Bos The Fed Jerome Powell Hadapi Kontroversi Renovasi Gedung Rp40 Triliun
Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menghadapi serangan politik terkait proyek renovasi markas The Fed senilai USD2,5 miliar atau sekitar Rp40 triliun
IDXChannel - Ketua Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell menghadapi serangan politik terkait proyek renovasi markas The Fed senilai USD2,5 miliar atau sekitar Rp40 triliun.
Dilansir dari AP pada Kamis (17/7/2025), Presiden AS Donald Trump dan sekutunya menyebut proyek renovasi itu terlalu mahal.
"Ketika Anda menghabiskan USD2,5 miliar hanya untuk renovasi, saya pikir itu benar-benar memalukan," kata Trump.
"Ketua The Fed tidak membutuhkan istana," katanya.
Trump sempat dikabarkan akan menggunakan hal ini untuk memecat Powell, namun dia kemudian membantahnya. Trump mengatakan, dia baru akan memecat Powell jika ada indikasi penipuan.
Trump kerap mengancam akan memecat Powell. Keduanya berselisih karena The Fed menolak desakan Gedung Putuh untuk memangkas suku bunga acuan.
Proyek renovasi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun, tetapi baru-baru ini menarik perhatian Gedung Putih
The Fed mengatakan kantor pusat utamanya, yang dikenal sebagai gedung Marriner S Eccles, sangat membutuhkan renivasi karena sistem kelistrikan, perpipaan, dan ventilasinya telah usang. Renovasi ini juga akan menghilangkan asbes, timbal, dan elemen berbahaya lainnya serta memperbarui gedung dengan sistem kelistrikan dan komunikasi modern.
Gedung berbentuk H ini, yang dinamai sesuai nama mantan ketua The Fed pada dekade 1930-an dan 1940-an, terletak di dekat beberapa monumen paling terkenal di Washington dan memiliki arsitektur klasik. Bank sentral juga sedang merenovasi gedung di sebelahnya yang diakuisisi pada 2018.
The Fed menyebutkan banyak alasan di balik biaya renovasi yang besar tersebut. Biaya konstruksi, termasuk material dan tenaga kerja, meningkat tajam selama lonjakan inflasi pada 2021 dan 2022. Lebih banyak asbes yang perlu dihilangkan daripada yang diperkirakan. Pembatasan ketinggan di Washington memaksa pembangunan lantai bawah tanah yang lebih mahal. (Wahyu Dwi Anggoro)