berjualan perlengkapan elektronik, mulai dari magic com, TV hingga kulkas dan aneka peralatan elektronik lain.
Ketiga toko tersebut dikelola Dewi bersama sang Suami, Ade Supriadi Rukmana Putra, atau akrab disapa Deden. Seolah tak puas berbisnis dengan tiga tokonya, Dewi dan Deden juga membuka jasa Agen BRILink yang letaknya bersatu dengan toko elektroniknya, yang diberi nama Dewi Elektronik.
"Kalau Agen BRILink malah saya jalani lebih dulu, sejak 2014. Karena belum ada toko, saya buka di depan toko Ibu saya yang jualan pakaian. Baru pada 2016, pas udah nikah, saya buka toko sendiri, jualan alat listrik dan elektronik," tutur Dewi.
Previlege
Ya, Dewi sendiri adalah anak dari seorang pedagang pakaian, Titin Murtini, yang telah lebih dulu membuka tokonya di Pasar Parabakti sejak 30 tahun silam.
Tak hanya dikenal sebagai juragan pakaian, Titin juga merupakan 'bos angkot' yang memiliki sedikit empat armada angkot yang disewakan ke para pengemudi lepas.
Dalam sistem bisnisnya, para pengemudi tersebut bakal datang tiap pagi untuk menyewa angkot milik Titin dengan tarif beragam. Seharian beroperasi, pada sore hari para pengemudi akan mengembalikan angkot sewaan dengan menyetor taris sewa yang telah disepakati.
"Sistemnya harian. Ada yang Rp70 ribu (per hari), Rp80 ribu, lalu Rp100 ribu. Tergantung mobilnya, makin tua makin murah. Kalau masih keluaran muda, ya sewanya mahal. Trayek juga (berpengaruh), makin panjang makin mahal, karena si supir kan bisa dapat penumpangnya lebih banyak," ungkap Dewi.
Namun demikian, meski merupakan anak kandung dari Titin yang notabene merupakan pengusaha kawakan dalam bisnis pakaian dan juga persewaan angkot, Dewi memastikan bahwa bisnis yang dirintisnya selama ini murni merupakan buah dari kerja kerasnya, tanpa sama sekali mendapatkan bantuan apalagi keistimewaan dari Sang Ibu.
Dewi berkisah, sejak mada muda dirinya telah ditempa oleh ibunya untuk mengawali segala usahanya dari diri sendiri. Tanpa bantuan dan bahkan permodalan dari orang tuanya.
Saat itu, berbekal brosur promosi alat-alat elektronik yang didapat dari mall atau toko pusat alat elektronik, Dewi muda berjuang menawarkan kredit berkeliling kampung dari rumah ke rumah.
"Muter aja gitu keliling kampung. Kalau ada yang minat, saya belikan barangnya. Saya kirim, terus mereka bayar mencicil, sekalian pas saya keliling. Semua (modal) dari duit sendiri. Menabung. Sepeser pun saya pastikan tidak ada dari orang tua," papar Dewi.
Karenanya, dengan permodalan yang terbatas, Dewi bercerita bahwa tak jarang dirinya terpaksa harus menolak permintaan kredit dari pelanggan lantaran harga beli barangnya terlalu mahal, sedangkan dana yang dimilikinya tidak sebanyak itu.
"Ya paling strateginya saya janjiin bulan depan baru barangnya ada. (Saya) menunggu duit masuk dari pembayaran cicilan dulu, baru saya bisa belanja," tandas Dewi.
KUR BRI
Dengan ketekunan dan semangat pantang menyerah tersebut, bisnisnya secara bertahap terus berkembang, hingga pada 2016 Dewi memberanikan diri mengajukan pinjaman ke bank untuk membuka toko alat elektroniknya sendiri.
Saat itu, Dewi mengajukan pinjaman ke PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI, untuk keperloan modal usaha. Akhirnya, oleh Bank BRI Dewi dipercaya untuk menjadi salah satu nasabah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan nilai pinjaman saat itu sebesar Rp25 juta.
