Mengenal Silicon Valley Bank, Penopang Startup Dunia yang Bangkrut
Silicon Valley Bank (SVB) dikabarkan bangkrut setelah para nasabah menarik tabungannya secara besar-besaran pada pekan lalu.
IDXChannel – Silicon Valley Bank (SVB) dikabarkan bangkrut setelah para nasabah menarik tabungannya secara besar-besaran pada pekan lalu. Bank tersebut akhirnya kolaps setelah 48 jam mengalami krisis modal pada Jumat (10/3).
Kebangkrutan SVB terjadi dalam waktu yang cukup singkat. Bank ini masih cukup stabil di awal tahun. Namun, setelah bank ini mengumumkan rencana penggalangan dana sebesar USD1,75 miliar atau setara dengan Rp17,13 triliun pada Kamis (9/3), banyak investor yang panik hingga membuat mereka menarik dana simpanannya.
Aksi itu pun membuat harga saham SBB anjlok 60% dan terus merosot sangat dalam sebelum pembukaan perdagangan bursa Nasdaq pada Jumat (10/3). Padahal, selama ini SBV merupakan penopang banyak startup di dunia. Berikut IDXChannel mengulas profil lengkap Silicon Valley Bank.
Profil Silicon Valley Bank
Silicon Valley Bank didirikan pada 1983 sebagai bank komersial yang berkantor pusat di Santa Clara, California, Amerika Serikat. Bank ini fokus pada pembiayaan startup. SVB berfokus pada pemberian pinjaman kepada perusahaan-perusahaan rintisan sejak 1980-an.
Selain memberikan pinjaman kepada startup, SVB juga menerima simpanan, memberikan pinjaman, serta menyediakan manajemen treasury, penasihat kekayaan, perbankan internasional, pembiayaan perdagangan, dan berbagai layanan lainnya kepada pelanggan di seluruh dunia.
SVB juga menjadi saluran keuangan utama antara sektor teknologi, pendirinya, perusahaan-perusahaan rintisan, dan para pekerjanya. Tak heran, kebanyakan nasabah SVB merupakan karyawan dari perusahaan teknologi dan berbagai perusahaan yang didukung modal ventura.
Pada 2019, SVB berhasil mengakuisisi Leerink Partners, bank investasi kesehatan. Tak hanya itu, SVB juga diketahui membuka pusat pengiriman global di India, membuka kantor Denmark, dan membuka kantor di Kanda di tahun ini.
Dengan pembukaan kantor baru tersebut, SVB total beroperasi di 29 kantor di Amerika Serikat, India, Inggris, Kanada, China, Israel, Hong Kong, Jerman, Denmark, Irlandia, dan Swedia.
Satu tahun setelahnya yakni pada 2020, SVB mengakuisisi bisnis investasi utang WestRiver Group. Selanjutnya, pada 2021, SVB juga berhasil mengakuisisi penyedia layanan pengelola kekayaan, kepercayaan, dan perbankan ternama, Boston Private.
Pada kuartal IV/ 2022, SVB melaporkan nilai asetnya sebesar USD212 miliar atau setara dengan Rp3.290 triliun (kurs Rp15.502 per USD). Nilai aset tersebut meliputi USD74 miliar dana pinjaman dan USD342 miliar dana klien.
Silicon Valley Bank menjadi bank kedua yang mengalami kerugian besar dalam sejarah Amerika Serikat setelah sebelumnya Washington Mutual mengalami hal yang sama satu dasawarsa lalu.
Salah satu hal yang menjadi faktor penyebab kebangkrutan SVB adalah agresifnya kenaikan suku bunga The Fed dalam kurun satu tahun terakhir. Hal itulah yang mendorong SVB menjual sebanyak USD2,25 miliar saham baru untuk menopang neraca keuangannya.
Selain itu, SVB juga terpaksa menjual obligasi sebelum jatuh tempo ketika para nasabah mulai menarik dana mereka. SVB pun akhirnya menjual aset dengan likuiditas tinggi senilai USD21 miliar untuk menutupi penarikan dana yang dalam. SVB harus menanggung kerugian hingga USD1,8 miliar karena menjual obligasi-obligasi tersebut.
Itulah ulasan mengenai Silicon Valley Bank (SVB), bank andalan pinjaman startup di dunia yang kini harus mengalami kebangkrutan.