News

BMKG: Krisis Pangan Hantui Seluruh Dunia di 2050

Binti Mufarida 23/08/2023 12:26 WIB

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap, bahwa akan ada ancaman krisis pangan imbas adanya perubahan iklim ekstrim. 

BMKG: Krisis Pangan Hantui Seluruh Dunia di 2050. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap, bahwa akan ada ancaman krisis pangan imbas adanya perubahan iklim ekstrim. 

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, kondisi ini menurutnya merupakan akibat dari kencangnya laju perubahan iklim yang dilaporkan oleh World Meteorological Organization di akhir tahun 2022. 

Berdasarkan data hasil monitoring yang dilakukan oleh Badan Meteorologi di 193 Negara dan State di seluruh dunia. Organisasi pangan dunia FAO, kata Dwikorita, juga meramalkan tahun 2050 mendatang, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim sebagai konsekuensi dari menurunnya hasil panen dan gagal panen. 

Diprediksi oleh FAO, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang memproduksi 80 persen dari stok pangan dunia adalah yang paling rentan terhadap perubahan iklim. 

Situasi ini, tambah Dwikorita, akan terjadi di berbagai belahan dunia tanpa memandang negara tersebut besar, kecil, maju atau berkembang. 

“Kerentanan pangan ini tidak lepas dari kenaikan suhu global yang akhirnya memberikan tekanan tambahan pada sumber daya air sehingga menghasilkan water hotspot atau krisis air,” ungkap Dwikorita dalam keterangan resminya, Rabu (23/8/2023).

Dwikorita memaparkan, seluruh negara di dunia saat ini mengalami dampak perubahan iklim dengan tingkat yang berbeda-beda, seperti cuaca ekstrem, bencana alam, penurunan keanekaragaman hayati, penurunan muka air laut, krisis air, dan lain sebagainya.

Oleh karena, perlu tindakan konkret seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia untuk menekan laju perubahan iklim ini. 

Di Indonesia sendiri, lanjut Dwikorita, tren suhu rata-rata tahunan periode 1951-2021 mengalami peningkatan temperatur 0,15 derajat Celsius per 10 tahun, yang menandakan bahwa fenomena peningkatan suhu permukaan bahkan telah terjadi pula secara signifikan dan merata di Indonesia.

Dwikorita memaparkan bahwa pemanasan global memicu pergeseran pola musim dan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hidrometeorologi. 

Salah satunya, kata Dwikorita, adalah kejadian kekeringan akibat dipicu oleh El Nino seperti saat ini, bahkan diperparah dengan ulah manusia yang berujung pada kebakaran hutan dan lahan. 

Akibatnya, dapat memicu makin meningkatnya emisi karbon dan partikulat ke udara. 

“Ancaman krisis pangan di pertengahan abad ini perlu menjadi perhatian bersama, maka berbagai langkah pencegahan atau pengurangan risiko krisis tersebut, melalui upaya mitigasi dan adaptasi perlu lebih serius dan kongkrit digalakkan, agar prediksi krisis tersebut tidak sampai kejadian,” imbuhnya. 

(SLF)

SHARE