Profil Dewi cukup dipercaya oleh pihak BRI sebagai nasabah, lantaran sejak 2014 telah banyak terlibat dalam menjalankan Agen BRILink milik Sang Ibu, yang dibuka di depan toko pakaiannya.
"Karena Ibu itu kan nggak paham soal alat-alatnya itu. Soal digital gitu. Jadi biarpun atas nama Ibu, tapi Agen (BRILink) tetap saya yang jalankan. Baru pas sudah jadi nasabah KUR, lalu punya toko sendiri, itu Agen BRILink dialihkan namanya ke suami. Bukanya juga pindah ke toko saya, bukan di toko Ibu," urai Dewi.
Dengan bantuan permodalan dari BRI, secara perlahan bisnis Dewi dan suami pun terus berkembang, sehingga mampu menambah kepemilikan dua kios lagi, yang digunakan untuk berjualan perabot rumah tangga dan alat-alat listrik.
Dalam mengembangkan bisnisnya tersebut, Dewi dan suami juga telah beberapa kali mendapatkan fasilitas pinjaman dari BRI.
"Dulu pertama kali (mengajukan) Rp25 juta itu, dengan tenor setahun. Selanjutnya, saya ajukan lagi Rp80 juta untuk dua tahun. Lalu Rp200 juta lagi untuk tiga tahun. Terakhir, ini saya ajukan lagi pinjaman Rp500 juta, tapi dikasihnya Rp350 juta, untuk empat tahun," terang Dewi.
Ratusan Juta
Dengan bisnis yang terus berkembang, praktis omzet pendapatan yang berhasil dikantongi Dewi dan suami juga terus meningkat signifikan dari waktu ke waktu.
Jika dulu memulai bisnisnya dengan bermodal Rp500 ribu dan harus berjalan keliling kampung, kini Dewi tinggal duduk manis di tokonya, dengan omzet rata-rata sekitar Rp10 juta sampai Rp20 juta per hari.
Dalam keadaan sepi saja, misalnya, Dewi mengeklaim bahwa uang yang didapat tidak akan kurang dari Rp5 juta dalam sehari saja.
Dari omzet sebesar itu, Dewi nantinya akan kembali melakukan pembelajaan paling sedikit dua hingga tiga kali dalam seminggu. Dari setiap belanja tersebut, Dewi mengaku dapat menghabiskan Rp60 juta hingga Rp70 juta untuk berbagai produk elektronik.
"Ya taruh lah (harga) satu magic com, sudah berapa. Tinggal dikalikan saja, bahwa tiap kita belanja, per item itu bisa beli 4-6 pcs. Belum lagi kalau sudah belanja TV, kulkas, macem-macem," jelas Dewi.
Meski, untuk varian produk elektrobikv yang harganya dirasa cukup mahal, Dewi memilih untuk tidak menyetok barang secara langsung, melainkan menggunakan sistem inden.
Artinya, pembeli akan disuruh untuk melakukan pemesanan terlebih dulu. Baru setelahnya, Dewi akan mengontak tempat langganannya berbelanja untuk melakukan transaksi, dan setelahnya barang sudah akan dikirim ke rumah pembeli di hari yang sama.
Tak hanya melayani penjualan secara langsung, Dewi juga memiliki toko online yang siap menerima pesanan dan pembelian secara online.
"(Jualan) Online itu sangat membantu, karena biasanya barang dari suplier kita pesan terus langsung dikirim ke pembeli. Jadi tidak ada risiko kerusakan pas barang itu masih di gudang kita,"
Buka Cabang
Kini, dengan bisnis yang telah demikian berkembang, Dewi bersama suami mulai mempersiapkan rencana pengembangan yang sekiranya cukup realistis untuk diwujudkan dalam beberapa waktu ke depan.
