News

BBM Indonesia Disebut Terkotor Se-Asia Tenggara, Picu Masalah Kesehatan

Suparjo Ramalan 01/10/2024 19:17 WIB

Laporan Clean Air Asia 2024 menyebutkan, kualitas BBM yang digunakan di Indonesia menjadi yang terburuk di Asia Tenggara.

Kualitas BBM di Indonesia disebut terkotor se-Asia Tenggara (ilustrasi). (Foto: Arsip)

IDXChannel – Masyarakat kita perlu berhati-hati terhadap dampak penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri. Pasalnya, laporan Clean Air Asia 2024 menyebutkan, kualitas BBM yang digunakan di Indonesia menjadi yang terburuk di Asia Tenggara.

Menurut dokumen itu, kandungan sulfur BBM di Tanah Air mencapai 500 ppm (EURO 2). Angka itu jauh di atas standar internasional yang menetapkan ambang batas maksimum 50 ppm (EURO 4).

Hal ini berdampak terutama di wilayah seperti DKI Jakarta, yang mengalami peningkatan signifikan dalam polusi udara, berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Menanggapi hal ini, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Budi Haryanto, mengakui bahwa buruknya kualitas udara disebabkan oleh polusi dari BBM berkualitas rendah, yang berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat.

“Sumber polusi udara tidak hanya dari BBM, tetapi ketika berada di udara, polusi dari berbagai sumber menjadi satu. Efek kesehatan yang dirasakan adalah akibat dari polusi udara secara keseluruhan,” kata dia pada Selasa (1/10/2024).

Budi juga menambahkan bahwa polusi udara dari BBM dengan kandungan sulfur tinggi menyumbang 43 persen dari total polusi di Jakarta, dan ia menyarankan agar kualitas BBM yang diproduksi PT Pertamina segera diperbaiki untuk mengurangi polusi udara secara signifikan.

"Segera mengganti BBM berkualitas rendah yang masih di bawah standar EURO 2 (maksimal 500 ppm), dengan BBM berkualitas lebih baik sesuai standar EURO 4 (maksimal 50 ppm) atau lebih tinggi, secepatnya dan menyeluruh,” ujarnya.

Sejalan dengan Budi, Agus Dwi Susanto, Ketua Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Dampak Polusi Udara Kementerian Kesehatan serta Guru Besar Fakultas Kedokteran UI, memperkuat argumen terkait dampak polusi udara dari BBM dengan kadar sulfur tinggi.

Dia menjelaskan bahwa gas hasil pembakaran BBM seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida, dan partikel halus (PM2.5) merupakan zat iritan yang dapat memicu penyakit pernapasan akut.

“Nah, itu gejala dari iritasi-iritasi dan lainnya bisa berlanjut menimbulkan risiko terjadinya peningkatan infeksi selama pernapasan akut atau ISPA,” ucapnya.

Agus juga menyebut bahwa polusi udara akibat BBM sulfur tinggi berkontribusi signifikan terhadap meningkatnya kunjungan pasien ke rumah sakit akibat serangan asma dan penyakit paru kronik. Penelitian di RS Persahabatan pada tahun 2019 menunjukkan bahwa peningkatan polusi sejalan dengan peningkatan serangan asma yang masuk ke IGD.

“Kalau dia berlanjut bisa terjadi infeksi selang pernapasan bawah atau pneumonia. Dampak akut lainnya adalah kalau orang-orang yang sudah punya penyakit dasar seperti punya asma atau penyakit paru kronik itu serangannya akan meningkat,” tambahnya.

Agus menekankan pentingnya regulasi pemerintah untuk mempercepat ketersediaan BBM rendah sulfur, meningkatkan penggunaan transportasi umum ramah lingkungan, serta menerapkan aturan ketat terhadap emisi industri guna mengurangi polusi.

“Beberapa upaya yang dapat dilakukan tentunya adalah mengatur kendaraan yang beredar, mengganti bahan bakarnya menjadi lebih ramah lingkungan, dan membuat regulasi dari pemerintah pembatasan (kendaraan) yang beredar di jalanan,” ujarnya.

(Ahmad Islamy Jamil)

SHARE