MILENOMIC

Risiko Flexing Ketika Mudik, 4 Dampak Negatif Kebiasaan Pamer Harta

Kurnia Nadya 24/03/2025 15:34 WIB

Kumpul keluarga besar tak hanya dijadikan ajang temu kangen, tetapi juga dijadikan ajang pamer pencapaian.

Risiko Flexing Ketika Mudik, 4 Dampak Negatif Kebiasaan Pamer Harta. (Foto: Freepik)

IDXChannel—Apa risiko flexing ketika mudik? Flexing dalam konteks media sosial, diartikan sebagai pamer pencapaian, kepemilikan atas suatu jenis harta, dan gaya hidup untuk membuat orang lain terkesan. 

Perilaku flexing sering diidentikkan dengan perilaku FOMO (fear of missing out) dan gaya hidup konsumerisme, di mana seseorang terobsesi atas kepemilikan barang. Konsumerisme didorong oleh keyakinan bahwa kepemilikan tersebut dapat membuat bahagia. 

Individu dengan gaya hidup konsumerisme sering terjebak dalam pola pikir serba up to date, terdorong untuk memiliki barang-barang terbaru ataupun event-event terkini yang dianggap keren dan bergengsi sebagai simbol status sosial. 

Istilah flexing mulai menjamur di era media sosial, tetapi perilaku pamer demi gengsi ini juga berlaku di dunia nyata pada sebagian orang, dan mudik adalah salah satu momentum di mana orang melakukan flexing

Kumpul keluarga besar tak hanya dijadikan ajang temu kangen, tetapi juga dijadikan ajang pamer pencapaian, seperti yang diulas dalam laman resmi Muhammadiyah pada artikel bertajuk ‘Mudik Bukan Ajang Flexing untuk Pamer Keberhasilan di Kampung Halaman.’ 

Dalam penjelasannya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan terkadang mudik menjadi arena pamer untuk menunjukkan kekuatan dan keberhasilan bagi para perantau. 

Padahal kebiasaan pamer saat mudik ini, menurut dia, pada akhirnya membuat anggota keluarga lain yang merasa tidak berhasil menjadi tidak berani mudik karena merasa rendah diri dan cemas untuk menghadapi keluarga besar. 

Selain berdampak buruk bagi orang lain, flexing juga membawa risiko pada diri sendiri. Melansir Halodoc (24/3), berikut ini adalah risiko flexing

1. Terus Merasa Kurang 

Salah satu dampak flexing adalah membuat seseorang terus menerus merasa kurang. Karena terus menerus terpapar konten-konten flexing, individu merasa juga harus menunjukkan sesuatu agar dianggap berhasil. 

Sementara konten-konten flexing tak akan ada habisnya. Jika hasrat flexing ini terus dituruti, individu berisiko untuk kesulitan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya saat ini. 

2. Kecemasan Sosial 

Hasrat untuk memamerkan pencapaian dan kepemilikan barang kepada orang lain didorong oleh rasa kurang percaya diri (insecurity), dan flexing adalah jalan keluar yang diambil oleh orang yang insecure agar merasa senang. 

Padahal dengan menuruti hasrat flexing, artinya dia menjadikan standar eksternal sebagai patokan, dan dengan menjadikan pihak eksternal sebagai standar, individu berpotensi untuk mudah merasa cemas secara sosial. 

3. Risiko Depresi 

Terus-terusan merasa harus menunjukkan sesuatu kepada orang lain demi merasa sukses dan berhasil dapat berisiko meningkatkan depresi. Karena kebiasaan untuk pamer itu didorong dari perasaan kurang, yang jika terus-terusan terjadi dapat membuat seseorang stress. 

4. Risiko Keuangan 

Terkadang demi dipandang sukses dan berhasil, seseorang berupaya menunjukkannya dengan kepemilikan barang dan gaya hidup, yang sayangnya terkadang pembeliannya pun dibiayai dengan utang. 

Hasrat untuk membeli barang baru ataupun barang mewah, untuk kemudian dipamerkan, dapat membuat pengelolaan keuangan seseorang berantakan. Terjerat utang yang tidak produktif dan sulit menabung adalah salah satu dampaknya. 

Kebiasaan pamer harta dan pencapaian juga dapat membuat seseorang membangun perilaku yang impulsif. Seringkali orang mudah mengeluarkan uang untuk keperluan yang tidak penting agar terlihat dermawan. 

Itulah beberapa risiko flexing ketika mudik yang harus diwaspadai. 


(Nadya Kurnia)

SHARE