News

3,46 Juta Keluarga di 3.281 Desa Terancam Kekeringan Akibat El Nino

Binti Mufarida 16/10/2023 10:15 WIB

Menko PMK Muhadjir Effendy mengungkapkan sebanyak 3,46 juta keluarga di 3.281 desa Indonesia berpotensi tinggi mengalami kekeringan akibat fenomena El Nino.

3,46 Juta Keluarga di 3.281 Desa Terancam Kekeringan Akibat El Nino. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkapkan sebanyak 3,46 juta keluarga di 3.281 desa Indonesia berpotensi tinggi mengalami kekeringan akibat fenomena El Nino.

Selain itu, kata Muhadjir, sebanyak 8,84 persen keluarga dari jumlah tersebut tergolong keluarga di desil 1 atau miskin ekstrem. Apabila tidak ada langkah pengurangan risiko bencana yang tepat, maka El Nino akan dapat memperparah kemiskinan dan menurunkan ketahanan masyarakat terhadap bencana.

“Potensi bencana ini kalau tidak kita kelola dengan baik akan mengakibatkan risiko bencana yang besar,” ujar Muhadjir dalam keterangan resminya, dikutip pada Senin (16/10/2023).

Oleh karena itu, Muhadjir minta agar fenomena El Nino yang sekarang melanda banyak negara perlu terus dicermati bersama. Hal ini bertujuan agar dampaknya tidak meluas ke berbagai sektor yang sedang mengalami tren pertumbuhan baik di Indonesia.

Diketahui, El Nino berpotensi memicu bencana kekeringan yang parah, karhutla, dan kelaparan serta memiliki efek domino pada kesejahteraan masyarakat. Bahkan, diprediksi wilayah Indonesia yang berpotensi mengalami kekeringan mencakup wilayah Indonesia di bagian timur, yakni Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Papua, serta sebagian Pulau Jawa dan Bali.

Namun, berdasarkan hasil koordinasi yang selama ini telah dilakukan, Muhadjir yakin jajaran BNPB akan dapat mengantisipasi dampak yang terjadi akibat bencana tersebut. Terlebih kolaborasi telah dengan berbagai pihak dan modernisasi penggunaan teknologi canggih yang dimiliki akan dapat turut membantu melaksanakan proses mitigasi dengan baik.

Selain itu, Muhadjir menegaskan, pemerintah juga telah berupaya merubah paradigma penanggulangan bencana dari responsif menjadi pengendalian risiko. Pengendalian risiko itu diwujudkan dengan memaksimalkan kapasitas, mengurangi kerentanan, serta mengeliminasi bahaya.

Keberhasilan semua upaya ini mencerminkan efektivitas program pengurangan risiko bencana yang sedang lakukan.

“Upaya eksploitasi alam harus dilakukan secara bijak dan mengedepankan keberlangsungan alam itu sendiri dan masyarakat sekitarnya. Jangan sampai ketika sudah mendapatkan keuntungan besar, lalu meninggalkan bencana,” pungkas Muhadjir.

(YNA)

SHARE