Sejarah THR Lebaran di Indonesia: Dimulai sejak 1951, Hasil Tuntutan Para Buruh
THR pertama kali diberikan kepada pamong pradja dalam bentuk uang persekot, yang kemudian dituntut oleh para buruh agar pemerintah memberlakukan kesetaraan.
IDXChannel—Sejarah THR lebaran di Indonesia dimulai pada 1951, ketika Perdana Menteri Soekiman membagi-bagikan uang persekot (pinjaman awal) kepada para pamong pradja (PNS) untuk peningkatan kesejahteraan.
Uang persekot itu akan dikembalikan ke negara dalam bentuk pemotongan gaji pada bulan selanjutnya. Sejak saat itu aturan dan ketentuan tentang pemberian uang Tunjangan Hari Raya terus berkembang.
Saat ini, uang THR diberikan kepada karyawan sesuai masa baktinya. Seorang karyawan yang telah bekerja di perusahaan selama setahun penuh ketika lebaran tiba, misalnya, berhak menerima THR senilai satu kali gaji per bulan.
Namun jika sang karyawan bekerja belum setahun ketika lebaran, tapi sudah lebih dari satu bulan, maka uang THR akan dihitung secara proporsional. Uang THR biasanya dibagikan dua atau satu minggu sebelum lebaran.
THR adalah salah satu yang paling dinanti selama mometum Ramadan. Pemberian THR juga turut berkontribusi mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan peredaran uang selama bulan Ramadan hingga libur lebaran usai.
Bagaimana sejarah THR di Indonesia berlangsung selama beberapa dekade? Mengutip Indonesia Baik (8/4), berikut ini adalah perjalanan tradisi THR di Indonesia.
1951
PM Soekiman memberikan tunjangan persekot kepada pamong pradja untuk percepatan peningkatan kesejahteraan pegawai. Uang persekot diberikan senilai Rp125.000 hingga Rp200.000 per orang.
1952
Kaum pekerja atau buruh menuntut pemerintah untuk memberikan tunjangan yang sama dengan para pamong pradja. Para buruh melakukan aksi mogok, menilai pemerintah pilih kasih dan kurang memperhatikan kaum buruh.
Saat itu, struktur pamong pradja masih diisi oleh para priyayi dan kalangan atas. Sementara para buruh harus bekerja di perusahaan swasta maupun usaha milik negara.
1954
Menteri Perburuhan Indonesia saat itu menjawab protes buruh dengan mengeluarkan surat edaran tentang Hadiah lebaran, mengimbau tiap perusahaan untuk memberikan ‘Hadiah Lebaran’ untuk karyawannya dengan besaran seperduabelas dari upah.
1961
Surat edaran yang dikeluarkan Menteri Perburuhan semula bersifat imbauan, pada tahun ini berubah menjadi peraturan menteri yang bersifat wajib. Hadiah lebaran harus diberikan kepada pekerja dengan masa bakti minimal tiga bulan.
1994
Menteri Ketenagakerjaan menyempurnakan aturan hadiah lebaran ini. Istilah Hadiah Lebaran diubah menjadi Tunjangan Hari Raya (THR), seperti yang dikenal masyarakat sekarang.
2016
Aturan tentang pemberian THR direvisi, THR dapat diberikan kepada pekerja dengan masa bakti minimal satu bulan, dan nominalnya dihitung secara proporsional sesuai masa bakti dan besaran gajinya.
Melalui Permenaker No. 6/2016, pemerintah mengatur kembali pembagian THR dengan lebih mendetail. Beberapa aturan yang termuat antara lain:
- Pekerja dengan masa kerja satu bulan atau lebih berhak menerima THR
- Jumlah THR diberikan berdasarkan perhitungan tertentu (proporsional)
- Pengusaha boleh memberikan THR lebih dari nilai seharusnya
- THR keagamaan diberikan satu kali dalam setahun, pemberiannya hanya diberikan saat hari raya keagamaan yang dianut pekerja
- Waktu pembayaran THR keagamaan adalah paling lama tujuh hari sebelum hari raya berlangsung
Itulah sekilas informasi tentang sejarah THR lebaran di Indonesia yang dimulai pada 1951. (NKK)