MILENOMIC

Perempuan Lebih Sedikit Memenangkan Hadiah Nobel Ekonomi, Kenapa?

Maulina Ulfa - Riset 11/11/2023 15:20 WIB

Penghargaan tersebut telah diberikan kepada 90 pria sejak 1969 dan hanya tiga wanita yang memperoleh penghargaan ini.

Perempuan Lebih Sedikit Memenangkan Hadiah Nobel Ekonomi, Kenapa? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Sejarah ekonomi telah lama dicatat melalui kacamata laki-laki, dengan menekankan kontribusi laki-laki dan sudut pandang mereka. 

Fakta ini terlihat dari Hadiah Nobel Memorial alias Nobel Prize di bidang Ilmu Ekonomi yang hanya sedikit menelurkan pemikir-pemikir perempuan

Penghargaan tersebut telah diberikan kepada 90 pria sejak 1969  dan hanya tiga wanita yang memperoleh penghargaan ini. (Lihat grafik di bawah ini).

Teranyar, perempuan ketiga yang memenangkan penghargaan tersebut, adalah ekonom tenaga kerja terkemuka dari Harvard University, Claudia Goldin.

Ia diganjar penghargaan Nobel Prize pada 9 Oktober 2023 lalu atas kerja kerasnya selama puluhan tahun mempelajari kesenjangan upah berdasarkan gender. Pencapaian Goldin bukan hanya kemenangan bagi dirinya, tapi juga untuk perempuan di bidangnya.

Menggugat Peran Perempuan dalam Ekonomi

Di era modern seperti saat ini, nyatanya bidang ekonomi masih memiliki kesenjangan gender yang cukup besar. 

Menurut Veronika Dolar, Associate Professor of Economics di State University of New York at Old Westbury (SUNY Old Westbury) pada lama The Conversation, (10/10), salah satu masalah adanya gender gap di bidang ini adalah ilmu ekonomi seringkali diasosiasikan dengan keuangan, uang, dan perbankan. 

“Persepsi sempit ini mungkin tidak menarik bagi semua orang. Perempuan khususnya cenderung tertarik pada bidang-bidang yang mempunyai kaitan langsung dengan tantangan-tantangan sosial,” terang Dolar.

Dolar menegaskan, ilmu ekonomi lebih dari sekedar pasar saham. Faktanya, banyak bidang disiplin ilmu yang menangani isu-isu sosial-kesehatan, pembangunan, pendidikan dan, tentu saja, ketidaksetaraan gender.

Misalnya, para ekonom ketenagakerjaan mempelajari isu-isu seperti kebijakan cuti keluarga dan kesenjangan upah berdasarkan gender, hal-hal yang secara langsung berdampak pada kehidupan perempuan.

“Oleh karena itu, tidak mengherankan jika perempuan memiliki peran yang lebih besar dalam bidang ekonomi ketenagakerjaan dibandingkan sub bidang lainnya,” imbuhnya.

Perempuan juga secara historis tertarik pada ekonomi kesehatan, ekonomi pembangunan, dan ekonomi pendidikan. Namun bidang-bidang tersebut kurang mendapat perhatian, dan bidang ini kurang diakui di tengah masyarakat sebagai bagian dari ilmu ekonomi.

“Sebuah studi tentang buku pengantar ekonomi menemukan bahwa 75 persen orang yang disebutkan di dalamnya adalah laki-laki. Perempuan bahkan tidak terwakili secara setara dalam contoh-contoh hipotesis,” terang Dolar

Dalam hal ini, Dolar juga menegaskan tidak hanya perempuan yang kurang terwakili sebagai ekonom, bidang ekonomi juga secara historis mengabaikan peran perempuan dalam perekonomian. 

“Bahkan ketika studi tentang ekonomi keluarga mulai mendapat perhatian pada tahun 1970an, peran penting perempuan sering kali dikesampingkan,”lanjut Dolar.

Model tradisional seringkali terlalu menyederhanakan proses pengambilan keputusan rumah tangga dan mengabaikan kontribusi perempuan. 

Hal ini menyebabkan para ekonom meremehkan tenaga kerja tidak berbayar yang disediakan oleh perempuan dalam rumah tangga dan melanggengkan peran gender stereotip dalam analisis mereka.

“Goldin telah menantang narasi tradisional yang berpusat pada laki-laki ini. Melalui penelitiannya yang inovatif – khususnya mengenai kesenjangan upah dan “hukuman ibu” – Goldin menyoroti peran dan tantangan ekonomi perempuan,” kata Dolar.

Temuan Goldin mengungkap kompleksitas kesenjangan upah, dan menekankan isu-isu seperti tantangan yang dihadapi perempuan setelah melahirkan.

Misalnya, gangguan karir seperti cuti hamil atau pengurangan jam kerja untuk mengasuh anak dan kerabat lainnya dapat mengurangi pendapatan dan prospek kerja perempuan dalam jangka panjang.

Penting untuk dicatat bahwa penelitian Goldin tidak mengaitkan kesenjangan upah berdasarkan gender dengan diskriminasi pemberi kerja. Sebaliknya, wawasannya menganjurkan pembentukan sistem pendukung yang kuat.

Memperkuat fasilitas penitipan anak, meningkatkan kebijakan cuti orang tua, menawarkan fleksibilitas tempat kerja, dan memperkuat kebijakan yang mendukung keluarga dengan anak dapat memainkan peran penting dalam mengatasi kesenjangan upah, menurut temuannya. 

“Jika tidak ada dukungan seperti itu, perempuan akan tetap mempunyai penghasilan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki setelah mereka menjadi orang tua,”imbuh Dolar.

Untuk itu, pengakuan Nobel yang diterima oleh Goldin bukan sekadar penghargaan atas pencapaian individunya. Hal ini menjadi mercusuar bagi perempuan di bidang ekonomi dan akademisi secara keseluruhan.

Menurut Dolar, kemenangan Goldin menantang sejarah ketidakseimbangan gender dalam penghargaan-penghargaan terkemuka tersebut, yang menandakan pengakuan yang sudah lama tertunda atas kontribusi perempuan terhadap perekonomian. 

Hal ini memberikan harapan bagi para ekonom perempuan muda bahwa karya mereka juga dapat mencapai prestasi tersebut.

“Selain itu, penghargaan Nobel yang diterimanya menggarisbawahi poin penting: Ekonomi adalah disiplin ilmu yang kaya dan kompleks yang melampaui masalah moneter dan keuangan tradisional. Ini tentang peran sebagai orang tua. Ini tentang penitipan anak. Ini tentang perjuangan masyarakat. Ini tentang perubahan sosial,” imbuh Dolar.

Intinya, kemenangan Goldin menunjukkan kepada dunia betapa luas, inklusif, beragam, dan saling terhubungnya bidang ini. Ekonomi bukan hanya ilmu yang suram. Ini adalah ilmu pengetahuan manusia.

(DES)

SHARE