Salah satu rencana pengembangan yang disiapkan Dewi adalah membuka cabang toko elekstronik dan alat listrik baru di daerah Pasar Jumat, Kecamatan Pamijahan.
"Niatnya kalau ada rezeki mau buka (toko baru) di Pasar Jumat (Pamijahan). Memang belum terlalu rame. Tapi saya lihat belum ada toko elektronik dan alat listrik di situ. Jadi Insya Allah ada potensi," ujar Dewi.
Namun, guna mewujudkan rencana tersebut, Dewi mengaku masih sibuk mencari tempat berjualan yang sekiranya menarik dan menjanjikan, dengan harga yang masih 'ramah' di kantong.
Pasalnya, dengan membuka toko cabang baru, tentu Dewi harus lebih cermat dalam menata anggaran, sehingga operasional yang berjalan di toko yang baru tidak sampai harus mengganggu kinerja tokonya yang sudah ada saat ini.
"Makanya nggak bisa buru-buru. Harus pelan-pelan. Hati-hati. Cari lahannya yang oke dulu. Lalu kira-kira mau kita bayar dari mana. Apakah murni dari kita sendiri, atau dari pinjam bank. Kalau misal pinjam, apakah kita mampu bayar dan sebagainya. Ini semua masih sedang dimatangkan oleh saya dan suami," tegas Dewi.
Manfaat Besar
Berkaca dari pertimbangan matang Dewi dan suami terkait masalah permodalan dan juga pengelolaan keuangan, dapat disimpulkan bahwa ketersediaan fasilitas pinjaman dari perbankan merupakan salah satu solusi yang cukup menarik bagi ratusan bahkan ribuan pelaku UMKM serupa Dewi dan suami.
Karenanya, pemerintah sejauh ini berupaya terus konsisten dalam menghadirkan bantuan berupa pinjaman permodalan lewat Program KUR, di mana sebagian beban bunganya disubsidi oleh pemerintah.
Karena telah mendapat subsidi bunga dari pemerintah, maka para pelaku UMKM nasabah KUR hanya perlu membayar bunga sebesar enam persen saja per tahun, atau kurang dari satu persen saja per bulan.
Untuk 2024 ini, pemerintah telah memastikan untuk terus memaksimalkan pengalokasian anggaran negara, guna menopang pelaksanaan Program KUR secara nasional.
Seperti halnya pada 2024 ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian telah memasang target penyaluran hingga mencapai Rp300 triliun sampai akhir tahun.
Dari total target tersebut, BRI sebagai salah satu bank penyalur telah diberikan jatah pagu hingga Rp165 triliun. Dengan pagu tersebut, BRI tercatat sebagai bank penyalur KUR terbesar secara nasional.
"Kami berkomitmen penuh untuk dapat memenuhi target tersebut sebagai bentuk konkret dukungan perusahaan atas pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah di Indonesia," ujar Direktur Bisnis Mikro BRI, Supari, dalam kesempatan terpisah.
Menurut Supari, pihaknya optimistis bahwa target tersebut cukup realistis untuk dipenuhi, mengingat telah tersedianya infrastruktur perusahan secara memadai.
Terlebih, BRI disebut Supari juga telah memiliki sumber pertumbuhan baru melalui Ekosistem Ultra Mikro bersama Pegadaian dan PNM.
"Dari sisi infrastruktur, saat ini kami telah memiliki BRISPOT yang terus dioptimalisasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan tenaga pemasar (mantri). Lalu, kami juga akan mengoptimalkan potensi dari ekosistem model bisnis baru seperti PARI dan Localoka," tutur Supari.
Di sepanjang 2023 lalu, BRI tercatat berhasil merealisasikan penyaluran Program KUR hingga Rp163,3 triliun. Nominal penyaluran sebesar itu disalurkan kepada sedikitnya 3,5 juta debitur.
"Penyaluran (KUR) mayoritas dari sektor produksi, dengan kontribusi mencapai 57,38 persen terhadap total nilai yang terealisasi," tegas Supari. (TSA)